Jumat, 30 November 2018

TING X 2018: Inovasi dalam Pendidikan untuk Indonesia 4.0

Bertepatan dengan memperingati Hari Guru Nasional, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka (FKIP-UT) mengadakan Temu Ilmiah Nasional Guru (TING) X pada tanggal 24-25 November 2018 di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC). Sudah satu windu acara ini diselenggarakan secara rutin guna memfasilitasi para peserta untuk berbagi pengalaman tentang pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan ilmu dan teknologi saat ini. Kali ini, tema yang diangkat adalah “Innovations in Education for The Indonesia 4.0”. Tema ini sangat penting untuk pendidik dalam mempersiapkan anak bangsa guna meningkatkan keterampilan dan pemanfaatan revolusi industri 4.0 dalam kehidupan. Seorang guru adalah fasilitator yang mendorong anak bangsa untuk memanfaatkan era revolusi industri 4.0 secara bijak.
Kegiatan tanggal 24 November 2018 berupa workshop dengan pemateri dari Microsoft, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Kemudian, acara resmi dibuka oleh Rektor UT Prof. Ojat Darojat, M.Bus. Ph.D pada tanggal 25 November 2018. Ia berpesan agar para pendidik mampu membangun kerangka pikir, menghimpun gagasan dan pengalaman, melakukan refleksi dan praksis. Hal ini sejalan dengan misi mencerdaskan kehidupan bangsa melalui satu sistem pendidikan nasional. Ketua Pelaksana TING X Dra. Johanna Benyamina Sophia Pantow, M.AppL. menyampaikan harapannya agar TING X menjadi wadah yang memperkaya guru dalam mengembangkan berbagai keterampilan anak bangsa menjadi orang-orang yang inovatif.
Diskusi panel melibatkan tiga narasumber yaitu Dr. Airil Haimi Mohd Adnan dari Universiti Teknologi Mara Malaysia; Assoc. Prof. Meg M. Lu dari National University of Tainan; dan Ferro Ferizka Aryananda, S.T., M.Sc., MBA., dari Sr. Program Lead-Asia Pasific & Japan Microsoft Corp yang dimoderatori oleh Lidwina Sri Ardiasih, S.Pd., M.Ed. Kemudian, acara dilanjut dengan sesi tanya jawab.
Sebanyak 132 pemakalah berkumpul dalam acara ini dari berbagai institusi untuk berdiskusi mengenai inovasi-inovasi yang dapat dilakukan pada bidang pendidikan di Indonesia 4.0. Selanjutnya, para pemakalah berkesempatan untuk mempresentasikan penelitiannya dalam diskusi pararel. Diakhir acara diumumkan tiga pemakalah terbaik yaitu Rafidah Abdul Karim dan Abdul Ghani Abu tentang Students’ Practice of Mobile Learning for Education 4.0; Suhartono, Suparti, & R. Aristiati tentang Software Pembelajaran Cerita Rakyat Bernilai Pendidikan Karakter; dan Idha Novianti tentang Penggunaan Software Geoenzo pada Materi Bangun Ruang di Tutorial Mahasiswa S1 PGSD Universitas Terbuka.
“Selamat Hari Guru Nasional”

UT Kampusku, Meraih Cita-cita

Fani Stepani, ia adalah salah satu mahasiswa berprestasi yang saat ini menempuh pendidikan pada Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Terbuka (UT). Program studi ini sudah ia incar sejak lama. Saat duduk dibangku SMA ia senang berkunjung dan membaca di perpustakaan. Dari kesenangan itu ia mulai memikirkan cita-cita untuk menjadi pustakawan. Namun karena keterbatasan biaya, ia tidak bisa melanjutkan kuliah. Ia pun bekerja di salah satu pabrik. Bekerja tak lantas memupuskan semangat belajarnya. Atas saran kerabatnya, ia mendaftar di UT. Ia merasa UT hadir untuk menjawab kebutuhan akan pendidikan tinggi yang dirinya dan juga masyarakat lainnya inginkan.
2011 adalah awal Fani masuk kuliah jurusan D2 Ilmu Perpustakaan. Saat itu memang belum ada program studi S1 Ilmu Perpustakaan di UT. Pada tahun 2013, ia lulus dan mendapatkan gelar A.Ma.Pust. Ia lantas mendapatkan pekerjaan sebagai pustakawan di sebuah SMA. Mengetahui dibuka program S1 Ilmu Perpustakaan di UT, ia pun melanjutkan studinya. Menurutnya, UT sangat berbeda dengan kampus lainnya karena semua sudah terkomputerisasi sehingga bagi mahasiswa yang kuliah sambil bekerja seperti ia dapat terbantu dengan fleksibilitas UT. Ia dapat mengakses lewat internet, mulai registrasi, mengerjakan soal-soal, sampai mengatur biaya perkuliahan sendiri sesuai kemampuan.
Saat menjadi mahasiswa D2 Ilmu Perpustakaan, ia lulus tepat waktu karena mengikuti Tutorial Tatap Muka ( TTM ) yang dilaksanakan setiap 1 minggu sekali. Namun ketika menjadi mahasiswa S1 Ilmu Perpustakaan, ia sepenuhnya belajar mandiri dan tidak mengikuti TTM. Ia pun sempat mendapat nilai E. Mulanya ia merasa kesulitan mengatur waktu dan membiasakan belajar secara mandiri. Namun, ia mendapat kemudahan di UT untuk memperbaiki nilai mata kuliah seperti mengikuti ujian melalui SUO (Sistem Ujian Online). Menurutnya, tantangan terbesar kuliah di UT adalah belajar mandiri. Belajar mandiri itu tidak mudah bagi sebagian orang apalagi bagi orang yang terbiasa belajar dengan guru. Namun UT menyediakan bantuan bagi mahasiswa yang mengambil belajar mandiri seperti salah satunya tutorial online, sehingga mahasiswa dapat terbantu. Ia berpesan agar mahasiswa UT selalu rajin membaca modul dan mengerjakan soal-soal baik yang ada di modul ataupun di tutorial online.
Beberapa orang yang bertanya kepada Fani, bingung dengan nama Universitas Terbuka. Terlebih lagi ketika tahu ia mengambil jurusan ilmu perpustakaan, banyak orang yang meragukan dan menanyakan bagaimana cara belajarnya dan kapan kuliahnya karena ia tidak pernah terlihat pergi kuliah di hari kerja, Senin-Jumat. Banyak yang meragukan pula dengan kemampuannya di bidang ilmu perpustakaan. Keraguan mereka terjawab ketika Fani menjadi Juara 1 Lomba Pustakawan SMA dan SMK Tingkat Kabupaten dan mewakili Purwakarta untuk melanjutkan lomba di Tingkat Provinsi Jawa Barat. Ia pun mendapatkan Juara 2 Pustakawan tingkat Provinsi Jawa Barat. Pesaingnya saat mendapatkan juara 1 adalah alumni universitas ternama di Indonesia. Ya, ia bangga kuliah UT. Teman-temannya kini tidak meragukan lagi untuk kuliah di UT. Ia berhasil menepis kesan bahwa di UT itu ujian terus dan uang terus sehingga membuat citra UT menjadi negatif. Menurutnya, yang merasa UT seperti itu adalah yang menyerah di tengah jalan dan tidak melanjutkan kuliahnya di UT.
Fani mengapresiasi UT telah hadir dan menjadi jawaban bagi semua lapisan masyarakat yang memiliki keinginan untuk meraih cita-cita. Ia berharap UT terus menerus melakukan sosialisasi memperkenalkan diri sebagai universitas negeri dan mengikis citra negatif yang ada. Ia berdoa agar UT terus berkembang menjadi lebih baik. Semoga....

SISWA RINDU GURU KREATIF


Menurut Undang Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV pasal 10 di sebutkan “Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Tantangan sekolah dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan menuntut guru harus lebih kreatif. Seorang guru kreatif harus mampu menemukan sistem pembelajaran yang efektif. Sekaligus mampu membuat media pembelajaran sehingga memudahkan anak didiknya menguasai materi dengan baik.
Menjadi Guru adalah pilihan hidup dan pilihan utama, bukan pilihan akhir atau pilihan karena tidak adanya pekerjaan yang lainnya. Karena untuk menjadi seorang guru yang baik dibutuhkan orang-orang yang memiliki kepekaan hati terhadap anak-anak didik, seorang guru yang baik juga adalah guru yang telah mengikhlakskan kehidupannya pada dunia pendidikan. Setiap guru wajib terinspirasi dan termotivasi oleh hadist Rasulullah Muhammad SAW, bahwa setelah manusia mati terputuslah amal ibadahnya kecuali tiga hal; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kedua orangtuanya. Dengan menjadi guru, terbuka peluang untuk mempunyai ilmu bermanfaat yang bisa saya amalkan dan berguna bagi nusa bangsa, negara, dan agama.
Menjadi guru adalah sebuah tugas yang sangat mulia karena dari seorang guru akan terlahir generasi bangsa yang berakhlak dan berilmu, yang mampu membangun Agama dan bangsa yang bermartabat. Namun sebaliknya juga akan terjadi jika guru yang mendidik anak bangsa ini bukan guru sebenarnya, mungkin karena prosesi mengikuti pendidikan guru yang tidak benar, atau mengikuti tes sebagai guru PNS menzalimi peserta lainnya, dan alasan-alasan lainnya yang berindikasi bukan guru sebenarnya.
Dalam bukunya Kak Andi Yudha salah seorang pemerhati pendidikan dan Anak, menjelaskan bahwa “Orang sering mengira bahwa tugas seorang guru hanyalah mengeja huruf dan menghitug angka. Kelihatannya sederhana……sederhana? Namun, pada praktinya tidak sesederhana itu. Sebagai lapis kedua setelah keluarga dalam perananannya mendidik anak, guru mempunyai peranan yang sangat besar dalam tumbuh kembang seorang anak. Keberhasilan seorang anak saat dewasa apakah dia akan menjadi orang yang baik, atau jahat, pintar atau bodoh, sukses atau gagal, dipengaruhi oleh didikan guru mereka, selain didikan keluarga dan pengaruh lingkungannya.
Menjadi sangat jelas bahwa guru merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan, maju dan tidaknya bangsa ini adalah tergantung generasi bangsa yaitu para pelajar dan mahasiswa, dan maju tidaknya pelajar dan mahasiswa ada ditangan para guru dan dosen. Sebagai salah seorang praktisi dan pemerhati pendidikan penulis merasa “Galau” istilah anak muda sekarang. Kegaulauan penulis adalah karena adanya diesorientasi guru yang ada saat ini yang awalnya memilki tujuan mulia yaitu untuk mendidik generasi bangsa, menjadi orientasi yang berarah finasial atau money oriented.
Dari beberapa sisi guru patut bersyukur tentang kebijakan pemerintah tentang berbagai program yang membuat kesejahteraan guru, sehingga kini profesi guru merupakan salah satu profesi yang diminati kalangan generasi muda. Hal ini terbukti dengan membludaknya para mahasiswa di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan baik di Universitas Negeri ataupun Swasta. Kegalauan kita ada pada dua sisi, yang pertama adanya rendahnya kreativitas guru dalam menerapkan model pembelajaran, kenapa penulis katakan menerapkan karena memang sudah banyak model pembelajaran yang disampaikan dalam pelatihan, tugas guru selanjutnya adalah bagaimana mengaplikasikannya dengan memodifikasi berdasarkan kebutuhan. Akan lebih baik adalah bukan sekedar menerapkan dan tapi para guru mampu menciptkan kreativitas baru dalam model pembelajaran.
Persoalan ini terutama yang penulis soroti adalah guru-guru yang sudah bersertifikasi dan mendapatkan tunjangan, dimana seharusnya mereka harus terus meningkatkan kualitas mengajar dengan berbagai tunjangan yang diberikan seharusnya dapat mengembangkan kompetensinya dengan berbagai cara. Kegalauan saya yang kedua adalah tentang guru lulusan keguruan baik itu negeri maupun swasata, beberapa kali penulis melakukan microteaching kepada para calon guru pada salah satu perguruan tinggi di Aceh, ada diantara mereka yang tidak mampu bahkan tidak siap untuk mengajar, baginya mengajar seolah menjadi beban batin, padahal seharusnya mengajar adalah panggilan hati.
Persoalan lain bagi lulusan ini adalah wawasan ke-ilmuan yang masih sangat kurang dimana mereka sangat rendah dalam kegiatan membaca baik buku atau majalah, sehingga mereka hanya membaca buku-buku perkuliahan disaat ada tugas dan ujian saja. Padahal membaca buku dan mengembakan wawasan adalah mutlak diperlukan para pendidik generasi bangsa ini, hal ini saya ketahui dari hasil wawancara dengan para calon guru. Persoalan membaca ini akan saya tulis dalam artikel selanjutnya.
Bagaimana menjadi Guru yang di Rindu?
Jika saat ini kita sudah menjadi guru, mari kita sejenak untuk mengevaluasi diri kita, apakah kita termasuk guru yang dirindukan kehadirannya oleh siswa atau mungkin kita guru yang tidak diharapkan kehadirannnya. Salah satu contoh guru yang dirindu adalah guru yang setiap kegiatan belajarnya diramaikan dengan aktivitas yang menyenangkan, adanya model-model baru setiap pembelajarannya, dan guru yang dirindu adalah guru yang ketidak hadirannya disesalkan oleh para siswa. Mereka seolah tidak ingin ada waktu yang terbuang dengan guru dan pelajaran tesebut sehingga mereka akan bertanya dengan atusias tentang materi yang akan disampaiakan pekan depan apa yah?, kunci utama dari guru yang dirindu oleh siswa adalah guru yang mencintai anak dan mampu beradaptasi dengan dunia mereka.  Lalu bagaimana jika ternyata memang kita masih belum menjadi guru yang dirindu, ada baiknya penulis sajikan apa yang disampaiakan oleh Kak Andi Yudha dalam bukunya “Kenapa Guru Harus Kreatif” mungkin saja kita belum menjadi guru kreatif sehingga kehadiran kita tidak diharapkan. Dalam bukunya kak Andi menyapaikan guru kreatif dalam kalimat “Forchildren” yaitu Feksibel, Optimis, Respek, Cekatan, Humoris, Disiplin, Responsif, Empatik,dan Nge-Friend.berikut ini penjelasan singkatnya.
Fleksibel, dibutuhkan guru yang tidak kaku, luwes, dan dapat memahami kondisi anak didik. Optimis,Keyakinan yang tinggi akan kemampuan pribadi dan keyakinan akan perubahan anak didik kearah yang lebaih baik melalui proses interaksi guru dan murid yang fun akan menumbuhkan karakter yang sama terhadap anak tersebut. Respek, Rasa hormat yang senantiasa ditubuhkan didepan anak didik akan dapat memicu dan memacu mereka untuk lebih cepat tidak sekedar memahami pelajaran, namun juga pemahaman yang menyuluruh tentang berbagai hal yang dipelajaraninya.Cekatan, anak-anal berkarakter dinamis, aktis, eksploratif, ekspresif,kreatif, dan penuh inisiatif. Kondisi ini perlu diimbangi kita sebagai pengajarnya, sehingga mampu bertindak sesuai kondisi yang ada.
Humoris, menjadi guru killer? Anak-anak malah takut kepada kita dan tidak mau belajar, makanya guru harus memiliki sifat yang humoris, karena pada umumnya anak suka sekali dengan proses belajar yang menyenangkan. InspiratifGuru harus mampu menjadi Inspirasi para siswanya oleh sebab itu guru harus terus menambah wawasannya dan mampu menghasilakan siswa-siswa yang menginspirasi pula. Lembut, di mana pun, guru yang bersikap kasar, kaku, atau emosioanal, biasanya mengakibatkan buru bagi para siswanya, dan sering tidak berhasil dalam proses mengajar kepada anak didik. Pengaruh kesabaran dan rasa kasih sayang akan lebih efektif dalam proses belajar mengajar dan lebih memudahkan munculnya solusi atas berbagai masalah yang muncul.
Disiplin, Siswa yang disiplin hanya akan lahir dari guru-guru yang berdisiplin, disiplin disini bukan hannya pada waktu tetapi disiplin pada berbagai hal yang kemudian hal ini akan dicontoh oleh para siswanya. Responsif, Ciri guru profesional, antara lain cepat tanggap terhadap perubahan. Empati, sikap menekankan kebersamaan dengan siswa lebih daripada sekadar hubungan yang menempatkan siswa sebagai obyek manipulatif. Empati ini sangat dibutuhkan. Empati ini akan membuat guru terbiasa melihat sesuatu dari sisi yang lain. Empati akan membuat kita bisa cepat memisahkan orang dan masalahnya; empati akan mendorong guru untuk lebih melihat bagaimana menyelesaikan masalah ketimbang bagaimana menyerang orang. Jadi empati disini adalah sikap peduli dengan para siswa terhadap permasalahan yang dialami siswa dan Nge-Friend artinya bersahabat dengan siswa, sehingga siswa akan merasa nyaman ketika bersama guru.
Beranjak dari uraian di atas, bahwa profesi guru bukan lahir karena terpaksa atau dipaksakan, namun profesi guru ini merupakan profesi mulia yang lahir dari lubuk hati yang dalam sebagai pilihan utama. Menjadi  guru yang dirindu siswa pada masing-masing sekolahnya antara dapat dilakukan sebagaimana yang tulis oleh Kak Andi Yudha dalam bukunya “Kenapa Guru Harus Kreatif”. Dengan demikian sebagai guru yang dirindu siswa akan memudahkan melakukan pembelajaran dan akan melahirkan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam mengikuti pembelajaraa. Sumber:guraru

Kamis, 29 November 2018

Merajut Keindonesiaan

Merajut Keindonesiaan melalui Pengasingan

Para tokoh bangsa telah berjuang melawan kolonialisme sejak bangsa Eropa mulai melakukan praktik-praktik penjajahan yang bertujuan mengambil alih kekuasaan maupun kedaulatan wilayah Indonesia yang kala itu disebut Nusantara. Walaupun masih bersifat kedaerahan, perlawanan terhadap kolonialisme semakin meluas di wilayah Nusantara dan memberi pengaruh bagi awal pembentukan kebangsaan Indonesia. Para tokoh yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial pada akhirnya dihukum dengan cara diasingkan ke tempat-tempat yang jauh dari wilayah perlawanannya. Tujuan pemerintah kolonial melakukan pengasingan adalah untuk memutus pengaruh sang tokoh dari lingkungan yang mendukung perjuangannya, memberikan hukuman psykologis, dijauhkan dari orang-orang yang mencintai dan setia.


Tetapi yang tidak diperhitungkan oleh pemerintah kolonial adalah justru pembuangan ini, kelak kemudian hari menjadi salah satu perajut kebangsaan. Memang pengaruh para tokoh bangsa di pembuangan tidak serta merta mengobarkan api perlawanan masyarakat di sekitar. Namun ketokohan para tokoh ini begitu mengena di hati masyarakat tempat para tokoh dibuang. Terjadilah interaksi dan kontak budaya karena pergaulan para tokoh yang diasingkan dengan penduduk lokal. Interaksi itu menimbulkan perasaan senasib sebagai bangsa yang terjajah. Kondisi ini secara perlahan-lahan menyemai perasaan sejiwa dan merasa sebagai bagian dari satu bangsa yang sama. Memiliki keinginan yang sama untuk bebas dari cengkeraman penjajahan dan muncul sebagai manusia yang merdeka. Bukti eratnya persaudaraan bisa kita saksikan sekarang salah satunya di Sumedang, tempat Cut Nyak Dien diasingkan. Warga Aceh terutama keturunan para pengikut Cut Nyak Dien menjalin persaudaraan dengan warga sekitar makam dan rumah pengasingan Cut Nyak Dien. Mereka rutin datang berziarah ke makam dan rumah pengasingan sekaligus menjalin silaturahmi dengan warga sekitar. Di Ternate, tempat Sultan Mahmud Badarudin II diasingkan, terdapat Kampung Palembang sebagai cikal bakalnya adalah keluarga dan pengikut Sultan Mahmud Badarudin II yang menyertai Sultan ke Ternate. Setelah bertahun-tahun para pendatang dari Palembang ini mendirikan perkampungan dan kawin-mawin dengan penduduk sekitar. Para tokoh di tempat pengasingan memberi kontribusi yang besar terhadap lingkungan sekitar, seperti Tuanku Imam Bonjol yang menjadi ulama tersohor di pembuangan, di Cianjur sebelum kemudian beliau diasingkan ke Ambon lalu ke Manado dan wafat di Desa Lotak dekat Manado. Pembuangan Tuanku Imam Bonjol dari Cianjur ke Ambon disebabkan adanya kekhawatiran pemerintah Belanda, karena ketokohannya memiliki potensi mengobarkan semangat perlawanan di Jawa Barat.

Tuanku Imam Bonjol tatkala berada di Cianjur termasyur sebagai seorang guru agama, dalam waktu singkat menarik minat warga Cianjur dan sekitarnya menjadi murid dan pengikut Tuanku Imam Bojol. Rakyat Cianjur dengan cepat merasa dekat dan terikat dengan sosok Imam Bonjol. Mereka memiliki persamaan sebagai rakyat tertindas dan kesamaan visi ideologi agama. Aktivitas yang dilakukan Imam Bonjol dipandang memiliki pola yang mirip dengan apa yang terjadi di Sumatera Barat, dimulai dengan kegiatan keagamaan kemudian berkembang menjadi sebuah jihad melawan kesewenang-wenangan pemerintah kolonial. Tak ingin hal yang sama terulang di Cianjur, Pemerintah Hindia Belanda segera membungkam pengaruh Tuanku Imam Bonjol dengan cara memindahkan ke tempat pembuangan yang baru, yaitu Ambon. Paling tidak ada puluhan wilayah tempat pemerintah kolonial mengasinkan tokoh-tokoh pergerakan, bukan hanya para tokoh besar, tetapi juga para pemberontak-pemberontak yang luput dari catatan sejarah besar, seperti para petani di Banten yang melakukan perlawanan pada 1885.

Ambon

VOC menjadikan Ambon sebagai pusat kendali perdagangan cengkeh dan militer. Ambon juga merupakan tempat pengasingan dari beberapa tokoh yang melawan Belanda, yaitu Susuhunan Paku Buwono VI, Kiayi Mojo (kawan seperjuangan Diponegoro), dan Tuanku Iman Bonjol. Susuhunan PB VI bertahta di Surakarta pada 1823-1830. PB VI adalah pendukung rahasia perjuangan Diponegoro, oleh karena itu Pemerintah Kolonial menganggap PB VI berkomplot dengan pemberontak. Sesaat setelah Perang Diponegoro berakhir, Belanda mengambil wilayah-wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Pemerintah kolonial menginginkan wilayah Banyumas, Bagele, dan wilayah monconegoro Surakarta berada di bawah kekuasaan dan pengaturan pemerintah kolonial. PB VI menentang keras keinginan Belanda tersebut karena tidak bersedia kedaulatan kerajaannya dirampas. Sikap PB VI menimbulkan reaksi keras pihak Gubernemen. PB VI ditangkap saat berziarah di makam Raja-Raja Mataram di Imogri kemudian dibawa ke Batavia selanjutnya ke Ambon pada akhir 1830 hingga akhir hayatnya. PB VI menempati sebidang tanah di daerah Batu Gajah, Ambon.

Pemerintah kolonial menyediakan bangunan sebagai tempat tinggal PB VI. Para pengiring PB VI membangun rumah bergaya arsitektur Jawa lengkap dengan pendopo, mushola, dan komplek pemakaman, konsep dasarnya hampir sama dengan letak dan fungsi ruang dalam arsitektur istana Jawa. Para pengikut Sultan berbaur dan berinteraksi dengan penduduk sekitar. Pada tahun 1849, PB VI meninggal dunia, keterangan resmi dari pihak kolonial adalah tewas akibat kecelakaan saat berpesiar ke Laut. Pada tahun 1957 jenazah PB VI dipindahkan ke pemakaman Raja-Raja Mataram di Imogiri, Yogyakarta. Jenderal KGPH Jatikusumo (putra PB X, sekaligus cicit PB VI) mengungkapkan bahwa terdapat lubang seukuran peluru baker di dahi PB VI saat dilakukan pengangkatan jenazah. Hal ini memunculkan dugaan kuat bahwa PB VI meninggal dunia karena ditembak, bukan karena kecelakaan berpesiar di laut seperti keterangan resmi Pemerintah Kolonial.

Pemerintah Kolonial menjatuhi hukuman pembuangan di Manado kepada Kyai Mojo, salah satu pemimpin terkemuka dalam Perang Diponegoro berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal van Den Bosch pada 6 Januari 1829. Pertama-tama ia dan pengikut setianya dibuang ke Batavia melalui Pelabuhan Semarang. Sekira 10 bulan berada di Batavia, Kyai Mojo dan pengikutnya dikirim ke Ambon sebagai tempat transit pembuangan, menunggu selesainya pembangunan tempat pengasingannya di Minahasa. Kyai Mojo diperkirakan tiba di Ambon pada bulan April 1830 dan berada di Ambon sekira satu bulan kemudian melakukan perjalanan menuju Minahasa. Tuanku Imam Bonjol pun pernah merasakan Ambon sebagai tempat pembuangan sementara sebelum menuju Manado.

Banda Naira, Maluku



Banda Naira di Kepulauan Maluku, terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Belanda menjadikan Banda Naira sebagai basis pertahanan dengan mendirikan benteng Begica pada 1611. Selanjutnya Banda Naira menjadi salah satu tempat pengasingan para tokoh nasional yang dianggap mengancam Pemerintah Kolonial. Dr. Cipto Mangunkusumo diasingkan ke Banda Naira, Ambon karena aktivitas politiknya menentang kolonialisme terutama dalam tulisan-tulisannya yang diantaranya dimuat di harian De Express. Dr. Cipto di pengasingan aktif menyebarkan paham nasionalisme dan mempengaruhi penduduk setempat untuk berani menolak kerja rodi. Aktivitas ini dianggap membahayakan oleh pemerintah, sehingga Cipto kemudian dipindahkan ke Sukabumi pada tahun 1940. Mr. Iwa Kusuma Sumantri adalah seorang pengacara yang aktiv berorganisasi sejak masa mahasiswa pada 1918. Sebagai seorang pengacara, Iwa aktif membela kaum buruh perkebunan yang banyak mendapat penindasan. Ia aktif menyuarakan pembelaanya di berbagai media masa, diantaranya Matahari. Kritikan tajam Iwa menyebakan ia ditangkap pada 26 Juli 1929 dan dijebloskan ke penjara Medan. Aktivitas Iwa tidak berhenti di Medan, oleh karena itu di muka pengadilan Medan ia dituduh sebagai agen komunis Moskow yang menghasut untuk menngerakan pemberontakan di Medan. Pada 17 Juli 1930 ia divonis bersalah dan diasingkan ke Banda Naira. Bersama keluarga Iwa menempati sebuah rumah di Kampung Nusantara kemudian dipindahkan ke Makassar pada 1941. Mohammad Hatta, Wakil Presiden Pertama RI dan Sutan Sjahrir pernah merasakan pengasingan di Banda Naira pada tahun 1936 - 1942. Karena aktivitas pergerakannya dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda. Kehadiran Hatta dan Sjahrir merekat kuat dalam memori kolektif warga Banda Naira yang terus diceritakan kepada anak cucu orang-orang yang pernah mengenal Sjahrir dan Hatta di Banda Naira. Hatta dan Sjahrir sangat peduli dengan pendidikan, sehingga membuka sekolah sore untuk anak-anak di sekitar rumah pengasingan. Salah satu muridnya adalah Des Alwi. Des Alwi mengisahkan pada masa anak-anak ia dan kawan-kawannya mengenal Hatta sebagai Om Kacamata dan Sjahrir sebagai Om Rir yang mengajarkan mereka banyak pengetahuan baru dalam sekolah sore.

Penjara Banceuy, Bandung

Ir. Sukarno aktif melakukan pergerakan melawan pemerintah kolonial menyebab ia dijebloskan ke penjara Banceuy Bandung. Ia ditangkap di rumah dr. Sujudi di Yogyakarta pada 28 Desember 1929 selepas menghadiri Kongres Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Sukarno ditangkap bersama dengan Gatot Mangkupradja. Sukarno menempati Penjara Banceuy bersama aktivis lainnya yaitu Gatot Mangkupradja, Maskun, dan Soepiadinata di sel berbeda-beda. Setengah tahun kemudian Sukarno dihadapkan pada pengadilan. Sidang pertama dilakukan pada 18 Agustus 1930 – 22 Desember 1930, selama 19 kali persidangan. Ia menyusun sendiri sebuah pledoi yang diberi judul “Indonesia Menggugat”. Pledoi ini berisikan pandangan Ir. Sukarno terhadap kondisi internasional dan nasional. Juga pandangannya terhadap hukum kolonial dan kolonialisme. Pidato ini kemudian menjadi sebuah dokumen politik yang berpengaruh dalam dunia pergerakan menuju kemerdekaan. Akhirnya Bung Karno dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, sedangkan Gatot Mangkupraja, maskun, dan Soepridinata masing-masing 2 tahun 1 tahun 8 bulan, dan 3 bulan.

Penjara Sukamiskin, Bandung


Ir. Sukarno menjalani putusan pengadilan di penjara Sukamiskin. Ia dilarang bertemu dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya selama berbulan-bulan, dilarang melakukan aktivitas politik, dilarang membaca buku terutama buku politik, dan hanya diijinkan membaca buku agama. Setiap jam makan Sukarno dipisahkan dari orang-orang Indonesia akibat ketakukan Belanda terhadap Sukarno yang dapat mempengaruhi teman-teman dalam penjara untuk melakukan perlawanan. Ketakutan Pemerintah Kolonial terutama
 adalah kharisma Sukarno terhadap sesame tahan politik di Sukamiskin. Selain itu ketakutan bahwa Sukarno menyebarkan ideologi dan ide pergerakan kemerdekaan kepada sesama tahanan. Atas desakan kaum pergerakan Indonesia dan sosialis Belanda Bung Karno dibebaskan pada 18 Desember 1930, dua tahun lebih awal dari vonis pengadilan. Selain Sukarno, seorang tokoh bangsa asal Sumatera Utara yaitu Benhard Wilhelm Lapian sempat mendekam di Sukamiskin pada 1947-1948 karena sikapnya melawan Belanda saat ia menjabat Residen Manado. BW Lapian aktif dalam perlawanan kepada Pemerintah Hindia Belanda, Jepang, dan bergiat dalam arus pergerakan nasional dan kemerdekaan. Salah satu sikap antikolonialisme ditunjukan dengan mendirikan Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) pada 1933 sebagai aksi memprotes Pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan Gereja Protestan di Hindia Belanda harus dalam naungan Indische Kerk dibawah pengawasan pemerintah. Aksi heroik BW Lapian adalah keterlibatannya dalam peristiwa “Merah Putih” di Manado pada 14 Februari 1946. Peristiwa ini adalah pertempuran dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang ingin direbut kembali oleh Belanda.

Bangka

Tercatat Sukarno, Mohammad Hatta, Agus Salim, Laksamana Suryadarma, Abdoel Gafar Pringgodigdo, Mohammad Roem, Ali Sastro Amijoyo, Assaat, Supomo pernah diasingkan di Bangka dalam waktu hampir bersamaan. Sukarno dan Agus Salim sebelum ke Bangka terlebih dahulu diasingkan di Prapat, Sumatera Utara. Para tokoh ini ditawan setelah peristiwa pendudukan Ibu Kota di Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Sebelumnya meraka ditahan di Istana Kepresidenan Yogyakarta selama tiga hari. Pemerintah membatasi ruang gerak Hatta dan kawan-kawan dengan membuat kerangkeng di dalam dan di luar rumah. Saat anggota Delegasi Komisi Tiga Negara yaitu Chrichley datang berkunjung, ia kaget melihat keadaan ini, karena pihak Belanda di PPB menyatakan memperlakukan dengan baik para tahanan politik ini. Akhirnya Hatta dan kawan-kawan mendapatkan kelonggaran perlakuan selama pembuangan di Bangka. Pada 5 Februari 1949 rombongan Sukarno, Agus Salim dan kawan-kawan tiba di Muntok bergabung dengan Hatta dan kawan-kawan. Para tokoh ini terus menyusun siasat untuk melakukan pembebasan Indonesia. Bangka adalah salah satu saksi bagaimana para tokoh nasional berkonsolidasi demi kedaulatan NKRI. Pada 1949 terjadi perundingan di Pangkalpinang Pada awalnya perundigan dilakukan di Menumbing, Bangka Barat, kemudian dipindahkan ke Pangkalpinang karena banyaknya peserta perundingan. Lokasi perundingan sekarang menjadi Museum Timah di Pangkalpinang. Perundingan dihadiri oleh Sukarno-Hatta dan tokoh-tokoh yang diasingkan ke Bangka, dihadiri pula oleh anggota BFO (Bijeenkomst voor Ferderal Overleg), yaitu Mr. Soejono, Anak Agung Gde Agung, dan dr. Ateng. Kemudian bergabung utusan dari KTN yang berubah nama menjadi UNCI (United Nation Commision for Indonesia). Perundingan membicarakan mengenai bentuk Negara Indonesia di masa depan. Pihak KTN dalam perundingan di Pangkalpinang menawarkan opsi perundingan antara Indonesia-Belanda untuk membahas masalah kedaulatan Indonesia. Perundingan Pangkalpinang ini mendorong diselenggarakannya Perundingan Roem Royen, yang menandakan dibukanya jalan diplomasi dengan Belanda dalam upaya merebut kedaulatan NKRI.

Banyumas

Datuk Badiuzzaman Sri Diraja adalah pejuang Perang Sunggal dari Sumatera Utara. Perang ini agak unik dibandingkan dengan perlawanan terhadap pendudukan lainnya, yaitu tidak berunsur keagamaan atau buka perang jihad. Perang ini berlangsung selama 23 tahun dan berakir dengan ditangkapanya Datuk Badiuzzaman oada tahun 1895. Pada peristiwa ini orang Melayu bekerja sama dengan orang Karo dan orang Gayo serta Aceh. Perang ini merupakan perlawanan terhadap perampasan tanah rakyat oleh maskapai perkebunan Belanda terutama sejak dikeluarkannya kebijakan Tanam Paksa pada 1870. Tujuan utamanya adalah membentuk front rakyat yang membebaskan tanah-tanah yang dikuasai Belanda. Perlawanan terhadap maskapai perkebunan terutama Deli Maatchappij Diwali oleh Datuk Kecil. Kemudian bergabunglah Datuk Jalil, Sulong Barat dan Datuk Badiuzzaman.

Pemerintah Belanda selaku pelindung maskapai perkebunan berusaha memadamkan pemberontakan ini dengan menangkap para tokoh penggerak perlawanan. Datuk Badiuzzaman diasingkan ke wilayah Banyumas Jawa Tengah pada 1895, dijauhkan dari rakyatnya untuk menumpas pengaruh Datuk Badiuzzaman terhadap rakyat yang melakukan perlawanan. Penangkapan para tokoh ini segera melemahka mental perlawanan dan menyebabkan berakhirnya Perang Sunggal.

Batavia

Batavia atau Jakarta sekarang sejak masa Kolonial adalah pusat pemerintahan. Oleh karena itu terdapat banyak penjara di sini yang selain digunakan untuk tahanan kejahatan kriminal juga untuk para tahanan politik. Beberapa tokoh yang pernah dipenjarakan di Batavia sebagai penjara transit sebelum menuju tempat pengasingan adalah Tuanku Imam Bonjol, Sultan Badarudin, Cut Nyak Dien, HAMKA, Mohammad Hatta dan Iwa Kusuma Sumantri (Penjara Glodok), BW Lapian dan RM Kusno (Penjara Cipinang). Batavia adalah pusat Hindia Belanda, segala aktivitas pemerintahan dan ekonomi berkumpul di sini. Begitu pula dengan politik dan pergerakan menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan. Banyak surat kabar dan persyarikatan didirikan untuk menyuarakan kemerdekaan dari penjajahan. Sebagai ibukota Hindia Belanda adalah tempat saling bertemu dan interaksi antar berbagai suku dan bangsa di Hindia Belanda yang mengikuti arus jaman memperjuangkan sebuah kemerdekaan bagi bangsa dan negara.

Bengkulu



Sukarno jatuh sakit tatkala menjalani masa pembuangan di Ende. Kondisi alam dan lingkungan ternyata tidak cocok dengan Sukarno. Selain itu kondisi jauh dari sejawat perjuangan dan dijauhkan dari aktivitas pergerakan membuat batin Sukarno tertekan dan menyebabkan sakit fisik. Kabar sakitnya Sukarno terdengar hingga ke Jakarta. Mohammad Husni Thamrin salah satu anggota Volksraad mengkritik keras cara pemerintah kolonial memperlakukan Sukarno. Ia menuntut Sukarno untuk dipindahkan ke tempat yang lebih baik dan mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Atas desakan ini, Pemerintah Hindia Belanda memindahkan Sukarno dan keluarga dari Ende ke Bengkulu pada tahun 1938. Sukarno aktif dalam bidang sosial dan seni di Bengkulu, diantarnya mengajar pada sekolah Muhammadiyah yang mempertemukannya dengan Fatmawati. Interaksi Sukarno terjalin intensif dengan tokoh-tokoh organisasi khususnya Muhammadiyah di Bengkulu. Oleh karena itu semangatnya tetap terpelihara dengan baik. Sukarno juga menyalurkan ide-idenya melalui kegiatan mengajar yang dan pementasan sandiwara (tonil), yang berjudul Monte Carlo. Para seniman Bengkulu bertindak sebagai actor yang menampilkan karya Sukarno. Selain Sukarno, Sentot Ali Basya salah satu panglima Perang Diponegoro menyerah pada 1829 dan diasingkan di kota ini. Sentot mendapatkan hak istimewa dalam menjalani pembuangan, diantaranya adalah diperkenankan membawa serta keluarga dan diperbelohkan memakai surban. Pada awalnya Sentot diasingkan di Sumatera Barat, tetapi Pemerintah Kolonial mencurigai Sentot menjalin kontak dengan Kaum Padri yang tengah terlibat peperangan dengan Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Kolonial kemudian memindahkan Sentot ke Bengkulu, hingga akhir hayatnya di tanah pengasingan. Makam Sentot masih terjaga di Bengkulu, menjadi salah satu penanda jejak seorang anak bangsa yang mengangkat senjata untuk mengusir penjajah. Bengkulu nampaknya menjadi salah satu tujuan pengasingan, selain Sukarno dan Sentot, Ida Bagus Arka dari Bali sempat merasakan interniran di Bengkulu karena tindakannya melawan Belanda. Selain itu Alexander Jacob Patty dari Ambon bersama rekan-rekannya pernah menjalani pengasingan di Bengkulu. Jacob Patty adalah pendiri Sarekat Ambon. Ia dianggap sebagai tokoh politik yang berbahaya dan berpengaruh luas di Ambon.

Blora

Potjut Meurah Intan adalah istri dari Tuanku Abdul Majid seorang keluarga Sultan Aceh yang berkedudukan sebagai Kepala Pabean di Bandar Kuala Bantee. Tuanku Abdul Majid melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan cara meneggelamkan kapal-kapal Belanda yang melewati pelabuhan Aceh. Tindakannya ini menyulut kemarahan Belanda dan membuatnya ditangkap. Sebagai istri, Potjut Meurah Intan berusaha membebaskan suaminya dengan melakukan perlawanan-perlawanan didukung oleh ketiga anaknya yaitu Tuanku Muhammad Bantee, Tuanku Budiman, dan Tuanku Nurdin. Sepak terjang ibu dan anak ini sempat membuat Belanda kewalahan. Tuanku Muhammad Bantee ditangkap dan dipenjara di Kutaraja, kemudian diasingkan ke Tondano Sulawesi Utara pada April 1900 hingga akhir hayatnya. Sedangkan ibu dan kedua adiknya diasingkan ke Blora berdasarkan putusan pemerintah Hindia Belanda pada 6 Mei 1905. Potjut Meurah Intan beserta kedua putranya menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar. Penduduk Blora mengenal Potjut sebagai Mbah Cut atau nenek Cut, karena usianya yang sudah tua dan dianggap sebagai sesepuh yang disegani. Hubungan antara Potjut Meurah Intan dan para pengikutnya dengan penduduk Blora diperkuat dengan perkawinan Tuanku Nurdin. Putra Potjut Meurah Intan ini menikahi seorang perempuan Blora bernama Rasiah, kemudian menikahi Jumirah pada tahun 1921, beberapa tahun setelah istri pertamanya meninggal dunia. Pada akhir masa hidupnya, Potjut Meurah Intan menjalani kehidupan yang tenang hingga wafat pada 19 September 1937 dan dimakamkan di Tegal Sari, Tegalan. Makamnya hingga kini masih terpelihara dengan baik dan menjadi penanda hubungan antara komunitas Aceh dengan Blora dan mengikat dalam satu kenangan atas diri Potjut Teuku Meurah dan para pengikutnya.

Boven Digul, Papua

Boven Digul berada di bagian timur Kabupaten Merauke. Kondisi alamnya berupa hutan lebat yang jarang disinggahi manusia. Pada awal 1900an Pemerintah Belanda melakukan ekspedisi dan menyiapakan Boven Digul sebagai kamp interniran bagi orang-orang yang secara politis memusuhi Pemerintah Hindia Belanda. Mayoritas pimpinan ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging), pecahan Sarekat Islam, dan organisasi yang berhubungan dengan ISDV diasingkan ke Digul. Sekitar 1.300 orang diasingkan ke daerah ini sejak dibuka pada 1926, seperti Mas Marco Kartodikromo, Wirosoeharto, Respati dan lain-lain. Ada dua kamp di Boven Digul yaitu Tanah Merah dan Tanah Tinggi yang dibangun oleh para tahanan. Banyak tahanan meninggal akibat ganasnya kondisi alam, terserang malaria, dimakan buaya, disiksa, atau berkelahi dengan sesama tahanan maupun tentara penjaga. Boven Digul selama bertahun-tahun menjadi ancaman mengerikan bagi para ‘pembangkang’ sejak masa kolonial hingga Orde Baru. Hatta aktif dalam pergerakan anti imperialisme dan anti kolonialisme sejak menuntut ilmu di Negeri Belanda pada tahun 1921 – 1932. Hatta dan Sjahrir mendirikan PNI-Baru kepanjangan dari Pendidikan Nasional Indonesia, sekembalinya menuntut ilmu pada tahun 1932. PNI-Baru merupakan partai kader yang menggembleng kadernya dengan paham dan ideologi partai dan menjadi anggota yang militan dan terdidik secara politik dengan baik. Pemerintah Hindia Belanda menangkap Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Bondan pada 25 Februari 1934. Hatta dan Bondan sempat merasakan Penjara Glodok sebelum diasingkan ke Boven Digul pada minggu pertama Januari 1935. Ketiganya adalah aktivis pejuang pergerakan yang lantang menyuarakan perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Sjahrir terutama dituduh telah melakukan tindakan subversif yang berusaha menjatuhkan Pemerintah Hindia Belanda. Ia ditangkap pada tahun 1934 dan mendekam di penjara Cipinang sampai Januari 1935. Pemerintah Kolonial menjatuhi hukuman pengasingan ke Boven Digul kepada Sutan Sjahrir pada 6 Januari 1935. Sutan Sjahrir adalah salah satu Bapak Bangsa, lahir pada tanggal 5 Maret 1909 di Koto Gadang, Bukittinggi. Ia menjadi sejawat Hatta dalam pendirian Perhimpunan Indonesia di Belanda, sebelum kembali ke tanah air pada tahun 1931. Bersama Hatta mendirikan PNI-Baru setelah penangkapan tokoh-tokoh PNI (Partai Nasional Indonesia). Semoga bermanfaat....


SURAT EDARAN DAN KEPUTUSAN BERSAMA TENTANG UN DAN USBN TAHUN 2019 (2018/2019)

Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) dan Ujian Nasional Berstandar Nasional sudah didepan mata kita semua tentunya persiapan harus dilakukan sekolah. Namun pelaksanaan tersebut harus mengacu pada aturan yang telah diterbitkan oleh pemerintah yang khusus membidangi pendidikan secara nasional.
Dalam rangka persiapan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) Tahun Pelajaran 2018/2019, berikut disampaikan:
  1. Surat Edaran Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0100/SDAR/BSNP/XI/2018 perihal Dokumen Acuan Pelaksanaan UN dan USBN Tahun Pelajaran 2018/2019. SILAHKAN UNDUH DISINI
  2. Surat Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0296/SKEP/BSNP/XI/2018 tentang Kisi-kisi Soal Ujian Nasional untuk Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. SILAHKAN UNDUH DISINI
  3. Surat Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0297/SKEP/BSNP/XI/2018 tentang Kisi-kisi Ujian Sekolah Berstandar Nasional Tahun Pelajaran 2018/2019. SILAHKAN UNDUH DISINI
Semoga menjadi acuan dan perhatian kita bersama untuk dilaksanakan secara seksama dan tidak keluar dari aturan yang sudah ada. Semoga...

Rabu, 28 November 2018

KISI-KISI UN SMA-MA TAHUN 2019 TAHUN AJARAN 2018/2019 (UNBK DAN UNPK SMA-MA T.A. 2018/2019)


Kompetensi adalalahkemampuan minimal yang harus dikuasai siswa setelah mempelajari materi pelajaran tertentu. Kompetensi  ini diambil dari kurikulum. Materi adalah bahan ajar yang harus dikuasai siswa berdasarkan kompetensi yang akan diukur. Penentuan materi (bahan ajar) yang akan diambil disesuaikan dengan indikator yang akan disusun. Indikator adalah ciri-ciri perilaku yang dapat diukur sebagai petunjuk untuk membuat soal. Soal disusun berdasarkan indikator yang telah dibuat.





Di bawah ini terdapat unduhan yang dapat digunakan sebagai pedoman Kisi-Kisi UN SMA-MA Tahun 2019, Tahun Ajaran 2018/2019.

Silahkan Download LINK INI dalam satu file untuk semua mata pelajaran SMA-MA Ujian Tahun 2019.


Semoga menjadi manfaat dan anak-anak kita berhasil dalam meraih cita-citanya. 

KISI-KISI UN SMP/MTs TAHUN 2019 TAHUN AJARAN 2018/2019 (UNBK DAN UNKP SMP/MTs T.A. 2018/2019)

Assalamu'alaikum. Wr. Wb.

Tahun 2018 sudah masuk bulan November. Tidak terasa kurang lebih beberapa bulan lagi Ujian Nasional SMP/MTs tahun 2018 bakal digelar. Pastinya para siswa kelas 12 lagi heboh persiapan belajar buat UN. Semangat ya anak-anakku tersayang.
Pada kesempatan kali ini, saya akan membantu untuk mempelajari dan mengunduh kisi-kisi UN SMP/MTs baik UNBK maupun UNPK tahun 2018. Pendidikan Indonesia saat ini berjalan dengan 3 kurikulum, yaitu KTSP, Kurikulum 2013, dan Kurikulum 2013 Revisi.  Jadi kita bisa meraba dan mulai persiapan belajar menggunakan pola-pola UN tahun-tahun sebelumnya.
Baiklah, langsung saja  kita lihat kisi-kisi UN SMP/MTs tahun ajaran 2018/2019 untuk tahun 2019.
Silahkan download DISINI dalam satu file untuk seluruh mata pelajaran. Semoga bermanfaat dan anak-anakku berhasil dengan sukses. Aamiin...

Selasa, 27 November 2018

Bahasa Indonesia Perekat Kebangsaan



Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia, Jusuf Kalla, didampingi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, membuka secara resmi penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XI, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (29/10/2018). KBI yang berlangsung pada tanggal 28-31 Oktober 2018, mengangkat tema “Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia”. Wapres mengajak seluruh masyarakat untuk bangga menggunakan bahasa Indonesia.

“Kita bersyukur bahwa bangsa kita yang besar ini bahasa resminya hanya satu yakni bahasa Indonesia,” dikatakan Wapres Jusuf Kalla.
Mendikbud menyampaikan bahwa dengan Kongres Bahasa Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kedudukan bahasa Indonesia di dunia Internasional. Selain itu, juga dapat memperkuat tenun kebangsaan, mengidentifikasi mutu pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra. Serta menghasilkan rumusan atau rekomendasi yang dapat dijadikan arah kebijakan nasional maupun internasional kebahasaan dan kesusastraan.
“Kongres ini diikuti 1.031 peserta, termasuk peserta asing yang datang dari 12 negara sahabat. Kehadiran peserta asing juga sebagai representasi program internasionalisasi bahasa Indonesia ke manca negara yang sedang berjalan,” tutur Mendikbud.
Kongres Bahasa Indonesia diselenggarakan satu kali dalam lima tahun. Tahun ini menghadirkan 27 orang pembicara kunci, serta 72 pemakalah seleksi yang berasal dari dalam dan luar negeri. Peserta kongres berjumlah 1.031 orang, terdiri atas para pemangku kepentingan, seperti pejabat publik, akademisi, budayawan, tokoh pegiat, pakar, guru, praktisi/pemerhati bahasa dan sastra Indonesia serta daerah, serta para tamu undangan.
Pembicara kunci yang akan berbicara pada hari pertama kongres adalah Sastrawan Ahmad Tohari dengan bahasan “Ragam Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Ranah Kehidupan”, dilanjutkan dengan gelar wicara yang menghadirkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Sutan Adil Hendra dengan bahasan “Bahasa dan Sastra untuk Strategi dan Diplomasi” dan wakil dari Kementerian Dalam Negeri dengan bahasan “Pengutamaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik”.
Ada sembilan subtema yang dikembangkan dari tema besar itu, yaitu (1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, (2) Pengutamaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik, (3) Bahasa, Sastra, dan Teknologi Informasi, (4) Ragam Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Ranah Kehidupan, (5) Pemetaan dan Kajian Bahasa dan Sastra Daerah, (6) Pengelolaan Bahasa dan Sastra Daerah, (7) Bahasa, Sastra, dan Kekuatan Kultural Bangsa Indonesia, (8) Bahasa dan Sastra untuk Strategi dan Diplomasi, dan (9) Politik dan Perencanaan Bahasa dan Sastra.
Pengutamaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik
Bahasa Indonesia merupakan bahasa keempat yang paling banyak dipakai di dunia. Menurut Wapres, salah satu yang menjadikannya lebih mudah diterima oleh masyarakat dunia adalah penggunaan huruf latin. Kendati demikian, Wapres berharap agar kosa kata bahasa Indonesia dapat terus dikembangkan dengan mengikuti perkembangan zaman. “Mudah-mudahan Kongres Bahasa Indonesia ini dapat memberikan kemajuan dan pencerahan kepada masyarakat tentang bagaimana menggunakan bahasa Indonesia baku tetapi tetap moderen dan mengikuti perkembangan zamannya,” pesannya.
Peran dan fungsi bahasa Indonesia telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Keberagaman bahasa di Indonesia perlu dikelola untuk kebutuhan pembangunan sosial, politik, dan ekonomi melalui pendidikan. Mendikbud berpesan, agar keberadaan bahasa asing di ruang publik perlu ditertibkan atau disesuaikan.
Sesuai Undang-Undang, penggunaan bahasa asing dan bahasa daerah di ruang publik diperbolehkan. Yang perlu diperhatikan, menurut Mendikbud, adalah kesesuaian dengan kondisi dan ranah yang ada, yaitu tetap mengutamakan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara karena ruang publik merupakan representasi jati diri bangsa Indonesia yang harus dihormati keberadaannya. “Ruang publik adalah representasi kehadiran negara melalui bahasa negara. Dan bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di negaranya sendiri,” ujar Mendikbud.
Dan bahasa daerah, menurut Mendikbud, harus mampu membentuk generasi muda Indonesia yang sadar akan kebesaran tradisi dan budayanya. Sementara itu, bahasa asing harus mampu menyiapkan generasi muda Indonesia agar mampu bersaing di dunia internasional.
“Mari kita utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing,” pesan Mendikbud.
Penghargaan Pegiat Bahasa dan Sastra
Dalam rangka penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia (KBI) ke-XI, Mendikbud Muhadjir Effendy, memberikan penghargaan kepada 13 orang pegiat bahasa Indonesia dan tiga provinsi penerima penghargaan Adibahasa. Tiga provinsi penerima penghargaan Adibahasa tersebut adalah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jambi, dan Provinsi Sulawesi Barat, di Jakarta, Minggu (28/10). 
Selain penghargaan kepada tiga provinsi tersebut, diberikan juga penghargaan kepada 13 orang pegiat bahasa, terdiri atas tiga kategori, yakni kategori Sastra diberikan kepada Rida K. Liamsi (kumpulan puisi); Eka Kurniawan (kumpulan cerpen); Martin Suryajaya (novel); Ziggy Zezsyazeoviennazabriezkie (novel), Akhudiat (naskah drama), Hasan Aspahani (esai sastra).
Selanjutnya penerima penghargaan pada kategori Tokoh Kebahasaan dan Kesastraan diberikan kepada Arif Sulistiono (tokoh kepemudaan); I Komang Warsa (tokoh pendidik/tenaga kependidikan); Nursida Syam (pegiat literasi), dan; Felicia N. Utorodewo (pegiat diplomasi kebahasaan di kawasan ASEAN). Adapun untuk kategori Duta Bahasa Tingkat Nasional 2018 diberikan kepada Agatha Lydia Natania dan Nursidik (Terbaik I); Hilma Ramadina dan Faisal Meinaldy (Terbaik II), dan; Ainna Khairunnisa dan Almuarrif (Terbaik III).
Selain itu, pada pelaksanaan KBI XI Kemendikbud meluncurkan beberapa produk kebahasaan dan kesastraan. Di antaranya Kamus Besar Bahasa Indonesia Braille; Buku Bahasa dan Peta Bahasa; Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Dalam Jaringan (Daring); Korpus Indonesia; Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Daring; Buku Sastrawan Berkarya di Daerah 3T; 546 buah buku bahan bacaan literasi; Kamus Vokasi; Kamus Bidang Ilmu, dan; Aplikasi Senarai Padanan Istilah Asing (SPAI). Masyarakat dapat mengunduh materi dan hasil KBI melalui laman kbi.kemdikbud.go.id. (*)
 sumber : https://kominfo.go.id

Dorong Pembelajaran Berbasis Teknologi, Kemendikbud Gelar ISODEL 2018


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) melalui Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom) akan menggelar "International Symposium on Open, Distance and E-Learning 2018", di Bali, 3-5 Desember 2018. Hal ini disampaikan Kepala Pustekkom Gogot Suharwoto dalam pertemuan dengan media di Gedung Kemendikbud, Jakarta (26/11/2018). ISODEL 2018 merupakan kerjasama antara Pustekkom Kemendikbud, Universitas Terbuka, Unesco, ICDE, SEAMEO Center dan IDLN. Tahun ini, ISODEL mengangkat tema "Making Education 4.0 for Indonesia".

Kemendikbud melalui Pustekkom menggelar konferensi pers (26/11/2018) jelang acara International Symposium on Open, Distance and E-Learning 2018 yang akan diadakan di Bali, 3-5 Desember 2018.


Kemajuan teknologi untuk pendidikan Salah satu menjadi poin penting dalam pidato Mendikbud menyambut Hari Guru Nasional (25/11/2018) adalah memanfaatkan teknologi bagi pemajuan pendidikan nasional.  Memasuki revolusi industri 4.0, guru diimbau mampu memanfaatkan perubahan teknologi dan informasi yang super cepat itu untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah sehingga mampu menghasilkan lulusan berkompetensi global. Senada hal tersebut, Gogot Suharwoto menyampaikan, "Transformasi pendidikan digital dapat digunakan untuk membangun karakter sehingga siswa dapat memanfaatkan teknologi secara positif dan tidak hanya terkena dampak atau ekses negatif saja."



Lebih jauh Gogot menambahkan, pendidikan digital dapat menjangkau daerah terpencil sehingga pemerataan kualitas pendidikan bukan menjadi hal yang mustahil untuk dicapai. "ISODEL 2018 menjadi kesempatan baik bagi mereka yang peduli dan terlibat dalam peningkatan pendidikan melalui teknologi informasi dan komputer ( TIK)," tegas Gogot. Berbagi praktik baik pemanfaatan teknologi Simposium internasional yang rencananya dibuka Mendikbud Muhadjir Effendy ini akan menggabungkan 3 format acara yakni; simposium, workshop dan pameran.  Beberapa menteri rencananya akan berbagi pandangan dalam simposium ini di antaranya; Muhadjir Effendy (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika), Sri Mulyani (Menteri Keuangan), dan Cahyo Kumolo (Menteri Dalam Negeri). Terdapat 4 tema besar dalam simposium kali ini yang akan dibahas para akademisi dan praktisi profesional yakni; (1) Teknologi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0, (2) Pendidikan Karakter dan Pendidikan Vokasi, (3) Transformasi Pendidikan Digital, serta (4) Pendidikan Guru: Peningkatan Profesionalisme dan Pelatihan Kompetensi untuk Industri 4.0. Gogot Suharwoto menyampaikan ISODEL 2018 terbuka untuk berbagai kalangan khususnya guru, dosen, akademisi, peneliti dan praktisi dari seluruh dunia. Kompetensi pendidik era Industri 4.0 Dalam kesempatan temu media turut hadir Prakaikan Schneitz (Deputy Director for Program SEAMOLEC). SEAMOLEC merupakan salah satu institusi yang memiliki fokus bidang pendidikan terbuka - jarak jauh (PJJ) dan akan membawakan materi pendidikan daring dalam ISODEL 2018. "Thailand memiliki permasalahan yang hampir sama dengan Indonesia terkait pemerataan pendidikan di daerah terpencil. Pendidikan jarak jauh dapat menjadi solusi bagi permasalahan tersebut," kata Prakaikan kepada Kompas.com di sela-sela acara. Prakaikan menambahkan para guru harus mampu mengikuti perkembangan teknologi yang berkembang sangat cepat. "Tantangan lain adalah bagaimana guru memperkecil gap antara siswa yang merupakan 'penduduk asli digital' (digital native) dan guru yang merupakan 'pendatang' (digital imigrant)," ujarnya. Ia mendorong guru mengubah pola pikir dan metode pembelajaran dari cara pembelajaran tradisional satu arah menjadi pembelajaran kolaboratif dengan menggunakan teknologi. Meski demikian, Prakaikan menyampaikan peran guru tidak akan tergantikan oleh teknologi. "Peran guru tidak hanya memberikan pengetahuan yang kini mudah dan cepat diperoleh di era informasi. Guru juga memiliki peran dalam membentuk karakter, mendorong dan menginspirasi siswa menjadi pribadi yang lebih baik," tutup Prakaikan.



Sistem Zonasi Jadi Landasan Wajib Belajar 12 Tahun





Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy optimistis dengan sistem zonasi, target wajib belajar 12 tahun akan lebih mudah dicapai. Mendatang, sekolah bersama aparat daerah dapat lebih aktif mendorong anak-anak usia sekolah untuk belajar di sekolah atau pendidikan kesetaraan.

"Kita balik, kalau dulu sekolah menunggu siswa datang mendaftarkan diri. Mulai tahun depan, sekolah aktif mendatangi keluarga-keluarga yang memiliki anak usia sekolah untuk masuk sekolah, bersama aparat daerah. Yang tidak mau di sekolah, harus dicarikan alternatif yaitu di pendidikan kesetaraan. Sehingga tidak boleh lagi anak usia wajib belajar 12 tahun yang tidak belajar," diungkapkan Mendikbud dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Zonasi untuk Pemerataan Kualitas Pendidikan Tahun 2018 Region III, di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (22/9).


Dengan sistem zonasi, penerimaan siswa baru diyakini dapat berjalan lebih baik dan mencerminkan keberadilan. Melalui zona-zona yang ada, peta guru dan sarana prasarana pendidikan menjadi lebih jelas, sehingga memudahkan dalam penanganan permasalahan. Menurut Mendikbud, jika sebelumnya, populasi sumber daya unggulan terkonsentrasi pada sekolah-sekolah tertentu yang dianggap berkualitas atau favorit, maka ke depan semua sekolah akan didorong memiliki kualitas yang baik.

Penerapan sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat. Selain itu, sistem zonasi juga menjadi langkah strategis dalam penerapan pendidikan karakter.

Ekosistem pendidikan, menurut Muhadjir, sangat penting bagi penerapan pendidikan karakter. Dicontohkannya, saat jarak sekolah dekat dengan tempat tinggal, kemudian siswa jenjang pendidikan dasar bisa berjalan kaki ke sekolah. Dalam proses berjalan ke sekolah itu, siswa bisa belajar etiket warga negara. Orang tua dan masyarakat sekitar ikut teribat dalam pendidikan karakter.

"Zonasi ini adalah terjemahan operasional dari ekosistem pendidikan yang dimaksud dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional itu," tutur Mendikbud di depan peserta rakor.

Rakor dilaksanakan selama tiga hari bersama Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi di wilayah Sumatera. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano, menyampaikan bahwa tujuan rakor ini adalah agar dapat menyosialisasikan kebijakan zonasi secara lebih baik. Kemudian juga menyosialisasikan pembahasan seputar potret pendidikan di daerah, peta sebaran satuan pendidikan nominasi pusat zona, dan proses manajemen pembuatan zona.

Materi yang akan diberikan di antaranya Kebijakan terkait Pemerataan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Kemendikbud Tahun 2018; Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk Kebijakan Zonasi; dan Konsep Pengembangan Zonasi, Klasifikasi Sekolah Pusat Zona dan Peta Sebaran Sekolah Pusat Zonasi.

Tercatat sekitar empat ribu zona di berbagai wilayah yang menjadi panduan bagi pemerintah baik pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan pendidikan. Zona yang disiapkan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) dibahas bersama dengan pemerintah daerah agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan. Adapun informasi terkait zona tersebut dapat dilihat publik melalui laman http://zonamutu.data.kemdikbud.go.id

Pendekatan revitalisasi sekolah

Manajemen berbasis sekolah, menurut Mendikbud, menjadi pendekatan untuk memperbaiki pendidikan nasional. Sekolah harus mampu mengintegrasikan berbagai lingkungan belajar siswa. "Seluruh kegiatan belajar siswa, baik di dalam sekolah, di masyarakat, maupun di dalam keluarga harus dimanajemeni oleh sekolah. Artinya, ada perencanaan, pelaksanaan, evaluasi oleh sekolah. Jangan sampai sekolah tidak tahu apa saja yang dipelajari anak," kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini.

Kemudian, guru hendaknya dapat mendorong dan memfasilitasi cara belajar siswa aktif yang merupakan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dicontohkannya, pelaksanaan pembelajaran jangan terlalu kaku dan terpaku pada silabus. "Yang penting itu membangkitkan rasa penasaran siswa. Itu 'kan bagian dari upaya kita mendorong kemampuan berpikir kritis," katanya.

Selain itu, sekolah harus mampu mengembangkan kurikulum berbasis luas. Intinya memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, dan individualisasi siswa. "Setiap siswa harus diberi keleluasaan untuk berkembang sesuai jati dirinya," pesan Mendikbud.

Bagi Mendikbud, kunci perbaikan kualitas pembelajaran siswa adalah para guru. Terkait kekurangan guru sekolah, pemerintah secara bertahap melakukan rekrutmen guru baru. Baik sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPPK).

Kemendikbud bekerja sama dengan pemerintah daerah mendorong penguatan peran Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Melalui sistem zonasi, pembinaan guru-guru tidak lagi terpaku pada batasan administratif antarbirokrasi. Namun, pengembangan antarsesama kolega. "Mestinya guru yang bersertifikat profesional membina guru-guru yang belum bersertifikat atau guru honorer. Itu nanti jadi bagian dari beban kerjanya," ujar Muhadjir.

Mendikbud dijadwalkan akan mengikuti pawai obor Asian Para Games 2018 pada hari Minggu pagi (23/9). Setelah itu, Mendikbud akan melakukan sepak mula atau kick off Gala Siswa Indonesia (GSI) tingkat provinsi di Stadion Teladan, Medan. Turut mendampingi dalam kunjungan kerja kali ini, Sekretaris Jenderal, Didik Suhardi; Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano; Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD Dikmas), Harris Iskandar. (*)
Sumber : https://www.kemdikbud.go.id