Jumat, 24 November 2017

PARADIGMA PEMBELAJARAN MENJAWAB TANTANGAN JAMAN

Dr. Khaerudin, M.Pd.
khaerudin.psb@gmail.com , www.ilmupendidikan.net

PENDAHULUAN
Tidak bisa dipungkiri, perkembangan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang demikian pesat telah mempengaruhi dan mengubah tatanan kehidupan masyarakat kita, baik pada aspek sosial, ekonomi, budaya, kesehatan, maupun pendidikan. Tidak ada satu pun bidang kehidupan masyarakat saat ini terlepas dari efek teknologi informasi dan komunikasi. Kalaupun ada, bisa dipastikan bahwa bidang tersebut akan tertinggal dari kemajuan jaman dan akan terkesan kuno dan “tradisional”. Ini mengandung arti, bahwa apabila suatu bidang kehidupan ini ingin maju dan berkembang maka mau tidak mau ia harus mengadopsi dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam menjalankan aktivitasnya.
Dunia pendidikan dan pembelajaran adalah salah satu bidang yang tidak bisa lepas dari dampak teknologi informasi dan komunikasi. Hampir seluruh komponen dari sistem pendidikan dan pembelajaran dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, baik itu komponen tujuan, materi atau isi, sumber belajar, strategi, dan juga komponen evaluasinya. Semua itu, secara nyata akan berdampak pada bagaimana proses belajar dan pembelajaran yang dialami oleh para peserta didik. Artinya, proses belajar dan pembelajaran bagi peserta didik di era TIK ini harus memperhatikan berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi.
Kita harus melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan jaman agar proses belajar yang dialami peserta didik sesuai dengan jamannya. Kita tidak bisa melaksanakan pembelajaran untuk peserta didik kita saat ini, seperti yang kita alami pada saat kita mengikuti proses pembelajaran 10 atau 20 tahun lalu, karena tuntutan jamannya yang sangat berbeda. Hal ini telah diingatkan oleh Ali bin Abi Tholib RA 15 abad yang lalu, dan juga oleh John Dewey. Ali bin Abi Tholib RA menyatakan “Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya karena ia hidup dengan jaman yang berbeda dengan jamanmu”, sementara John Dewey mengingatkan “If we teach today’s students as we taught yesterday’s, we rob them of tomorrow ”. Kalimat bijak di atas menuntut kita untuk tahu betul apa sesungguhnya yang dituntut pada anak didik kita di masa depan, dan bagaimana kita membantu mereka untuk belajar dan memenuhi tuntutan tersebut agar mereka bisa eksis dan berkembang di masanya.
Teknologi pendidikan sebagai sebuah disiplin telah menetapkan diri untuk fokus pada upaya membantu memecahkan masalah belajar dan pembelajaran pada manusia. Sementara itu permasalahan belajar dan pembelajaran akan tetap ada selama manusia itu ada. Ini berarti, teknologi pendidikan juga akan terus ada selama masih ada manusia. Dengan menggunakan logika yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa teknologi pendidikan dapat berkiprah di berbagai tempat dan waktu, karena permasalahan belajar dan pembelajaran akan selalu muncul di berbagai tempat dan waktu. Proses belajar bisa terjadi di mana saja dan kapan saja: di sekolah, di rumah, di tempat kerja, di pasar, di jalanan, pada siang hari, malam, pagi, dan sore, dan seterusnya. Permasalahannya adalah apakah para teknolog pendidikannya siap “membaca” perubahan demi perubahan yang terjadi di lingkungannya, dan apakah mereka siap memberi solusi yang efektif atas permasalahan belajar dan pembelajaran yang semakin kompleks sebagai akibat dari “merajalelanya” teknologi informasi dan komunikasi, serta ilmu pengetahuan lain yang mempengaruhinya?

APA YANG MENJADI TUNTUTAN MASA DEPAN
Perubahan dan perkembangan tata kehidupan masyarakat dan dunia kerja sebagai akibat dari dimanfaatkannya teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat, menjadikan tuntutan masa depan terhadap tenaga kerja termasuk terhadap para teknolog pendidikan akan semakin kompleks, dan cenderung sulit diprediksi. Hal ini tentunya juga akan berpengaruh terhadap penyiapan tenaga terampil dan ahli dalam bidang teknologi pendidikan, khususnya terkait dengan kompetensi yang harus dikuasai dan terutama terhadap proses pembelajaran dalam memfasilitasi mereka menguasai kompetensi yang ditetapkan.
Untuk mengidentifikasi berbagai tantangan tersebut, dalam tulisan ini akan dianalisis berbagai tantangan dan tuntutan di masa depan dalam 2 perspektif, yaitu pertama dilihat dari perspektif tuntutan masyarakat dan dunia kerja di Era Global; kedua terkait dengan berbagai tren perubahan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (khususnya teknologi informasi dan komunikasi) yang mempengaruhi bidang keahlian TP.

Tuntutan Kompetensi di Era Global
Sebagai bagian dari warga dunia, kita tidak bisa melepaskan diri dari situasi, kondisi, dan juga tuntutan masyarakat dunia, agar kita bisa eksis dan berpartisipasi aktif bagi perkembangan dunia. Untuk itu kita harus menyadari betul apa yang menjadi tuntutan mereka. Pada tataran global, terdapat tuntutan kompetensi yang jelas yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk dapat eksis dalam percaturan kehidupan dunia. Hal tersebut dapat kita lihat dari pandangan Jonathan Anderson dalam buku “ICT Transforming Education: A Regional Guide”, yang diterbitkan oleh UNESCO Bangkok, tentang prestasi akademik yang menjadi tuntutan masa depan, yaitu memiliki karakter sebagai pemikir, memiliki etos kerja yang tinggi sehingga produktif, memiliki keterampilan berkomunikasi, melek teknologi dan informasi.
Pada bagian lain, dengan esensi yang sama, Anderson menegaskan terdapat lima tuntutan teratas bagi para pekerja di era global, yaitu mereka (para pekerja) harus memiliki kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah, memiliki kemampuan mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi, mampu bekerja sama dalam tim atau berkolaborasi, kreatif dan inovatif, serta memiliki pemahaman akan keragaman (diversity).
Pemikiran lain yang lebih detail dan patut dipertimbangkan dalam melihat kompetensi yang harus dimiliki oleh “tenaga kerja” kita di era global adalah apa yang disampaikan oleh The North Central Regional Educational Laboratory (U.S.). Lembaga ini menegaskan terdapat sejumlah keterampilan yang dibutuhkan di abad 21, yaitu:

1. Mereka harus melek digital
Tuntutan ini ditandai oleh sejumlah indikator yaitu mereka yang melek fungsional, melek visual, melek ilmiah, melek teknologi, melek informasi, melek budaya, dan memiliki kesadaran global.

2. Mereka harus memiliki kemampuan berpikir penemuan (kreatif dan inovatif)
Tuntutan ini ditandai oleh dimilikinya kemampuan beradaptasi, khususnya dalam dunia yang saling bergantung dan kompleks; memiliki rasa ingin tahu yang besar, sehingga mendorong dirinya untuk terus mencari dan menemukan sesuatu yang baru; memiliki kemampuan berpikir kreatif, yaitu kemampuan menggunakan imajinasi untuk menciptakan sesuatu yang baru; dan berani mengambil resiko, dalam hal ini mereka tidak takut salah dalam menciptakan sebuah inovasi.
Tuntutan ini tidak lepas dari fenomena adanya kebangkitan industri kreatif dan budaya dalam masyarakat. Industri kreatif merupakan kelompok industri yang terdiri dari berbagai jenis industri yang masing-masing memiliki keterkaitan dalam proses pengeksploitasian ide atau kekayaan intelektual (intellectual property) menjadi nilai ekonomi tinggi yang dapat menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan. Ini menunjukkan bahwa di era global ini, kreatifitas memegang peranan sentral sebagai sumber daya utama dalam mendorong kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan.

3. Mereka harus memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dan rasional
Tuntutan ini diindikasikan oleh dimilikinya kemampuan berpikir yang kreatif dalam memecahkan masalah dan berpikir logis yang menghasilkan sesuatu yang berguna. Kemampuan ini menjadi prasyarat untuk dapat berkembang secara optimal, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan juga sebagai profesional dalam bidang teknologi pendidikan.

4. Mereka harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang efektif
Tuntutan ini ditunjukkan oleh kemampuan mereka dalam kerja kelompok, dimilikinya keterampilan interpersonal, mampu dan mau bekerjasama (kolaboratif), memiliki tanggung jawab personal dan sosial, serta mampu berkomunikasi secara efektif dan interaktif. Implikasi dari tuntutan ini adalah bahwa setiap individu harus belajar menguasai bahasa internasional dengan baik, karena bahasa adalah alat berkomunikasi, dan belajar berpikir runtut dan logis, karena komunikasi yang efektif dipengaruhi oleh cara kita berpikir.

5. Mereka harus memiliki produktivitas yang tinggi
Untuk itu tentunya mereka harus menunjukkan karaktersitik individu yang produktif, yang berimplikasi pada dimilikinya perilaku yang juga produktif. Untuk melihat apakah seseorang memiliki karakteristik dan perilaku produktif, kita dapat mencermati indikatornya sebagaimana diungkapkan oleh Gilmore (1974), Erich Fromm (1975), yaitu tindakannya konstruktif, percaya pada diri sendiri, bertanggung jawab, memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan, mempunyai pandangan ke depan, mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah, mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya (kreatif, imaginative,dan inovatif), dan memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya
Mencermati tuntutan kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga kerja kita di era global sebagaimana diuraikan di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa para tenaga kerja di era global dituntut untuk memiliki kompetensi yang komprehensif, yang merupakan kombinasi antara softskill dan hardskill. Mereka bukan hanya pintar secara akademik yang ditandai dengan penguasaan disiplin ilmu tertentu, tetapi juga memiliki keterampilan, khususnya dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, dan yang paling penting adalah penguasaan softskill berupa kemampuan berpikir kritis, kreatif, inovatif, produktif, mampu memecahkan masalah, melek digital, dan juga memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan bekerjasama dengan baik.
Di samping terkait dengan tuntutan terhadap kualitas individu yang harus memiliki sejumlah kompetensi sebagaimana diuraikan di atas, tantangan lain datang dari faktor eksternal individu. Tantangannya datang dari efek globalisasi yang ditandai dengan diberlakukannya berbagai perjanjian perdagangan, seperti WTO (World Trade Organization), APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation), CAPTA (Cina-Asia-Pasific Trade Agreement), dan juga ASEAN Community. WTO memiliki berbagai kesepakatan perdagangan yang telah dibuat, namun kesepakatan tersebut sebenarnya bukanlah kesepakatan yang sebenarnya. Karena kesepakatan tersebut adalah pemaksaan kehendak oleh WTO kepada negara-negara untuk tunduk kepada keputusan-keputusan yang WTO buat (http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Perdagangan_Dunia). APEC menghasilkan “Deklarasi Bogor” pada KTT 1994 di Bogor yang bertujuan untuk menurunkan bea cukai hingga nol dan lima persen di lingkungan Asia Pasifik. Untuk negara maju paling lambat tahun 2010 dan untuk negara berkembang selambat-lambatnya tahun 2020. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kerja_Sama_Ekonomi_Asia_Pasifik). Terlepas dari adanya kepentingan politik dan ekonomi yang melatarbelakangi munculnya berbagai kesepakatan di atas, implikasi dari berbagai perjanjian di atas adalah munculnya tuntutan untuk menghasilkan berbagai produk dan jasa yang berkualitas dan memiliki daya saing tinggi, sehingga siap bersaing dengan produk dan jasa yang datang dari berbagai negara lain; Dengan kata lain dengan diberlakukannya berbagai perjanjian di atas, akan terjadi persaingan yang ketat yang akan dihadapi oleh produk dan jasa yang dihasilkan bangsa kita. Kondisi ini sesungguhnya berujung pada tuntutan akan proses pendidikan dan pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan kita yang harus berkualitas, karena melalui pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas inilah akan dihasilkan sumber daya manusia yang akan menciptakan berbagai produk dan jasa yang juga berkualitas.
Tantangan lain datang sebagai akibat dari kemajuan dalam bidang teknologi Informasi dan komunikasi. Hal ini ditandai dengan telah terjadinya pertumbuhan eksponensial informasi dan pengetahuan di sekitar kita (Anderson, 2010): setiap tahun terjadi pertumbuhan informasi 2 kali lipat dari tahun sebelumnya; pada tahun 2011, digital universe berkembang ukurannya menjadi 10 kali lipat dibanding tahun 2006; para ahli memperkirakan terjadi 24 juta posting blog baru di-update setiap hari; melalui YouTube di-share 100 juta video stream setiap hari; lebih dari 7,000 artikel ilmu pengetahuan dan teknis di-publish setiap hari; dalam bidang kimia sampai 25 juta sehari. Kondisi ini menunjukkan telah terjadi eksplosi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang luar biasa, yang tidak ada seorang pun yang mampu membendungnya. Dalam kondisi seperti ini maka penguasaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi keniscayaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Alfin Toefler yang menyatakan bahwa di era ini “Orang buta huruf adalah orang yang tidak menguasai ICT”.
Kondisi di atas juga bisa ditafsirkan bahwa terjadinya eksplosi iptek akan mempengaruhi berbagai segi kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya terhadap tuntutan akan karakteristik manusia yang baru. Demikian juga dengan proses pendidikan dan pembelajaran yang berlangsung di berbagai lembaga pendidikan harus melakukan reformasi dengan mengadopsi berbagai pendekatan dan model pembelajaran yang relevan. Kondisi di atas juga menjadi tantangan bagi para teknolog pendidikan, bagaimana merancang, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar dan pembelajaran yang efektif dan efesien di tengah-tengah terjadinya eksplosi iptek yang demikian pesat.
Berbagai tuntutan yang diuraikan di atas, berimplikasi pada bagaimana menciptakan proses belajar dan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memiliki dan menguasai berbagai kompetensi di atas. Kalau sudah menyangkut masalah belajar dan pembelajaran tentunya telah menjadi masalah dan tantangan bagi para teknolog pendidikan.
Tantangan lain yang tidak kalah menarik untuk dicermati oleh para teknolog pendidikan adalah adanya kecenderungan terjadi perubahan karakteristik “Sekolah Masa Depan”. Diantara perubahan yang dimaksud adalah:
• Pemanfaatan TIK di Berbagai Jenjang Sekolah
• Perubahan Peran Guru
• Munculnya Sekolah “Carter”
• Bantuan Belajar oleh Agen Pedagogis
• Pusat Media Sekolah
• Meningkatnya Komunikasi antara Sekolah dan Rumah
• Belajar di Rumah
Sepuluh Trend yang Mempengaruhi Bidang Teknologi Pendidikan
Sebagai sebuah disiplin ilmu terapan (applied science), teknologi pendidikan akan terus mengikuti dan mengadopsi berbagai perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk bidang teknologi informasi dan komunikasi. Kondisi ini sekaligus menuntut para teknolog pendidikan untuk terus mempelajari berbagai perubahan tersebut dan mengaplikasinnya untuk memfasilitasi peserta didik dalam memecahkan masalah belajar dan meningkatkan kinerjanya.
Terkait dengan berbagai perubahan dan perkembangan dalam berbagai disiplin ilmu dan teknologi, Robert Reiser, menunjukkan terdapat 10 trend yang akan mempengaruhi bidang teknologi pendidikan dan sekaligus menjadi tantangan bagi para teknolog pendidikan, yaitu: Tuntutan untuk terjadinya peningkatan kinerja (Performance Improvement) yang terus menerus dalam dunia kerja
Satu hal yang sangat wajar, kalau setiap instansi menuntut untuk terjadi peningkatan kinerja yang terus menerus di lingkungan kerjanya. Untuk mencapai harapan tersebut, tidak semuanya dapat dicapai hanya dengan memenuhi sarana dan prasarana atau infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan, karena seringkali prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut justru memerlukan peningkatan kompetensi para pekerjanya. Banyak cara untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja, diantaranya menggunakan metode non-instructional untuk melengkapi metode instructional, yaitu dengan memanfaatkan:
 Teknik motivasi
 Sistem umpan balik
 Seleksi personal
 Redesain tempat kerja dan pekerjaan
 Pelatihan dan pendampingan
 Dukungan kinerja
 Manajemen pengetahuan
 Belajar informal

1. Berkembangnya aliran psikologi konstruktivistik (Constructivism) dalam dunia pendidikan
Tren ini memunculkan tantangan yang menarik bagi desainer pembelajaran, yaitu bagaimana mereka mampu menyeleksi strategi pembelajaran yang efektif untuk membatu proses belajar yang dilakukan para peserta didik; mereka harus memiliki keyakinan bahwa para peserta didik sesungguhnya memiliki keterampilan prasyarat yang memadai untuk dapat melaksanakan proses belajar dan pembelajaran yang akan dilaksanakan; mereka juga harus mampu menyediakan perancah yang memadai untuk memberikan bimbingan belajar; dan juga harus mampu mempertimbangkan efesiensi belajar.

2. Berkembangnya konsep “manajemen pengetahuan“ (Knowledge Management)
Konsep manajemen pengetahuan dapat diartikan sebagai proses mengumpulkan, menyimpan dan membagi informasi, keahlian, dan wawasan yang bernilai, baik ke dalam maupun lintas komunitas orang dan organisasi yang memiliki minat dan kebutuhan yang sama (Rosenberg, dalam Reiser & Dempsey, 2012). Penerapan konsep ini dalam proses belajar memungkinkan terjadinya pemanfaatan sumber belajar secara efesien dan efektif, karena mereka yang memerlukan informasi/pengetahuan dapat memperolehnya dari satu sumber belajar yang di dalamnya sudah mengandung berbagai informasi yang penting.

3. Berkembangnya suatu sistem yang menyediakan para pekerja berbagai akses pada informasi dan alat yang mendukung kinerja pada saat dibutuhkan (Performance Support) (diadaptasi dari Nyugen, dalam Reiser & Dempsey, 2012)
Perkembangan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi juga telah memberikan fasilitas dan berbagai kemudahan bagi para pekerja dalam mengakses informasi. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa mereka memiliki kesempatan belajar yang luas untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam melakukan pekerjaannya. Beberapa sistem yang telah berkembang diantaranya adalah Sistem GPS (Global Position System); Software persiapan membayar dan melaporkan pajak penghasilan; Alat untuk menghasilkan rumusan tujuan pembelajaran; dan Sistem untuk melaksanakan evaluasi. Perkembangan ini sekaligus menjadi tantangan bagi para teknolog pendidikan, bagaimana memanfaatkan berbagai fasilitas pendukung tersebut untuk dapat memfasilitasi para pekerja tetap bisa belajar secara efesien dan efektif.

4. Berkembangnya model pembelajaran yang berbasis internet (Online Learning)
Pemanfaatan internet sebagai sumber belajar menjadi tren tersendiri dalam dunia pendidikan dan pembelajaran di dunia. Telah banyak kegiatan pendidikan dan pelatihan, serta pembelajaran yang memanfaatkan keunggulan model pembelajaran berbasis internet, atau yang lebih dikenal dengan sebutan online learning.
ASTD State of the Industry (2010) dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa telah banyak jenis pelatihan yang dilaksanakan berbasis Teknologi , seperti online, CBI, video, dll. Hal ini dapat dilihat dari prosentase pengguna teknologi dalam pelatihannya, sebagai berikut:


Sumber: 2010 ASTD State of the Industry Report


Pengguna online learning dari tahun ke tahun di jenjang sekolah juga telah terjadi peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Siswa Sekolah Menengah Pertama Siswa Sekolah Menengah Atas
2008 2009 2010 2008 2009 2010
9% 13% 19% 10% 18% 30%
Sumber: Blackboard, Learning in The 21st Century, 2011 Trends update

Kondisi di atas tentunya menjadi tantangan dan sekaligus peluang tersendiri bagi para teknolog pendidikan, karena semakin banyak lembaga yang menyelenggarakan kuliah (kelas) online, maka akan semakin banyak kesempatan bagi desainer pembelajaran untuk berkiprah dalam pengembangan dan penyelenggaraan pembelajaran berbasis internet (online learning). Sebab keterampilan mendesain pembelajaran sangat diperlukan dalam mempersiapkan kuliah online yang efektif. Peluang ini tentunya harus dijawab oleh para teknolog pendidikan dengan penguasaan kemampuan dalam mendesain, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran online.
5. Berkembangnya konsep “belajar informal” (Informal Learning)
Sebagaimana diungkapkan di awal, bahwa proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Ini berarti kegiatan belajar dapat dilakukan secara formal, bisa juga dilakukan secara informal. Proses belajar informal inilah yang memungkinkan proses belajar menjadi tidak terbatas waktu dan tempat. Namun demikian, proses belajar informal pun tetap memerlukan perencanaan dan pengorganisasian lingkungan belajar yang baik dan kondusif untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Untuk itu menjadi tantangan tersendiri bagi para desainer pembelajaran, khususnya dalam:
• Mengidentifikasi aktivitas belajar informal terbaru yang berada di lingkungan (organisasi) dimana mereka melakukan aktivitasnya,
• Mengdentifikasi aktivitas belajar informal yang diharapkan ada di dalam lingkungan (organisasi),
• Menata kondisi lingkungan tempat kerja yang akan memelihara terjadinya aktivitas belajar informal yang diharapkan.

6. Berkembangnya beragam jenis media sosial (Social Media)
Berkembangnya berbagai peralatan (tools) berbasis web dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi individu dalam menciptakan konten, berbagi pengetahuan, dan bekerja sama dengan pihak lain melalui web. Beberapa contoh social media yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar peserta didik diantaranya adalah Wikis, Blogs, Podcasts, Situs jejaring sosial (seperti: facebook), dan Situs berbagi media (seperti: YouTube)
Untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki berbagai jenis social media tersebut, dalam membantu efektivitas proses pembelajaran adalah menjadi tantangan bagi para desainer pembelajaran. Diantara tantangan yang harus dijawab oleh para desainer pembelajaran adalah:
• Bagaimana memilih peralatan social media yang efektif untuk membantu mempermudah proses belajar dari berbagai tipe tugas belajar
• Bagaimana merencanakan sebuah struktur/perancah yang cukup untuk mendukung siswa mencapai tujuan pembelajaran
• Bagaimana mengidentifikasi peran yang cocok bagi instruktur saat social media digunakan, khususnya dalam: mempresentasikan konten, dan pemberian umpan balik.

7. Berkembangnya ragam dan format software permainan yang bermuatan pendidikan (Educational Games)
Pengembangan dan pemanfaatan berbagai macam permainan (games) berbasis TIK untuk pembelajaran menjadi tren tersendiri dalam dunia pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Telah banyak para praktisi TIK, baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan orang pendidikan, mengembangkan bermacam-macam games pembelajaran. Tantangan yang muncul adalah bagaimana mengembangkan games pembelajaran yang benar-benar dapat memfasilitasi peserta didik belajar secara efektif. Untuk itu Reiser dengan mengadaptasi dari pendapat Shute (AERA Presentation, 2011), mengemukakan bahwa game yang baik adalah game yang didesain dengan menyediakan:
• Tantangan pemecahan masalah yang adaptif
• Tujuan dan peran yang jelas
• Tingkat kontrol siswa yang tinggi
• Memotivasi rangsangan sensori
• Perasaan yang tidak meyakinkan
• Pemberian umpan balik yang berkelanjutan
Dengan memperhatikan kriteria game yang baik di atas, yang menjadi tantangan bagi para desainer (game) pembelajaran adalah bagaimana mendesian game yang:
• menyediakan informasi tentang tujuan belajar yang harus dicapai secara jelas
• benar-benar dapat membantu peserta didik mencapai tujuan belajar yang spesifik
• menyediakan rangkain peristiwa yang menunjukkan proses belajar yang menantang namun tetap menyenangkan
• menyediakan instrumen untuk mengukur capaian belajar
• memperhatikan isu-isu efesiensi pembelajaran

8. Belajar Sain
Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia saat ini banyak dipengaruhi oleh berbagai penemuan dalam bidang sain. Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat logis kalau belajar sain menjadi tren yang mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan, termasuk bidang teknologi pembelajaran. Dalam konteks ini pula Reiser mengemukakan prinsip-prinsip kunci untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran sain yang efektif, yaitu:
• fokus pada penguasaan pemahaman konsep yang mendalam
• menciptakan lingkungan belajar yang berpusat pada siswa
• menggunakan teknologi untuk menciptakan lingkungan belajar, menyediakan peralatan baru untuk para siswa, dan meningkatkan pemahaman mereka
• Desain untuk transfer belajar
• melakukan kajian belajar dalam seting dunia nyata, bukan di lab
• mengevaluasi hasil belajar dari berbagai perspektif
• melaksanakan penelitian terhadap proses desain
Dengan berkembangnya tren ini, yang menjadi tantangan bagi desainer pembelajaran adalah:
• bagaimana mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang prinsip dan strategi belajar sains
• bagaimana mengidentifikasi tipe-tipe pencapaian belajar sain yang fektif
• menguji bagaimana variasi strategi belajar sains dikombinasikan dengan praktik desain pembelajaran

9. Berkembangnya konsep dan teknologi yang memungkinkan pembelajaran dilakukan secara mobile (Mobile Learning)
Berbagai perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, seperti smartphone, komputer tablet, ipods, dll, saat ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung proses belajar yang dilakukan secara “bergerak” atau mobile. Model pembelajaran seperti ini telah banyak dikembangkan. Hal ini tidak lain, karena model pembelajaran ini memiliki banyak keuntungan diantaranya adalah biaya teknologi yang relatif murah, mengurangi kesenjangan digital, penggunaan kelas fisik yang mudah, fasilitas yang portabel “belajar dimana saja dan kapan saja”, kedekatan antara siswa dan guru. Di samping itu, model pembelajaran ini menjanjikan keberhasilan yang besar, sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah survey yang dilakukan oleh Blackboard K-12, yaitu sebanyak 90% administrator Mobile Learning Explorer menyatakan bahwa komputer mobile meningkatkan potensi siswa untuk sukses (Speak Up 2009 Survey).
Namun di sisi lain, perkembangan ini memunculkan tantangan tersendiri bagi para desainer pembelajaran dalam merancang dan memanfaatkan berbagai peralatan yang dapat digunakan untuk pembelajaran mobile. Diantara tantangan yang perlu mendapat perhatian adalah bagimana mengidentifikasi karakteristik peralatan mobile yang terjangkau dan efektif; bagaimana menggunakan peralatan mobile yang berdampak pada pembiayaan pembelajaran yang terjangkau; bagaimana mengeliminir pengaruh negatif dari pemanfaatan mobile learning; dan bagaimana menerapkan berbagai teori belajar dan pembelajaran dalam memanfaatkan peralatan mobile learning. Semua tantangan tersebut harus dijawab dengan baik agar pemanfaatan model pembelajaran ini benar-benar dapat memfasilitasi peserta didik belajar secara efesien dan efektif.

KOMPETENSI TEKNOLOG PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL
Mencermati uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk memasuki era global yang semakin kompleks, maka tuntutan terhadap setiap individu, termauk para teknolog pendidikan, untuk bisa eksis dan berkembang juga semakin kompleks. Tuntutan bukan hanya pada dimilikinya kompetensi akademik berupa hardskills, tetapi juga kemampuan-kemampuan, sikap perilaku (softskills) yang mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai seorang individu dan profesional.
Untuk dapat melaksanakan perannya sebagai seorang teknolog pendidikan yang profesional, maka mereka dituntut untuk memiliki sejumlah kompetensi yang sesuai dengan tuntutan jaman. Association for Educational Communications and Technology (AECT) sebagai sebuah organisasi profesi internasional yang mewadahi dan mengembangkan teknologi pendidikan telah merumuskan sejumlah kompetensi yang harus dimiliki setiap teknolog pendidikan untuk dapat melaksakan perannya di era global. Sederetan kompetensi tersebut sekaligus sebagai standar kualitas seorang teknolog pendidikan pada skala internasional.
Pada tahun 2012, AECT merumuskan serangkaian kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang teknolog pendidikan yang dikelompokkan ke dalam lima standar, yaitu:

Standar 1 – Berkenaan dengan penguasaan konten pengetahuan (Content Knowledge). Dalam hal ini seorang teknolog pendidikan dituntut untuk mampu menciptakan, menggunakan, menilai, dan mengelola aplikasi dan proses teknologi pendidikan secara teoritik dan praktik.
Standar 2 – Berkenaan dengan penguasaan konten pedagogi (Content Pedagogy). Standar ini menuntut para teknolog pendidikan untuk memiliki kemampuan mengimplementasikan dan melaksanakan proses teknologi pendidikan yang efektif berdasarkan pada isi dan pedagogi kontemporer
Standar 3 – Berkenaan dengan kemampuan untuk menciptakan lingkungan belajar (Learning Environments) yang kondusif. Standar ini dimaksudkan agar para teknolog pendidikan untuk mampu memfasilitasi belajar dengan cara menciptakan, menggunakan, dan mengelola lingkungan belajar yang efektif
Standar 4 – Berkenaan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan profesional (Professional Knowledge and Skills). Dalam hal ini, para teknolog pendidikan dituntut untuk memiliki kemampuan mendesain, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi lingkungan belajar yang kaya teknologi dengan dukungan para praktisi
Standar 5 – Berkenaan dengan kemampuan melakukan penelitian (Research). Standar ini menuntut para teknolog pendidikan untuk memiliki kemampuan menggali, mengevaluasi, mensintesis dan menerapkan metode inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar dan kinerja.
KESIMPULAN
Memasuki era globalisasi yang dipicu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat khususnya dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi membawa konsekuensi yang besar bagi para teknolog pendidikan. Paling tidak ada dua konsekuensi yang harus dihadapi oleh mereka, yaitu pertama secara pribadi mereka harus mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan tersebut untuk dapat eksis dan berkonstribusi positif terhadap berbagai perubahan, khusunya dalam bidang teknologi pendidikan. Kedua sebagai profesional, mereka harus terus mengembangkan profesionalitasnya agar dapat menciptakan berbagai inovasi belajar dan pembelajaran yang efektif sebagai solusi atas permasalahan belajar yang akan dihadapi oleh para pebelajar. Untuk menghadapi tantangan tersebut, sejumlah kompetensi dengan berbagai dimensinya, harus terus dikuasai dan dikembangkan.

DAFTAR RUJUKAN
Anglin, Gary J. (edit). 2011. Instructional Technology: Past, Present, and Future, Third Edition. Santa Barbara: Libraries Unlimites
Anderson, Jonathan. 2010. ICT Transforming Education. Bangkok: UNESCO Bangkok
Learning in the 21st Century: Taking it Mobile!, http://www.blackboard.com/resources/ k12/k12_ptmobile_web.pdf
Meleisea, Ellie. 2007. ICT in Teacher Education: Case Studies from the Asia-Pacific Region. Bangkok: UNESCO Bangkok
Reiser, Robert A. Ten Trends Affecting the Fields of Instructional Design and Technology. http://www.teachers.fju.edu.tw/files/1011/1010516PPT.pdf
Reiser, Robert A., John V, Dempsey. 2007. Trends and Issues in Instructional Design and Technology, Second Edition. New Jersey: Pearson, Merrill Prentice Hall.
Ciri-ciri Perilaku Produktif. http://resthoe.blogspot.com/2013/03/ciri-ciri-perilaku-produktif.html
http://c.ymcdn.com/sites/aect.site-ym.com/resource/resmgr/AECT_Documents/ AECT_Standards_adopted7_16_2.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Perdagangan_Dunia
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerja_Sama_Ekonomi_Asia_Pasifik

Tidak ada komentar: