Mengapa mau jadi dosen luar biasa?
Pertanyaan ini dilontarkan oleh rekan dosen setelah dia tahu latar belakang pendidikan saya. “Ngapain kamu jadi dosen? kalau kamu kerja sambilan menjadi konsultas keuangan pasti lebih makmur”, begitu ucapnya. Memang benar juga sih, kalau dari ukuran uang, penghasilan teman-teman seangkatan saya sepertinya sudah mencapai puluhan juta per bulan.
Menyesal dong? Jelas tidak Menjadi dosen luar biasa bukan pilihan satu-satunya bagi saya. Sebelum saya memilih profesi dosen luar biasa, selama ini saya bekerja di Bidang Pendidikan, dengan gaji yang terstruktur sesuai pangkat dan golongan tentunya. Saya juga sudah kenyang bekerja di bidang pendidikan.
Pekerjaan menurut saya mirip seperti pasangan hidup. Setiap orang memiliki selera yang berbeda, dan harus ada trade off. Agak lama juga ternyata untuk menemukan “selera” saya. Saya termasuk orang yang sering gonta-ganti pekerjaan dulunya. Proyek pengerjaan PDAM Kota Sukabumi pertama kali saya dapatkan saat tamat SMEAN Kota Sukabumi, berlanjut menjadi pencuci levis dikawasan Jatake-Tangerang, pembukuan di perusahaan kayu daerah Sagaranten dan yang terakhir di perusahaan daerah Pulau Sambu (sekarang masuk Provinsi Kepri). Sempat jualan kapas kecantikan setelah jam kantor, baik langsung maupun melalui warung semasa awal tugas mengabdi. Kemudian belajar buka rental komputer sendiri di tahun 1998. Karena kesibukan sebagai abdi negara menjadi tidak berkembang, beralih jualan pulsa di garasi rumah selepas tugas. Akhirnya menjadi tutor Universitas Terbuka (UT) di tahun 2009 sampai dengan sekarang, Dosen LB Fakultas Ekonomi di Universitas Prof.DR. Hazairin, S.H., Dosen LB di Poltekkes Kemenkes Bengkulu untuk Mata Kuliah Entreupreuner serta terakhir Dosen LB Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi di Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Dari semua itu, menjadi dosen menurut saya merupakan pekerjaan yang paling menyenangkan.
Kenapa bisa seperti itu? Setelah saya pikir-pikir, mungkin karena sifat saya yang cepat bosan. Dengan menjadi dosen, sulit untuk menjadi bosan. Mempersiapkan materi kuliah membuat saya harus terus belajar. Menghadapi mahasiswa yang selalu baru setiap semester memberikan masukan yang segar. Melakukan penelitian memberikan kebebasan untuk melakukan apa yang kita inginkan (tanpa perlu khawatir hasilnya tidak laku). Diluar kedua hal itu, profesi menjadi freelancer masih tetap dapat dijalankan Malah sekarang saya mengajak mahasiswa untuk nabung saham sehingga mirip mengelola perusahaan juga.
Kelebihan yang lain adalah fleksibilitas waktu dan tempat kerja. Urusan kuliah tatap muka memang tidak dapat ditinggalkan (harus di dalam kelas dalam waktu tertentu). Tapi diluar itu, saya tetap kembali bekerja sebagai seorang abdi negara (struktural). Penggunaan e-learning membuat saya dan mahasiswa dapat berkomunikasi tanpa perlu dibatasi ruang kelas. Kadang-kadang saya chatting dengan mahasiswa mengenai kuliah sampai jam 1 pagi (tapi kalau ada yang berani menelpon jam 12 malam, ya saya getok). Kenikmatan sepertinya bisa bermain dengan si nino (kucing persia kesayangan).
Kelebihan yang lain (lagi) adalah dari sisi politik kantor. Di universitas saya perhatikan, walaupun ada, intrik antar dosen relatif sedikit dan lunak. Dengan jabatan fungsional, dosen suatu saat bisa menjadi ketua jurusan, bahkan rektor. Tapi di saat yang lain dapat menjadi dosen biasa lagi. Ini berbeda dengan di tempat lain yang sekali diatas akan terus naik jabatannya.
Manfaat terakhir tapi mungkin paling penting: salah satu amalan yang tetap mengalir walaupun kita sudah wafat adalah ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang saya berikan ke mahasiswa membuat mereka bisa bekerja dan bermanfaat bagi masyarakat dan saya yakin itu masuk kategori ilmu yang bermanfaat Salah satu hal yang paling menyenangkan adalah saat ngobrol dengan alumni dan mereka menceritakan bahwa kuliah saya bermanfaat saat mereka kerja setelah lulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar