Jumat, 31 Agustus 2018

Menjawab Utang


Pemerintah akan terus menjaga kebijakan fiskal dan defisit APBN sesuai aturan perundang-undangan. Oleh karena itu pengelolaan utang selalu dilakukan secara prudent dan profesional. Laman ini berisi informasi tentang pengelolaan utang pemerintah, agar masyarakat dapat memahami dan turut mengawasi pengelolaan utang pemerintah. Bagaimana rencana strategis pemerintah membayar utang? Simak Bicara Utang Pemerintah dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada video berikut:


FAQ Utang Pemerintah

1. Apakah utang pemerintah berdampak negatif bagi masyarakat?

2. Mengapa negara berutang?

3. Utang pemerintah belakangan meningkat, apa alasannya?

4. Kenapa hasil dari belanja produktif belum dirasakan?

5. Apakah benar utang pemerintah sebesar Rp7000 triliun?

6. Apakah utang pemerintah masih aman?

7. Apakah utang pemerintah dikelola dengan baik?

8. Bagaimana dunia internasional melihat pengelolaan utang Indonesia?

Berbagai Aspek dalam Pengelolaan Utang Pemerintah

1. Aset Negara.

2. Belanja Modal.

3. Rasio Defisit APBN & Rasio Utang Terhadap PDB.

4. Keseimbangan Primer.

5. Konsisten dan Hati-Hati Dalam Mengelola Utang.

6. Utang Bukan Satu-Satunya Instrumen Kebijakan.

7. Hasil Pada Jangka Menengah


Terkait
 Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam menanggapi pemberitaan terkait Utang
 Kawal #UangKita dengan #APBNkita
 Informasi APBN 2018
 Informasi APBN 2017
 Informasi APBN-P 2016
 Informasi APBN 2016
 Informasi APBN 2015
 Daftar UU APBN dan Nota Keuangan

Pertanyaan, Saran, dan Masukan:

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Email : humas.djppr@kemenkeu.go.id
Twitter : @DJPPRkemenkeu
Telepon : Halo DJPPR 021 - 3505052

Mendagri: Sakitnya Warga Lombok, Sakitnya Kita Semua Warga Indonesia



LOMBOK- Kesedihan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) begitu dalam saat mengunjungi korban bencana gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kesedihan itu terlihat dari raut mukanya saat menyalami satu persatu warga kota Seribu Masjid ini. 
"Sakitnya warga NTB ini sakitnya kita semua, musibah di NTB juga musibah kita seluruh warga Indonesia," kata Mendagri di Lombok, Selasa (28/8).
Mendagri pun mengajak kepada seluruh anak bangsa untuk bergerak, bahu membahu membantu warga Lombok. Seperti di Kemendagri semua bergerak. "Saya juga berharap gubernur, bupati dan walikota untuk bersama-sama gotong royong. Walaupun sudah ada pos anggarannya, sangat mulia jika kita pulihkan warga Lombok dengan gotong royong," paparnya. 
Mendagri juga mengajak semua lembaga baik itu yang swasta maupun lembaga lainnya untuk ikut serta membantu. "Kita ikut merasakan penderitaan warga lombok seraya mendoakan agar semua kembali berjalan normal, dan untuk semua korban meninggal semoga mendapat tempat terbaik dan keluarga diberikan kesabaran," ujar Mendagri lirih. 
Terkait dengan Inpres Nomor 5 tahun 2018 dalam penanganan rekonstruksi dan rehabilutasi pasca bencana gempa, Mendagri mengatakan ini sebagai penguat untuk penanganan bencana. Sekaligus keseriusan pemerintah dalam penanganan bencana. 
"Anggaran desa sudah ada semua. Jika memang ada kementerian yang tidak dilibatkan, pemerintah itu satu, mulai Presiden sampai kepala desa, kementerian lembaga ya satu, yang tidak masuk ya harus ikut terlibat juga," tutupnya. 
Sumber : https://www.kemendagri.go.id/blog/27899-Mendagri-Sakitnya-Warga-Lombok-Sakitnya-Kita-Semua-Warga-Indonesia

Beda Korsel dan Indonesia Berantas Korupsi



Kunjungan Anti-Corruption and Civil Rights Commission (ACRC) dan Penyidik Senior dari Kejaksaan Agung Korea Selatan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (4/7)
menghasilkan pertukaran pengalaman yang menarik bagi kedua lembaga. Pertukaran pengalaman ini diharapkan akan membuat pemberantasan korupsi semakin progresif di dua negara. Pertukaran pengalaman antara ACRC dan KPK berlangsung melalui diskusi antara pegawai KPK dan ACRC di Gedung Merah Putih KPK.
Dalam diskusi ini, Director of Training Planning dari Anti-corruption Training Institue (ACTI) Chae Soo Lim mengenalkan lembaganya yang merupakan bagian dari ACRC. ACTI adalah lembaga pelatihan untuk masyarakat dan penyelenggara negara agar memiliki integritas yang lebih baik dan menanamkan karakter antikorupsi. Ini adalah salah satu cara Korea Selatan untuk mencegah korupsi dengan memberikan mereka pengetahuan dan pelatihan.
Lim berbagi cara ACTI memberikan pelatihan yang menyenangkan kepada masyakarat dan penyelenggara negara lewat sebuah konser musik, sebuah pertunjukan, diskusi menarik bersama tokoh masyarakat yang inspiratif. Kegiatan itu disebut dengan Integrity Concert, yaitu pelatihan integritas melalui medium seni.
Pelatihan Integrity Concert sangat popular dan disenangi di Korea Selatan. Pelatihan itu menjadi menarik karena berbeda dengan jenis-jenis pelatihan yang ada sebelumnya yang terkesan membosankan dan akan membuat masyarakat mengantuk. 
Selain berbagi tentang pelatihan integritas yang menjadi salah satu andalan ACRC, Senior Deputy Director Anti-corruption Solicitation Interpretation Division Ki Hyun Kwon juga menjelaskan mengenai pengaturan gratifikasi di Korea Selatan.
Di Korea Selatan, gratifikasi tidak hanya berlaku dan diatur untuk para penyelengara negara, pengajar juga bisa terkena pasal gratifikasi. Hal menarik dan sedikit berbeda dari Indonesia, Korea Selatan tidak menerapkan aturan gratifikasi pada upacara kematian. Karena menurut Kwon, upacara kematian di Korea Selatan sangat mahal dan sangat sakral bagi masyarakat Korea Selatan.
Dalam mengatur sektor swasta, ACRC membuat sebuah pedoman yang bernama Anti-corruption Guidelines for Companies yang harus diterapkan di seluruh perusahaan yang ada di Korea Selatan. Pedoman tersebut mengatur banyak hal yang dapat mencegah terjadinya korupsi di sektor swasta. Peraturan tersebut juga terintegrasi dengan aturan-aturan lain seperti kewajiban mengikuti pelatihan integritas dan mengikuti aturan gratifikasi.
Buku panduan tersebut mengatur banyak hal secara rinci. Seperti dorongan kepada setiap perusahaan untuk menggunakan kartu kredit untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dana perusahaan dan mencegah terjadinya suap dengan cara memberikan “hiburan” bagi penyelenggara Negara. Menurutnya dengan kartu kredit, semua transaksi dapat dipantau dengan baik.
Selanjutnya diskusi dilanjutkan dengan pemaparan mengenai Asset Recovery yang dilakukan di Korea Selatan terhadap barang-barang hasil tindak pidana. Penyidik Senior dari Kejaksaan Agung Korea Selatan Kim Hye Rin menjelaskan pengendalian aset di Korea Selatan dilakukan secara terdata secara online dalam sebuah sistem sehingga barang tersebut bisa dikelola dan dikendalikan dengan baik.

(Humas)
Sumber : https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/392-beda-korsel-dan-indonesia-berantas-korupsi

Advokasi dan Tata Kelola Antikorupsi agar Daerah Bersih Berintegritas

It takes two to tango”. Idiom yang dipopulerkan sejak tahun 1950-an ini seringkali digunakan untuk menggambarkan bahwa sebuah peristiwa, yang melibatkan peran lebih dari satu pihak atau pelaku untuk dapat terjadi.

Frasa di atas ternyata juga dapat mewakili fenomena yang terjadi dalam tindak pidana korupsi. Sebut saja suap misalnya. Jika ada yang menerima suap, bisa dipastikan ada pihak yang memberi. Berkaca pada data tahun 2017 saja, tercatat 93 kasus penyuapan yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari sisi pelaku, pihak swasta tercatat sebagai pelaku tindak pidana korupsi terbanyak yaitu sejumlah 184 orang, disusul pejabat eselon I/II/III sejumlah 175 orang, anggota DPR/DPRD sejumlah 144 orang, dan kepala daerah sejumlah 88 orang.
Kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK tentunya melibatkan penyelenggara negara. Dalam kasus suap, penyelenggara negara sebagai penerima suap tentu juga melakukannya atas dasar deal dengan penyuap yang mayoritas adalah dari pihak pelaku usaha.

Salah satu bentuk upaya yang dilakukan bersama antara KPK dan pemerintah daerah untuk mencegah maraknya praktik-praktik tersebut adalah dengan membentuk Komite Advokasi Daerah, yang baru saja dibentuk di Provinsi Kalimantan Barat. Komite advokasi ini berupaya mengajak pemerintah daerah dan pengusaha swasta duduk bersama, mencari solusi terhadap kendala-kendala pembangunan investasi dan dunia usaha berintegritas, selain seluk-beluk permasalahan sektor swasta lainnya di Kalimantan Barat.  

Dalam pertemuan dan pembentukan Komite Advokasi Daerah (KAD) Antikorupsi Kalimantan Barat, Minggu (8/3), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengajak pemerintah daerah dan kalangan pengusaha swasta untuk mencari solusi permasalahan dunia usaha secara profesional dan akuntabel. Pertemuan ini dihadiri oleh sekitar 75 orang perwakilan pemangku kepentingan Komite Advokasi Daerah, yakni pemerintah provinsi, pengusaha dan asosiasi pengusaha di antaranya Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), serta unsur pemangku lainnya.

Dalam sambutannya, Alexander Marwata berharap Kalimantan Barat dapat menjadi pionir dalam upaya perbaikan-perbaikan yang dilakukan, diantaranya dalam sektor usaha dan reputasi investasi yang melibatkan peran swasta dan pemerintah daerah.

“Provinsi Kalimantan Barat sudah tentu memiliki andil yang besar dalam upaya ini. Kalbar merupakan provinsi yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari perkebunan, perikanan, peternakan, hingga pertambangan dan energi. Kami mengharapkan ke depannya Kalimantan Barat dapat menjadi pionir dan teladan dalam perbaikan-perbaikan tersebut dengan kerjasama dari pelaku usaha dan regulator.”

Alexander juga menambahkan, nantinya komite advokasi ini juga akan dibentuk di daerah-daerah lainnya. Komite ini akan menyusun rencana aksi dari permasalahan yang dipilih berdasarkan kekhasan tertentu pada daerah, yang akan diinisiasi dan terbentuk di 34 provinsi pada tahun 2018 ini. “Perubahan yang dilakukan Kalimantan Barat ini, akan memberi kontribusi yang cukup signifikan bagi Indonesia, terlebih jika dapat menularkannya hingga ke daerah lain, termasuk ke seluruh Kabupatan/Kota yang berada di dalamnya.” pesan Alexander.

Pj. Gubernur Kalbar Dodi Riyadmadji menyambut baik terbentuknya komite ini. Dodi berharap melalui komite ini dapat terjalin komunikasi yang efektif antara Pemerintah Daerah selaku regulator dengan para pelaku usaha, untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan sekaligus mencegah praktik korupsi. “Bagi para pelaku usaha, saya berpesan agar dalam menjalankan usaha tetap menjunjung etika dan taat pada aturan yang berlaku. Korupsi berupa suap, gratifikasi dan pungutan liar biasanya terjadi karena ada kesepakatan beberapa pihak yang tidak memiliki integritas. Janganlah berupaya mencari kesempatan dengan memanfaatkan kedekatan atau mencari celah aturan yang dapat mendorong terjadinya perilaku koruptif.” himbau Dodi.

Pembentukan Komite Advokasi Daerah Antikorupsi yang digagas KPK ini tidak hanya dibentuk di tingkat daerah. Di tingkat nasional, komite ini bernama Komite Advokasi Nasional Antikorupsi. Sebagai permulaan, pada tahun 2018 ini ada lima sektor yang digarap di tingkat nasional yaitu minyak dan gas, pangan, infrastruktur, kesehatan, dan kehutanan. Gagasan pembentukan kedua komite ini berasal dari pengalaman KPK bahwa 80% penindakan yang ditangani KPK melibatkan para pelaku usaha. Umumnya modus yang dilakukan berupa pemberian hadiah atau gratifikasi dan tindak pidana suap dalam rangka mempengaruhi kebijakan penyelenggara negara, seperti dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta perizinan.

Sebagai catatan, korporasi atau perusahaan swasta dapat menjadi subjek hukum sejak Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Sanksi dari aturan ini bisa berupa denda berat. Hal ini mengikuti semangat corporate crime liability yang telah lebih dahulu dilakukan oleh negara-negara maju seperti di Inggris dengan UK Bribery Act, dan Amerika Serikat dengan Foreign Corrupt Practice Act (FCPA).
*****
Sebelumnya di hari yang sama, KPK menggelar rapat koordinasi program pemberantasan korupsi terintegrasi di Pontianak, Kalimantan Barat. Rapat yang digelar bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat ini dilangsungkan dalam rangka upaya pencegahan korupsi. Sejumlah sektor fokus KPK meliputi perbaikan sistem tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, pengelolaan pelaporan harta kekayaan pejabat publik, dan pengelolaan pelaporan gratifikasi. Secara paralel, KPK juga berupaya menggiatkan penanaman nilai-nilai antikorupsi melalui pendidikan dan kampanye, serta melakukan kajian dan studi untuk memonitor sistem administrasi negara dalam berbagai bidang.

Sejak 2016 hingga akhir 2017, Unit Koordinator dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK telah melakukan upaya pencegahan korupsi di 24 provinsi di Indonesia. Tahun ini, KPK melakukan perluasan daerah ke 10 provinsi, dimana Kalimantan Barat adalah satu diantaranya. Sembilan provinsi lainnya adalah: Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, kegiatan ini bertujuan menyerap informasi terkait kondisi yang ada di daerah sekaligus untuk memberikan pemahaman yang sama terkait program Pencegahan dan Penindakan Korupsi Terintegrasi.  “KPK tak pernah berhenti melakukan upaya pencegahan, tentu kami butuh dukungan berupa komitmen kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih,” kata Alexander.

Komitmen seluruh pihak yang dimaksud Alexander ditujukan bagi para pemangku kepentingan di Kalimantan Barat, khususnya para regulator. Karenanya, rapat koordinasi ini melibatkan Penjabat Gubernur Kalimantan Barat, Doddy Riyadmadji, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi, dan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi, dan Kepala Ombudsman Provinsi Kalimantan Barat.

Secara keseluruhan, ada sembilan rekomendasi yang diberikan KPK kepada pemerintah daerah. Dalam pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan, KPK merekomendasikan pemerintah daerah untuk: melaksanakan proses perencanaan dan penganggaran yang mengakomodir kepentingan publik bebas intervensi pihak luar melalui implementasi e-planningdan e-budgeting; melaksanakan Pengadaan Barang dan Jasa berbasis elektronik secara mandiri dan penggunaan e-procurement; melaksanakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan proses penerbitan perizinan pengelolaan sumber daya alam yang terbuka; dan melaksanakan tata kelola Dana Desa yang efektif dan akuntabel. 

Dalam penguatan Sumber Daya Manusia dan peningkatan integritas, KPK merekomendasikan peemrintah daerah untuk melaksanakan penguatan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah sebagai bagian dari implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah; memperkuat sistem integritas pemerintahan melalui pengendalian gratifikasi dan LHKPN; membangun sinergitas dan partisipasi seluruh komponen masyarakat terhadap penguatan tata kelola pemerintahan; melaksanakan perbaikan pengelolaan sumber daya manusia dan penerapan Tambahan Penghasilan Pegawai; dan melaksanakan perbaikan manajemen aset daerah dan optimalisasi pendapatan asli daerah dengan didukung sistem, prosedur, dan aplikasi yang transparan dan akuntabel.

Komitmen dan keteguhan hati adalah modal awal untuk mewujudkan perbaikan. Di tangan penentu kebijakan, kedua faktor ini wajib digenggam erat bersama-sama agar integritas dan akuntabilitas hadir di daerahnya. Dan kepada Kalimantan Barat harapan disematkan, agar dapat menjadi panutan daerah lainnya dalam mencegah dan memberantas korupsi secara menyeluruh.

(Humas)
Sumber : https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/232-advokasi-dan-tata-kelola-antikorupsi-agar-daerah-bersih-berintegritas

Ayo Mahasiswa, Bangun Politik Cerdas Berintegritas!



Demokrasi mensyaratkan adanya keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan, persamaan hak diantara warga negara, kebebasan dan kemerdekaan yang diberikan pada warga negara, sistem perwakilan yang efektif, dan adanya pemilihan yang dihormati dalam prinsip ketentuan mayoritas. Dengan lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi landasan
normatif bagi penerapan pilkada secara langsung, seharusnya membuat sistem pemerintahan di daerah makin demokratis, karena rakyat dapat menentukan siapa calon yang paling disukainya. 

Atas dasar undang-undang itu mulai tahun 2005, tepatnya pada bulan Juni 2005, pergantian kepala daerah di seluruh Indonesia telah dilakukan secara langsung. Pilkada langsung juga diharapkan dapat meminimalkan praktik politik uang karena calon pemimpin politik tidak mungkin “membayar” suara seluruh rakyat, maupun kecurangan-kecurangan lain yang selama ini menjadi kekurangan dalam pilkada-pilkada sebelumnya. 

Sebagai gambaran, sebagian besar pemilihan kepala daerah yang berlangsung selama UU No. 22 Tahun 1999 selalu menimbulkan gejolak di daerah, seperti di Jakarta, Lampung, Jawa Barat, Madura, dan sejumlah daerah lainnya. Dalam kasus-kasus ini, timbulnya gejolak selalu disebabkan oleh penyimpangan-penyimpangan yang sama, yakni distorsi aspirasi publik, indikasi politik uang, dan oligarkhi partai yang tampak dari intervensi DPP partai dalam menentukan calon kepala daerah yang didukung fraksi.

Sistem demokrasi yang telah di bentuk dengan tujuan agar politik uang (money politics) tidak terjadi lagi ternyata tidak membuahkan hasil. Sebagai gambaran, temuan survei oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan makin permisifnya publik akan politik uang. Publik yang membenarkan politik uang mengalami peningkatan dari 11,9% di tahun 2005 menjadi 20.8% di tahun 2010.

Dalam era demokrasi saat ini, mahasiswa memiliki peran strategis dalam membangun politik cerdas berintegritas karena mahasiswa adalah para pelajar  yang sudah memiliki kemampuan menyampaikan pendapat/ide-ide yang cemerlang. Hal ini juga telah terbukti di dalam bentangan sejarah negeri ini dimana mahasiswa memiliki peran besar sebagai agen perubahan pada peristiwa Tritura, Supersemar, sampai pada penggulingan rezim otoriter.   
Politik Uang (Money Politics) dalam Pilkada
Politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pemberian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Cara pendistribusiannya pun bermacam-macam. Mulai dari memanfaatkan peran serta kader atau pengurus partai tertentu hingga melibatkan tokoh-tokoh setempat seperti oknum tokoh pemuda, aparat, dan lain-lain yang memberikan langsung “amunisi” uang maupun barang kepada calon pemilih (konstituen), hingga simpatisan yang berasal dari wilayah pemilihan umum setempat yang memberikan pemberian secara langsung.

Kampanye terselubung dengan menyisipkan atau membagi-bagi uang sudah menjadi rahasia bagi masyarakat umum di republik ini dan dianggap sebagai bagian yang wajar. Bagi para calon kandidat yang tidak memiliki sikap untuk membangun politik cerdas berintegritas, strategi politik uang merupakan cara  yang paling optimal untuk menjaring suara dan masyarakat yang ditawari berbagai pemberian dari para politisi justru menyambutnya dengan baik. Ini terjadi karena warga yang notabene memiliki pengetahuan yang rendah tentang politik cenderung tidak kritis menanggapi persoalan ini. Mereka cenderung fokus pada uang yang berjumlah tidak seberapa ketimbang fokus pada perbaikan kondisi pemerintahan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, aksi politik uang menjelang pilkada seakan menjadi hal yang lazim dan wajar dilakukan. 

Berkaca dari pendapat masyarakat tersebut, maka kita bisa melihat bahwa pendidikan politik di Indonesia saat ini belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Kurangnya kesadaran ini mengakibatkan masyarakat menjadi abai terhadap peningkatan kualitas politik di masa yang akan datang. Selain itu, sikap masyarakat yang membenarkan politik uang demi perbaikan fasilitas merupakan bukti dari keputusan mereka. Seakan masyarakat merasa bahwa tidak ada cara lain untuk meningkatkan fasilitas setempat kecuali dengan memanfaatkan momentum pemilu ini. Kurangnya kesadaran masyarakat ini juga dikarenakan masyarakat berpendapat bahwa siapa pun kandidat yang akan terpilih maka pembangunan kedepannya juga tidak akan memberikan perubahan yang berarti bagi mereka, hal ini dikarenakan ulah para pemimpin sebelumnya yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan publik.

Bagaimanapun juga politik uang merupakan masalah yang membahayakan moralitas bangsa, walaupun secara ekonomis dalam jangka pendek dapat sedikit memberikan bantuan kepada rakyat kecil yang turut mencicipi. Namun, pada kenyataannya sistem politik uang (money politics) tidak sesuai dengan sistem demokrasi dan merugikan dalam jangka panjang. Hal ini dapat kita buktikan dari banyaknya kasus  tindak pidana korupsi yang telah berhasil diungkap oleh KPK. Pemimpin yang melakukan tindakan korupsi terlahir dari calon-calon pemimpin yang tidak memiliki politik cerdas berintegritas, salah satu cirinya adalah para calon pemimpin yang menggunakan sistem politik uang. 

Dengan demikian adanya praktik politik uang berdampak terhadap pembangunan di Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi telah tercemari dan harus dilakukan perubahan demi mewujudkan politik cerdas berintegritas guna menghasilkan para pemimpin yang berkualitas yang akan mewujudkan cita-cita negeri ini, yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Perlu dilakukan perubahan guna membangun politik cerdas berintegritas. Salah satu kalangan yang dapat mewujudkan politik cerdas berintegritas di tengah masyarakat adalah mahasiswa. Mahasiswa sebagai kalangan yang telah terpelajar dapat memainkan perannya. Adapun peran yang dapat dimainkan oleh mahasiswa untuk membangun politik cerdas berintegritas adalah adalah sebagai berikut:
1.    Membangun paradigma masyarakat tentang adanya korelasi yang signifikan antara kualitas pemimpin yang dipilih pada pemilihan kepala daearah dengan pembangunan masyarakat ke depan.
2.    Melakukan pemyuluhan politik cerdas di sekolah-sekolah yang para siswa sudah memiliki hal pilih, dan mahasiswa di kampus-kampus berikut dengan tenaga pengajar;
3.    Memanfaatkan media sosial seperti facebook, twitter, instagram, whatsapp, dan radio untuk mengkampanyekan politik cerdas pada masyarakat;
4.    Partisipasi dalam forum perkumpulan masyarakat untuk bertemu dan mendiskusikan tentang politik cerdas berintegritas, seperti forum perwiritan, arisan dan pengajian;
5.    Berkomunikasi langsung dengan warga (para pemilih pada Pilkada) untuk menyampaikan pesan singkat pentingnya memilih pemimpin yang jujur, berani hebat dan anti korupsi dan
6.    Para mahasiswa  menunjukkan sikap politik cerdas pada saat menggunakan hak pilihnya dalam pilkada.
Dengan melakukan metode ini cita-cita bangsa untuk mewujudkan politik cerdas berintegritas akan semakin cepat terwujud.
Oleh: Doni Hardiany Candra
Peserta Kelas Politik Cerdas Berintagritas (PCB) 2016
Sumber : https://www.kpk.go.id/id/berita/publik-bicara/155-ayo-mahasiswa-bangun-politik-cerdas-berintegritas

Jumat, 24 Agustus 2018


PERSYARATAN UMUM PESERTA FESTIVAL LAGU "SUARA ANTIKORUPSI"
  1. Terbuka untuk umum.
  2. Peserta adalah grup, minimal terdiri dari 2 orang personil (duo) atau hingga maksimal 7 orang personil (band) 
  3. Peserta menciptakan lagu, memainkan Instrument dan menyanyikan lagu yang diciptakan.
  4. Peserta mengirimkan 1 (satu) lagu bertema ANTIKORUPSI dengan format wav/mp3 dalam bentuk fisik. (CD/flashdisk) paling lambat 15 Oktober 2018 cap pos.
  5. Lirik lagu berbahasa Indonesia. 
  6. Karya lagu yang dikirimkan adalah orisinil, bukan plagiat dan bukan re-mix karya orang lain.
  7. Karya lagu yang dikirimkan belum pernah menang dalam lomba serupa.
  8. Tidak dalam ikatan kontrak dengan perusahaan rekaman manapun.
  9. Formulir dan persyaratan lengkap dapat diunduh di website kanal.kpk.go.id/saksi

PERSYARATAN KHUSUS

  1. Pendaftaran tidak dipungut biaya.
  2. Peserta wajib melampirkan foto copy identitas diri (KTP/SIM) terutama penanggung jawab jika peserta masih dibawah umur (belum 17 tahun).
  3. Karya lagu orisinil, bukan hasil plagiat atau saduran (re-mix), tidak mengandung SARA, dan belum pernah menang dalam kegiatan sejenis.
  4. Peserta wajib menandatangani formulir dan surat pernyataan yang bisa diunduh di http://www.kanal.kpk.go.id/saksi
  5. Panitia tidak bertanggungjawab atas kehilangan, kerusakan karya dan berkas yang dikirim oleh peserta.
  6. Karya lagu dikumpulkan dalam bentuk fisik (CD flashdisk) dalam format minimal MP3 - 320 kbps, disertai lirik lagu dalam format Ms. Word.
  7. Karya yang diikutsertakan dalam lomba memuat pesan AntiKorupsi yang kuat dan mengandung nilai-nilai, AntiKorupsi: Jujur, Peduli, Mandiri, Disiplin, Tanggung Jawab, Kerja keras, Sederhana, Berani, Adil.
  8. Harus mampu menginspirasi serta menggugah orang, baik secara pikiran, perasaan, perilaku untuk gerakan antikorupsi.
  9. Pengiriman karya lomba merupakan tanggung jawab dari peserta.
  10. Aransemen lagu bebas dengan durasi 2 - 5 menit.
  11. Karya yang dikirimkan menjadi milik panitia dan tidak dikembalikan lagi kepada peserta
  12. KPK berhak secara penuh untuk menggunakan, memproduksi, memperbanyak,dan mendistribusikan. hasil karya lomba yang masuk ke panitia, untuk kegiatan kampanye, pendidikan dan sosialisasi antikorupsi.
  13. Karya akan dinilai oleh Dewan Juri dan keputusan Dewan Juri bersifat mutlak, tidak dapat diganggu gugat.
  14. Batas waktu penerimaan pendaftaran dan karya lomba yang dikirim ke KPK adalah 15 Oktober 2018 pukul 18.00 WIB.
  15. Segala bentuk kecurangan akan didiskualifikasi dalam lomba.

Alur Penjurian

  1. Seluruh karya lagu yang masuk ke panitia akan dinilai oleh dewan juri dan diambil 9 karya lagu terbaik.
  2. 9 karya lagu yang lolos seleksi akan dihubungi oleh panitia pelaksana Festival Lagu SAKSI 2018 dan akan diumumkan pada tanggal 26 Oktober 2018 di http://www.kanal.kpk.go.id 
  3. 9 karya lagu yang lolos akan masuk babak voting untuk memperebutkan juara favorit
  4. 9 Peserta dengan karya lagu terbaik akan menuju babak Final dan dihadirkan ke Jakarta untuk tampil dalam Final Festival lagu SAKSI 2018.
  5. 9 Peserta yang masuk Final wajib membawakan lagu tersebut secara live di depan dewan juri
  6. Panitia akan menanggung seluruh biaya transportasi dan akomodasi dari 9 peserta terbaik yang akan tampil dalam Final Festival Lagu SAKSI 2018.
  7. Final Festival Lagu SAKSI 2018 akan dilaksanakan pada tanggal 30 November 2018, sekaligus dalam rangkaian peringatan Hari Anti Korupsi lnternasional (HAKORDIA) 2018.


SUMBER : http://kanal.kpk.go.id/saksi

Selasa, 21 Agustus 2018

Mendikbud Sampaikan Apresiasi kepada Guru Berpestasi Nasional

KOMPAS.com - Pengumuman pemenang dari beragam kategori pada pemilihan Guru dan Tenaga Kerja Kependidikan (GTK) Berprestasi dan Berdedikasi 2018 berlangsung di Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Jakarta, Rabu malam (15/8/18) .
Lomba terbagi untuk pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan membagi menjadi 39 kategori lomba, dan ditentukan pula juara I, II, dan III untuk semua kategori.
Mekanisme seleksi telah dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, kemudian tingkat nasional.
Malam itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy turut hadir dan menyerahkan penghargaan kepada 117 pemenang.

Para pemenang nantinya juga dapat hadir sidang bersama DPR dan DPD Republik Indonesia (RI) serta menyaksikan pidato kenegaraan Presiden RI 17 Agustus 2018 di gedung DPR.
Selain mengucapkan rasa terima kasih dan apresiasinya, Mendikbud pun menyampaikan pesan terkait masalah yang dihadapi pendidikan Indonesia kepada para peserta yang hadir. Salah satunya yaitu keteladanan.
“Jika guru tak bisa menjadi teladan, maka hilanglah jati diri pendidikan. Ruh pendidikan itu adalah keteladanan,” ujar Mendikbud.
Sebagai pendidik, guru dan tenaga kependidikan mempunyai peran yang sangat penting dan strategis, serta menjadi faktor utama keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, kualitas guru dan tenaga kependidikan sangat menentukan kualitas pembelajaran dalam rangka menumbuh kembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu peserta didik.
Tak hanya sisi akademis
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Supriano mengatakan, penilaian lomba tidak lagi hanya fokus pada kompetensi teknis dan akademis, melainkan juga meliputi soft skill yang mencakup kompetensi sosial.
"Peserta diuji kemampuannya bekerja sama, berkomunikasi, pemecahan masalah, dan literasi digital," kata Supriano, Rabu malam.
Kemudian, para peserta juga diuji kedalaman pemahamannya terkait nasionalisme dan cinta tanah air, yang dikemas dalam bentuk aktivitas permainan maupun tugas proyek kelompok.
Sebagian guru dan tenaga kependidikan yang hadir pada malam pengumuman pemenang acara Guru dan Tenaga Kerja Kependidikan (GTK) Berprestasi dan Berdedikasi 2018, Rabu (15/8/18) di Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Jakarta.
Sebagian guru dan tenaga kependidikan yang hadir pada malam pengumuman pemenang acara Guru dan Tenaga Kerja Kependidikan (GTK) Berprestasi dan Berdedikasi 2018, Rabu (15/8/18) di Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Jakarta.(KOMPAS.com/Auzi Amazia)
Tahun ini, sistem pemberkasan dilakukan secara paperless. Penjurian dilakukan oleh para profesional dari berbagai unsur, seperti perguruan tinggi, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perpustakaan Nasional, serta praktisi dari industri.
"Profesi guru dan tenaga kependidikan akan selalu ada dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka dari itu, peningkatan kemampuan profesionalisme GTK mutlak dilakukan," lanjut Supriano.
Pemilihan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional Tahun 2018 diselenggarakan mulai 11-18 Agustus 2018.
Ajang tahunan bergengsi ini diikuti 908 orang GTK, yang terdiri dari unsur guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan tenaga kependidikan, yang merupakan perwakilan dari 34 provinsi.

Kamis, 16 Agustus 2018

Sejarah Perkembangan Kota Sukabumi

Kota Sukabumi memiliki perkembangan sejarah panjang yang menarik. Wilayah yang kini sudah berkembang dengan segala persoalannya ini telah melewati labirin waktu yang berliku. Dalam sejarah yang membentang selama ribuan tahun, Kota Sukabumi seolah menjadi laboratorium kehidupan, dimana setiap zaman dan generasinya telah mewariskan pergulatan kisah dan persoalan yang bisa kita ambil hikmah. Berbicara tentang Sejarah Perkembangan Kota Sukabumi harus diawali dengan memaknai kembali istilah kota.
Makna Kota sebenarnya tak sekedar kesatuan administratif belaka, kota adalah tempat tinggal dengan segala infrastrukturnya, kota adalah pusat dari berbagai jaringan/network mulai dari pemerintahan, pasar, pendidikan, kesehatan dan sebagainya, sehingga jika kita berbicara kelahiran Kota Sukabumi sebagai pusat jaringan kehidupan masyarakat, maka kota bukan berawal dari penetapan pemerintah, tetapi jauh dari itu kota sudah ada sejak menjadi pusat dari berbagai jaringan.
Wilayah administratif Kota Sukabumi yang kita tinggali secara luasan bukanlah bekas wilayah gemeente Soekaboemi, tetapi bekas distrik (Kawedanaan) Soekaboemi yang didalamnya ada onderdistrik (Kecamantan) Sukabumi atau sebelumnya disebut distrik Goenoeng Parang yang ditetapkan tahun 1776.
Perbatasannya lebih luas dari wilayah kota sekarang, perbatasan barat di Cimahi, perbatasan utara di Perbawati, perbatasan selatan di Wangunreja dan perbatasan timur di Cimangkok. Tahun 1882 distrik Gunung Parang ini terbagi dalam 3 onder distrik yaitu Sukabumi, Sukaraja dan Baros, kemudian tahun 1913 distrik Gunung Parang berubah nama menjadi distrik Sukabumi dengan onderdistrik Sukaraja, Baros dan Cisaat, sementara Kota Sukabumi dipersiapkan sebagai gemeente (Firmansyah:2017). 
Saat ini kita mengenal batas wilayah dengan batas alam seperti sungai, bukit, gunung dan lain-lain, namun pada masa lampau terutama jaman Megalitikum, wilayah entitas ini ditandai dengan Menhir yang diinterpretasikan sebagai perkawinan langit dan bumi yang memungkinkan tempat tinggal manusia bisa dibangun. Konon keberadaan menhir memberi petunjuk kepada orang asing bahwa wilayah sekitarnya telah menjadi wilayah bertuan (Wiryomartono;1995). Dalam skup lebih kecil terutama saat menandai pembukaan sebuah kampung, budaya ini disebut ungkal biang (semacam peletakan batu pertama).
Jika kita mencoba memetakan batas entitas ini di masa Megalitikum, maka terdapat kesamaan relatif dengan batas wilayah distrik Soekaboemi. Bisa kita temukan sebelah barat ada peninggalan Menhir Batu Kabayan di Cisaat, kemudian di sebelah timur ada Menhir di Kampung Tugu Sukaraja, di sebelah selatan ada kampung Tugu di Baros meskipun menhirnya belum ditemukan tapi secara toponimi menunjukan keberadaan Menhir disitu, di sebelah utara belum ditemukan Menhir sejenis, namun kita bisa menduga bahwa wilayah ini sudah dihuni dan ditandai sejak masa lampau.
Mereka berkumpul dekat sungai-sungai mengaliri tanah yang subur terbentang dari Cisaat hingga Sukaraja. Kesuburan wilayah ini menurut Jan Casper Philips karena Gunung Parang terbentuk dari lahar yang dihasilkan ledakan perut bumi Gunung Gede. Air merupakan prasarat utama sebuah kota, bahkan kota peradaban di dunia biasanya ada di sekitar sungai yang menyediakan air untuk kehidupan.
Pada awalnya batu mendominasi hasil budaya manusia disini, kemudian masuknya pendatang dari Yunan mengenalkan budaya serta citarasa baru yaitu logam dan juga perhiasan. Dalam catatan NJ Krom tahun 1904 di Kota Sukabumi ditemukan sebuah patung perunggu Amoghapaca dengan prasasti dari raja Kartanegara dan sebuah gagang cermin berisi prasasti, benda-benda ini dimiliki Dr. Widerhold.
Masuknya para pendatang ini juga memunculkan peradaban baru yaitu terbentuknya sistem administrasi kerajaan. di Rawa Uncal Sudajaya ditemukan senjata kebesaran dari perunggu yang menunjukan adanya kerajaan dengan pasukannya. Seiring kedatangan para pendatang dari India terutama kedatangan duta keliling Dewawarman sebagai tonggak, muncullah tata pemerintahan di Tatar Sunda yang ditandai oleh munculnya Kerajaan Salakanagara dimana Sukabumi masuk menjadi bagian mandala Tanjung Kidul.
Tak ada informasi mengenai kondisi Sukabumi pada masa ini, namun di masa kerajaan Tarumanegara Raja Suryawarman dan iring-iringannya, sekitar tahun 526 M, memasuki wilayah Sukabumi untuk menuju Kendan (Nagreg) yang dihadiahkan kepada Resi Manikmaya. Sementara pada masa kerajaan Sunda sebuah prasasti bertahun 1030 M, di Cibadak beberapa kilometer arah barat Kota Sukabumi menjadi pintu masuk terkuaknya sejarah Sunda. Sejarah yang mengurai kisah yang rumit antara raja-raja Sunda dan raja Jawa, Bali bahkan Sumatera. 
Munculnya kerajaan Pajajaran dengan tokoh Prabu Siliwangi yang memenuhi kisah-kisah sejarah di seantero Jawa Barat termasuk di wilayah Kota Sukabumi. Terdapat dua tempat yang konon menjadi persinggahannya yaitu Kutawesi (Kampung Kuta) dan Kutamaneuh (Gunung Guruh). Mitos-mitos tentang Prabu Siliwangi sering muncul disitu. Nama kampung Kuta (Kutawesi) masih terekam dalam peta Belanda tahun 1898 yang menunjukkan Kampung Kuta dikelilingi lima kampung Benteng dari beberapa arah, seolah menegaskan konsep kota kuno yang di kelilingi benteng (city wall).
Jikalau dugaan keberadaan Kota Benteng ini benar, maka dimungkinkan kota ini hancur saat serangan Banten ke timur pakuan. Pasca buraknya Pajajaran, pelarian dari Pakuan ke wilayah Sukabumi terbagi dua, pertama masyarakat biasa yang mengungsi ke selatan sekitar pelabuhanratu dan hutan halimun, kedua para pembesar dan prajurit lari ke arah Kota Sukabumi sekarang, Cikembar dan Jampang.
Keberadaan kuburan Mbah Terong Peot, Kandaga Lante yang bertugas membawa mahkota Binokasih ke Sumedanglarang,  di Dayeuhluhur seolah menjadi bukti tentang keberadaan para prajurit ini. Gerhardus Heinrich Nagel dalam buku Schetsen uit mijne Javaansche portefeuille 1828 menyebutkan bahwa nama Gunung Parang bukan berasal dari perkakas parang tetapi berasal dari tempat yang menjadi ajang Perang (Gunung Perang).
Jika dikaitkan dengan kemunculan wilayah Gunung Guruh di era awal kolonial (Kunjungan Scipio 1687), maka dimungkinkan masyarakat Kota Sukabumi (Kutawesi) yang diserang pasukan Banten mengungsi ke wilayah Gunung Guruh (Kutamaneuh) sehingga wilayah Kota Sukabumi kosong. Kondisi ini berangsur-angsur pulih, masyarakat kembali menghuni wilayah Kota Sukabumi pasca dibukanya Babakan Gunung Parang oleh Wangsa Suta.
Kisah Legenda pada masa imperium Mataram ini seolah terlegitimasi dengan keterangan dalam kisah Volks en Volkunde tentang kisah Demang Kartala masa Mataram sebagai cutak Mangkalaya yang berkedudukan di Dayeuhluhur. Bahkan sebagian masyarakat mempercayai sebuah makam di kampung kuta yang disebut Bayah Suta sebagai makam pendiri babakan Gunung Parang bernama Embah Jaya Suta.
Pada masa Mataram hingga kolonial berdatanganlah para pendakwah Islam sehingga banyak peninggalan-peninggalan makam kuno di Kota Sukabumi baik pelarian pasukan mataram ataupu pendakwah khusus dari Cirebon dan Banten diantaranya Mama Sanyur, Syekh Mursyi, Eyang Kutawesi, Adipati Mataram, Jaya Suta, Saofidin Al Matromy, Eyang Bale Rante, Mbah Jayaprana, Eyang Kuning, Mbah Kumpul, Aliyin Aliyudin, Mama Jupri, Eyang Dalem Sakti dan Dalem Suryadiningrat.
Kedatangan bangsa Eropa yang merubah misi dagang menjadi penguasaan wilayah, menyebabkan kemunduran Mataram. Secara resmi wilayah selatan Gunung Gede hingga Basisir Kidul dikuasai maskapai dagang (VOC) pada tahun 1677, meskipun faktanya baru sepuluh tahun kemudian seorang sersan VOC (Scipio) dan Letnan Tanudjiwa (pendiri Kampung Baru Bogor) melakukan ekspedisi ke Gunung Guruh pada tahun 1687. Kemudian Gunung Parang dijadikan perkebunan tanaman komoditas Internasional yang cukup berhasil sehingga Gunung Parang menjadi sebuah distrik pada tahun 1776.
Perilaku Korup pejabat VOC akhirnya menyebabkan kekuasaan beralih ke tangan Perancis karena negeri Belanda dikuasai Perancis. Upaya VOC memindahkan sisa kekuatannya ke Pelabuhanratu berakhir sia-sia karena Daendels datang dan mengurusi administrasi dengan tangan besi. Masa Daendels merupakan tonggak masuknya kelompok kecil orang Tionghoa ke Kota Sukabumi untuk dijadikan pekerja perkebunan (Tan:1957).
Namun kemudian kekuasaan beralih ke tangan Inggris pasca serangan besar-besaran. Penyerangan yang menyebabkan Inggris hampir bangkrut itu akhirnya memberikan Ide Raffles sebagai penguasa baru untuk menjual beberapa wilayah-wilayah di Jawa kepada Swasta termasuk Sukabumi yang dijual kepada Andries De Wilde pada tahun 1813.
Penjualan inilah yang pada akhirnya mengangkat nama Sukabumi kepada khalayak pasca ditetapkannya nama yang diajukan para kokolot oleh Andries de Wilde dan dicantumkan dalam seluruh laporannya. Lambat laun para traveller yang datang ke Sukabumi serta para pejabat seperti Raffles, Joseph Arnold, Reindwardt mulai menggunakan nama Sukabumi selain Gunung Parang. 
Melalui pengelolaan perkebunan yang berhasil, Cikole yang sebagai tempat tinggal Andries De Wilde menjadi pusat pengumpulan hasil perkebunan mulai dari kopi, padi, pala, lada dan Tarum/nila. Gudang-gudang kopi berjejer di sekitar jalan yang masih disebut jalan Gudang hingga sekarang. Menurut keterangan para traveller saat itu di Sukabumi sudah ada fasilitas berupa pemandian air panas dan homestay, ada juga forum pertemuan para petani yang rutin bulanan di rumah Wilde (sekarang SD kehidupan baru).
Urusan wakaf mesjid juga dibahas para imam termasuk pengiriman imam ke Mekkah untuk beribadah haji, wakaf yang dilakukan diantaranya mesjid Agung sekarang dan sebuah mesjid di Rambay. Urusan perawatan jalan menjadi perhatian Wilde, infrastruktur jalan untuk distribusi kopi diperbaiki dan membuat saluran irigasi. Status Sukabumi sebagai Vrijeland memberi keleluasaan Wilde untuk mengelola sendiri tanpa campur tangan Bupati Cianjur.
Jika ada traveller datang maka Wilde yang ditemui di Sukabumi bukan bupati Cianjur. Wilde juga melakukan Budidaya keledai dan kuda untuk kuda militer. Tahun 1821 Wilde membudidayakan Kerbau, Sapi dan Banteng, dan sapinya dikenal Sapi terbersih (Wilde:1830). Mulailah muncul urbanisasi dimana masyarakat kampung-kampung sekitar memasuki area Gunung Parang untuk mendapatkan pekerjaan ataupun untuk berdagang, ada pola baru berupa kompensasi/upah pada masa ini yang diimplementasikan Raffles.
Mulailah embrio fungsi kota terbentuk meskipun secara fisik hanya berupa kampung. Dalam skup kecil inilah kota awal secara sosial terbentuk, karena pusat administrasi Vrijeland ada disini. Ibarat kelahiran manusia yang diberi nama, kota tidak langsung lahir sebagai kota dewasa tetapi lahir dalam bentuk kecil namun memenuhi syarat kota sebagai jaringan dintaranya ketersedian air, surplus pangan, dan infrastruktur jalan (Horton dan Hunt:1990), yang dilegitimasi dengan nama bayi "Soeka Boemie" yang diusulkan masyarakat.
Beralihnya kekuasaan kepada pemerintah Hindia Belanda menjadikan wilayah Sukabumi masuk kembali kepada sistem Tanam paksa yang dicanangkan Van Den Bosch pada tahun 1830. Sebagian masyarakat lari ke selatan sehingga sebagian wilayah kota ada yang kosong (tarikolot), budaya tipar juga ditinggalkan dan tinggal nama kampungnya. Disisi lain nama Sukabumi semakin bersinar karena banyak orang-orang besar yang berkunjung ke Kota Sukabumi dan menyebut tempat ini sebagai town atau kota kecil (Basil:1893).
Meskipun secara administratif hanya berupa hoofdplaats (bale desa) sebagai ibukota distrik Gunung Parang, Sukabumi situasinya sudah seperti standar kota, sudah dibangun dengan pagar batu putih di kedua sisi jalan yang menghiasi hampir di sepanjang jalan. Saat itu di Sukabumi sudah ada yang berjualan bir, harga satu botol bir di Sukabumi lima gulden, dan transportasi utama dengan menggunakan kuda (Crockewitt:1866).
Dalam catatan resmi pemerintah juga menyebut Sukabumi sebagai Kutta. Misalnya dalam laporan polisi pada 1 November 1865 di Sukabumi, disebutkan sebagai berikut: “Dipersembahkan dengan segala hormat kehadapan Padoeka Toewan Direkteur PF Wegener, jang termadjelis di Kotta Soekaboemi (Steebrink:1988).
Lambat laun sesuai keperluan dan tonggak dihapuskannya tanam paksa maka Sukabumi dipisahkan secara Afdeling dari Cianjur dan menjadikan Kota Sukabumi sekarang menjadi Ibukota Afdeling. Perubahan ini tidak merubah status Sukabumi yang berada di bawah Kabupaten (Regentschap) Cianjur. Penataan ini juga menyambut era baru perkebunan swasta yang memerlukan tempat administrasi sekaligus tempat hiburan yang dekat. Mulailah dibangun kota kolonial awal berupa pencampuran konsep tata kota tradisional dan kolonial yang dikembangkan ahli Geografi Hp. H. Th Witkamp (Wartheim:1958).
Alun-alun menjadi pusat dengan pohon beringinnya, kemudian di selatan rumah asisten residen dan patih di sebelah timur tidak jauh dari alun-alun, sebelah barat mesjid, sebelah utara tempat hiburan bangsa Belanda dan sebelah timur tempat tinggal orang Eropa atau Tangsi militer/polisi. Dibangunlah bangunan fungsional seperti Pendopo, Penjara, Pengadilan, Mesjid Agung, Kantor Polisi bahkan penataan Alun-alun yang kemudian dipecah dengan Victoria Park yang sekarang menjadi Lapang Merdeka. Dibangun pula Kantor dan rumah Asisten Residen, kantor dan rumah Patih, selain itu kantor untuk controleur, politieopziener 1e klasse, dan bangunan lainnya. 
Tak lama kemudian dibangunlah jalur kereta api yang memicu distribusi barang dan manusia dengan mudah dan cepat sehingga semakin banyak orang eropa dan lokal yang berbondong-bondong ke Sukabumi dan menjadi titik perkembangan selanjutnya yaitu Desentralisasi. Masuklah orang Tionghoa dalam jumlah besar yang awalnya hanya pekerja rel kereta api yang tinggal di bedeng-bedeng sekitar stasiun. Sungai-sungai dan selokan yang banyak melintas dibuat gorong-gorong dan ditimbun. Para pelancong lebih banyak berdatangan hingga para bangsawan Eropa seperti Arthur Earle, Frank G. Carpenter, Eliza Ruhamah Scidmore, FS Kelly, George Roshenshine, William Worsfoldm Frans Ferdinand, Arthur C. Bicknell, Raja Chulalangkorn, AG Voderman, Clockener Brouson Frans Bernard, Edmond Eduard, Pangeran George II, dan Nicholas II.
Orang-orang Eropa juga menginginkan sebuah tempat yang bisa mereka untuk kongkow-kongkow dan dibangun Societeit Soekamanah yaitu Gedung Juang. Orang-orang kaya Eropa pemilik perkebunan di Sukabumi sangat dihormati, bahkan di Bandung disediakan reservasi khusus untuk mereka. Jika mereka mau belanja disebut naar boven yaitu naik ke Bandung.
Sementara orang Batavia kalo mau rekreasi disebut naar boveden alias turun ke Sukabumi bukan ke Bogor. Restoran dan toko coklat terbaik seperti Schuttavaer yang pernah dikunjungi Pakubuwono X serta raja Thailand juga tersedia disini. Pembangunan hotel Ploem, hotel Victoria. Hotel Selabintana mengantisipasi melonjaknya pengunjung kesini. Hotel Victoria jadi langganan Gubernur Jendral ada waktu weekend diantaranya O Van Rees (1884-1888) dan Pijnacker Hordijk (1888-1893). Bahkan saat Raja Thailand berkunjung ke Sukabumi semua hotel penuh hingga dia menginap di rumah seorang asisten residen. Dibangun pula Kantor dan Fasilitas umum seperti Kantor telepon dan telegraf, Pemakaman Umum Kerkhof, Klenteng, Gereja, Mesjid Agung. 
Era ini ditandai pula dengan pembangunan fisik dan non fisik akibat politik etisch, munculnya sekolah-sekolah seiring munculnya cendekia dan orang profesional, Muncul orang-orang terdidik yang jadi penulis seperti Charles Du Pont, Rie Cramer ilustrator, ada pula pesepakbola Belanda G Mundt, Ahli Ekonomi dunia Gonggrijp yang disetarakan dengan Adam Smith. Kemudian dibangun irigasi dibuktikan dengan banyaknya talang air di Sukabumi pada masa lalu untuk mengalirkan air dari utara ke selatan.
Transmigrasi juga dicanangkan oleh Asisten Residen Sukabumi sehingga ada banyak nama tempat Sukabumi di Sumatera, bahkan orang Sukabumi banyak yang dikirim ke Suriname sebagai kuli kontrak. Selain itu di Kaledonia ada Taman yang dinamai oleh nama orang Sukabumi yaitu Taman Mohammad Kasim. Kota ditata berdasarkan suku bangsa Eropa dan Indo, Tionghoa dan Pribumi yang disebut politik segregasi. Masyarakat pribumi saat itu yang mayoritas Islam kemudian dianggap sebagai radikal dalam beberapa laporan, disisi lain masyarakat Eropa sangat leluasa bahkan muncul pula gerakan Freemasonry "De Hoeksteen" yang disebut masyarakat saat itu sebagai pemuja setan.
Orang Eropa semakin banyak dan mereka merasa Kota Sukabumi tidak seperti di Eropa yang tertata baik, untuk pembangunan saja harus minta persetujuan panjang hingga ke Gubernur Jendral. Inilah tonggak awal pengaturan administratif secara langsung oleh pemerintah kolonial. Aspirasi ini kemudian berkembang sehingga diputuskan status Gemeente Soekaboemi pada 1 April 1914 yang dijadikan hari lahir Kota Sukabumi.
Gemeente ini disebut sebagai Kota Eksklusif karena orang Eropa tidak mau di bawahi patih maupun Bupati lokal, bahkan disebut juga sebagai European Enclaves (Kantung Eropa) karena menjadi hunian para orang Eropa yang independen dari kekuasaan Bupati Lokal. Jika melihat perspektif hukum Tata Negara, maka Kota Sukabumi lebih dulu lahir dari pada Kabupaten Sukabumi karena lahir dari rahim Kabupaten Cianjur bukan dari Kabupaten Sukabumi yang baru ada sejak tahun 1921. Pasca menjadi gemeente inilah terjadi pembangunan besar-besaran dibawah Asisten residen yang yang disebut Soekaboemi Vooruit (Sukabumi melangkah).
Pembangunan ini melibatkan arsitek-arsitek tersohor di nusantara seperti Thomas Karsten, Aalbers, Ghijsels, Maclaine Pont. Bangunan swasta bermunculan seperti Gedung Bouw Mij (Capitol), Kantor Pos, Kantor telepon, Bioskop, Pom Bensin, Pabrik es sari petodjo, apotik gedeh, Machine Fabriek. Kemudian elektrifasi kota, pengadaan air ledeng, Pembangunan Rumah sakit Gemeente, pemasangan lampu jalan, relokasi pemukiman Tionghoa dari sekitar stasiun ke sekitar gang peda dan gang tek wat, perbaikan jalan, perbaikan gorong-gorong drainase, renovasi bangunan gewapende politie (cikal bakal sekolah polisi) dan lain-lain.
Pasca diangkat Rambounet sebagai Burgemeester, kemudian dibangun Gedung Balaikota (Stadhuis) dari bekas rumah Koh Ek tong. Pasar dimodernkan dengan gerbang indah. Gorong-gorong ditambah untuk antisipasi banjir, muncul banyak hotel dan termasuk tempat hiduran, golf, pacuan kuda hingga kolam renang seperti Hotel, Wanasari, Broderij Cramer, Prana, Hotel Pensiun dan lain-lain. 
Secara adminsitratif pada tahun 1935 Kota Sukabumi dibagi menjadi wilayah utara dan selatan (Wijk A dan Wijk B). Masa ini juga ditandai dengan dikenalnya Sanatorium Selabatu sebagai tujuan wisata medis (medical tourism) seasia tenggara dan menjadi tujuan berobat orang-orang Malaysia dan Singapura. Sekolah pertanian juga menjadi tujuan anak-anak para pejabat dan bangsawan nusantara untuk belajar, bahkan bibit teh terbaik dihasilkan dari sekolah ini dan diekspor ke perkebunan-perkebunan se Asia Tenggara.
Industri Penerbangan nusantara berawal dari Kota ini juga dengan percobaan pesawat dari bambu dan kulit sapi oleh Mr Onen. Kelompok Catur (Schaakclub) juga sempat berkembang baik sehingga seorang Grandmaster belanda yang jadi juara dunia yaitu Dr. Max Euwe berkunjung ke Kota Sukabumi pada bulan September 1930, selain itu ada kunjungan juga dari Grandmaster dan juara catur keempat yaitu Alexander Alekhine pada tahun 1933. Sekolah-sekolah lain juga berkembang seperti Sekolah Sekolah Eropa, Tionghoa dan Pribumi.
Dalam bidang industri produk kayu kibodas menjadi produk home kit yang dipakai di Boven Digoel dan beberapa negara Eropa. Selain perkembangan fisik, Kota Sukabumi juga menjadi tempat Pembuangan para Pejuang nasional diantaranya Karanjalemba, Paralente dan Mahasuri dari Sulawesi Tengah, kemudian Ayahnya Buya Hamka (Haji Rasul), Dr. Tjipto Mangunkusumo, Bung Hatta dan Syahrir. 
Perang pasifik pecah sesudah kegagalan perundingan di Selabintana antara Van Mook dan Kobajashi bulan September 1941. Saat Jepang masuk ke Kota Sukabumi (disebut Shi Soekaboemi) banyak bangunan-bangunan dihancurkan oleh serangan pesawat tempur Jepang. Kondisi Kota menjadi merosot karena situasi peperangan antara Jepang dan Sekutu, bahkan sempat terjadi kekacauan di Kota.
Desa Citamiang berdasarkan Bogor-Syurei tanggal 15 Nopember 1942 No. 1 dimasukkan ke dalam wilayah Shi Sukabumi. Penentangan Mr. Sjamsoedin terhadap kebijakan Jeopang dalam Chuo Sangi In ternyata menyebabkan dirinya diangkat sebagai Walikota Sukabumi. Situasi Kota labat laun teratur, kendaraan sempat tak beroperasi kemudian beroperasi kembali seperti De Zonen dengan jurusan pelabuhanratu dan Tan Lux dengan jurusan Jampang. Kota Sibuk mengurusi urusan dukungan perang yang menyengsarakan masyarakat mulai dari gerakan POETRA yang dicetuskan empat serangkai (Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansyur) di Hotel Selabintana Desember 1942.
Warga Sukabumi dikirim sebagai Romusha ke Rumpin, Banten selatan dan para wanita dijadikan Jugun Ianfu. Pembangunan nyaris tidak ada hanya pembanguan Lapangan Inada tahun 1943 yang kemudian hari menjadi lapang danalaga untuk kebutuhan olahraga. Semua pengusaha diikat dalam asosiasi-asosiasi yang ujungnya diminta membantu Jepang dalam peperangan. Bioskop menjadi alat propaganda, termasuk layar tancap di alun-alun Sukabumi, bahkan ulama dikumpulkan di Pendopo Sukabumi untuk mendukung Jepang. Namun sisi positifnya Jepang mengajarkan bentuk kedisiplinan militer, serta melatih para pemuda kemiliteran yang dikemudian hari sangat berguna ketika mempertahankan kemerdekaan.  
Pasca kekalahan Jepang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan 17 Agustus 1945, masyarakat Sukabumi berkumpul di lapang Victoria (sekarang lapang merdeka) pada tanggal 1 Oktober 1945. Rakyat bergerak melakukan pengambilalihan kekuasaan, baik milik pemerintah maupun milik swasta. Perebutan kekuasaan ini  menjalar ke Kabupaten termasuk mengganti pimpinan-pimpinan wilayah. Untuk Walikota Sukabumi ditetapkan Mr. Syamsudin yang juga Walikota di masa Jepang. Semua masyarakat terlibat termasuk para lulusan sekolah tentara Pembela Tanah Air.
Saat Pasukan Sekutu melewati Sukabumi dengan melanggar perjanjian, seorang pemuda lulusan PETA bernama Edi Sukardi memimpin perang Konvoi hingga dua kali mencegat tentara Sekutu. Pertempuran di kota juga terjadi seperti di Degung, sekitar alun-alun, Nangeleng dan Baros, sebagian pejuang bermarkas di Cipelang dan Kerkof. Belanda kemudian melakukan agresi bulan Juli 1947 dan menguasai kota sehingga ibukota pindah ke Nyalindung sekaligus bersama para pejabat seperti Bupati, Kepala Polisi dan para pejuang.
Banyak masyarakat yang takut kemudian mengungsi keluar kota. Belanda memaksa para pejuang untuk hengkang dari wilayah Sukabumi melalui persetujuan Renville sehingga hampir semua pejuang hijrah ke Jawa Tengah dan Yogyakarta sebagai wilayah Republik. Sementara Belanda di Kota Sukabumi membuat pemerintahan versi NICA dan memasukan Sukabumi menjadi bagian negara Pasundan. Pasca kembali ke Sukabumi para pejuang terus bergerilya, termasuk seorang tentara belanda yang membelot bernama Princen mengacau di Baros, Cisaat, Sukaraja dan Gandasoli.
Masyarakat Sukabumi mempunyai nasionalisme yang tinggi, para ibu-ibu berkirim surat kepada Bung Karno menyatakaan kesetiaan kepada pihak republik dan akhirnya secara resmi pemerintah Kabupaten dan Kota Sukabumi meminta keluar dari negara Pasundan kemudian masuk ke negara Republik Indonesia yang menginspirasi wilayah lain untuk melakukan hal yang sama. Situasi ini akhirnya menjadi pemicu dibubarkannya negara Republik Indonesia Serikat dan menjadi negara Republik Indonesia. 
Sesudah Bangsa Indonesia secara penuh mendapatkan kemerdekaannya, kota Sukabumi ditetapkan sebagai Kota Kecil melalui Undang-Undang Republik Indonesia (Yogyakarta) No. 17 tahun 1950 yang meliputi wilayah "Stadsgemeente" Sukabumi dahulu yang dibagi Kecamatan utara dan Kecamatan selatan. Sementara wilayah Citamiang dikembalikan kepada kabupaten. Kota ini mulai mencoba melakukan pemulihan diantaranya sarana olahraga dibangun oleh Sekolah Polisi Negara berupa stadion sepakbola (sekaligus atletik) pada awal 1950-an (Aneka, Tahun ke III No.1 1 Maret 1952).
Tahun 1951 Walikota Afandi Kartajumena sudah mencanangkan program 5 tahun untuk modernisasi kota. Dilakukan pula pembenahan seperti Sekolah Polisi difungsikan kembali , Sekolah umum beroperasi kembali. Walikota berencana akan melakukan modernisasi besar-besaran pasca perang termasuk perbaikan beberapa bangunan yang hancur, namun rencana itu sepertinya tidak bisa terlaksana mengingat anggaran yang defisit serta gentingnya wilayah sekitar perbatasan Kota akibat Gerombolan DI/TII dan pasukan Bambu Runcing, Banyak warga Sukabumi pedalaman yang mengungsi ke saudaranya yang ada di Kota Sukabumi, warga kota enggan bepergian jauh karena takut, distribusi perdagangan juga mengalami hambatan bahkan transportasi hanya ada sampai jam 6 sore.
Pada tahun 1952 Walikota Sukabumi Raden Soebandi Prawiranata sempat melakukan modernisasi pasar-pasar dan stasiun bus, dibangun pula Balai Pengobatan. Selain itu dilakukan perbaikan alun-alun, taman, bangunan untuk pedagang, water reservoir untuk keperluan air minum (Pikiran Rakjat 5 Juli 1952). Bioskop dan pasar malam mulai ramai. Namun DI/TII terus membuat kecemasan dengan mengacau jalur transportasi termasuk membajak kereta api, membakar rumah, membunuh dan merampok toko sehingga Bung Karno berpidato di lapang Merdeka mengajak masyarakat untuk setia kepada pemerintah.
Pembangunan sangat lamban dan tertatih, pada bulan oktober 1955 Pemerintah bekerjasama dengan sebuah yayasan sempat membangun 81 rumah yang dapat dicicil selama 10 tahun.  Disisi lain ada tokoh-tokoh dari Sukabumi yang berkiprah dalam politik nasional seperti seorang Tionghoa Sukabumi yang menjadi mentri kesehatan pada masa kabinet Ali Sostroamidjojo bernama Lie Kiat Teng yang menjadi mualaf dengan nama Muhammad Ali.
Pada tahun 1959 status Kota Kecil Sukabumi berubah menjadi Status Kotapraja dengan menambah desa Citamiang yang dimasukan kembali menjadi bagian Kota Sukabumi. Seiring perkembangan situasi nasional, di kota Sukabumi terjadi nasionalisasi aset-aset milik warga Belanda diantaranya Pabrik Es Sari Petodjo, Apotik Gedeh (sekarang Kimia Farma), Mineraal fabriek, GEBEO (PLN). Para pegawai berbangsa Belanda banyak yang kembali ke negri asalnya.
Pada tahun 1961, wilayah administratif Kota Sukabumi dirubah menjadi terdiri dari Kecamatan Kota Sukabumi Utara, Kota Sukabumi Selatan, Kota Sukabumi timur dan Kecamatan Kota Sukabumi Barat. Muncul tokoh-tokoh terkenal seperti pebalap sepeda nasional yang menjuarai beberapa kejuaraan internasional, Hendrick Brock dari gang rawasalak. Kemudian Lely Sampoerno seorang guru SD Mardi Yuana menjadi penembak wanita pertama dalam Asian games. Muncul pula seorang komposer lagu anak-anak Saridjah Niung yang lahir di Sukabumi.
Kemudian atlit anggar wanita dri Kota Sukabumi yang dijuluki Zorro Indonesia yaitu Zus Undapp menjuarai beberapa event Internasional. Namun perkembangan Kota Sukabumi sempat tercabik dengan peristiwa Kerusuhan Mei1963 dimana pasar dibakar, dan bangunan dan toko milik etnis tertentu dihancurkan akibat gesekan sosial. Masa ini juga merupakan saat genting akibat gerakan komunisme. Tokoh Masyumi Buya Hamka ditahan di sekolah polisi Sukabumi, kemudian dalam mahmilub ditemukan surat-surat Sudisman (anggota cc PKI) beserta denah (Plattegrond) Sekolah Polisi Sukabumi dalam arsip SBKP (Serikat Buruh Kementrian Pertahanan), faktanya pecah pemberontakan G/30/S/PKI di Jakarta (Notosusanto:1965).
Melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 1965, Sukabumi dijadikan sebagai Kotamadya dan dikepalai Walikota. Pasca kegagalan Gestapu muncul sentimen anti  PKI yang berujung pada gerakan massa menangkapi tokoh-tokoh yang diduga terlibat dengan gerakan komunis. Beberapa pentolan komunis seperti Sumiyarsih yang dijuluki Dokter Lubang Buaya tertangkap di Kadudampit. Imbasnya beberapa aset milik etnis tertentu yang diduga bersimpati terhadap PKI, diambil alih massa. Peristiwa ini dianggap sebagi tonggak berakhirnya orde lama dan memasuki era orde baru.
Konsolidasi di era orde baru di Kota Sukabumi dimulai dengan membekukan gerakan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) dalam munaslub KAPPI di jalan Veteran bulan Januari 1971 dan diganti dengan pendirian OSIS (Organisasi Intra Sekolah) se Indonesia di Kota Sukabumi. Situasi masih sedikit beriak dengan kasus pembunuhan seorang mahasiswa ITB yang menyebabkan demo mahasiswa disekitar Akpol Sukabumi.
Kota Sukabumi terus berkembang, dibidang olahraga Perkumpulan sepak bola PERSSI sempat berkembang, bahkan Wasit berlisensi FIFA pertama di Indonesia, Kosasih Kartadiredja adalah orang Sukabumi. Dari bidang musik muncul muisi-musisi seperti Farid Hardja, Mickey Merkelbach, Country Jack, Endar Pradesa dll. Kota Sukabumi kemudian berubah menjadi Kotamadya Daerah TK II Sukabumi melalui Undang-undang No. 5 Tahun 1974. Menjelang era baru reformasi selanjutnya Kota Sukabumi dijadikan sebagai Kotamadya dan dikepalai Walikota Kemudian berdasarkan PP Nomor 33 Tahun 1995 tentang perubahan Wilayah DT II Kotamadya Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi.
Sejak tahun 1996 terjadi perubahan nama kecamatan di Kota Sukabumi: Kecamatan Kota Sukabumi Utara diubah namanya menjadi Kecamatan Gunung Puyuh Kemudian Kecamatan Kota Sukabumi Timur diubah namanya menjadi Kecamatan Cikole Kecamatan Kota Sukabumi Selatan diubah namanya menjadi Kecamatan Citamiang Kemudian Kecamatan Kota Sukabumi Barat diubah namanya menjadi Kecamatan Warudoyong. Kecamatan Baros dengan sebelumnya masuk wilayah Kabupaten kemudian dimasukkan ke wilayah Kota Sukabumi. Selanjutnya berdasarkan PERDA Kota Sukabumi No. 15 Tahun 2000, wilayah Kota Sukabumi menjadi 7 kecamatan dan 33 kelurahan.
Dengan PERDA tersebut Kecamatan Baros dipecah menjadi 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Baros, Kecamatan Cibeureum dan Kecamatan Lembursitu. Dan terakhir melalui UU No 32 Tahun 2003 Kota Sukabumi dinaikan levelnya menjadi Kota. Wilayah administratif Kota ini secara umum lebih mewakili distrik Sukabumi dimasa lalu dimana batas-batas kuno sudah ditancapkan oleh pendahulu kita dimasa lampau. Setiap peristiwa yang berlangsung dalam perkembangan kota ini pada akhirnya bisa kita ambil hikmah untuk menatap masa depan dengan menghindari setiap peristiwa pedih yang pernah terjadi dan menjadikan inspirasi setiap peristiwa mengagumkan dimasa lalu, untuk masa depan Kota Sukabumi yang Lebih baik.
Sumber : https://sukabumiupdate.com/