Bukan dengan semboyan “3M” (menutup, menguras, dan mengubur), virus Dengue yang menjadi biang kerok penyakit demam dengue itu berhasil dimusnahkan.
Caranya cukup dengan mengirimkan pasukan nyamuk jantan ke daerah endemiknya. Tapi jangan khawatir, nyamuk-nyamuk itu tidak nakal dan sudah mandul.
Simak tulisan T. Tjahjo Widyasmoro, Pasukan Mandul Pemusnah Dengue, yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 2017.
Enno Lerian, penyanyi cilik bermata genit itu di salah satu lagunya pernah menyebut nyamuk-nyamuk sebagai makhluk “nakal”. Sebutannya begitu lantaran nyamuk sukanya menggigit dan mengisap darah.
Sayangnya, Enno yang kini telah dewasa dan beranak dua itu tidak menjelaskan bahwa yang menggigit kita sebenarnya cuma nyamuk betina. Dan faktanya, banyak orang yang belum paham soal ini.
Nyamuk betina butuh darah untuk mematangkan telurnya. Cukup kawin sekali saja dengan pejantan pilihannya, si betina bisa beberapa kali bertelur.
Untuk kebutuhan sperma setiap kali pembuahan, dia bisa menyimpan dalam kantung khusus. Tapi kalau untuk darah, dia selalu butuh yang baru setiap hendak bertelur.
Lalu apa pekerjaan si nyamuk jantan? Jika memang tidak “beruntung” dikawini betina (dalam tanda petik, soalnya habis kawin langsung dia meregang nyawa) aktivitas mereka hanya bergerombol saja. Kongkow-kongkow dan makan sari bunga, sampai waktu ajalnya tiba.
Tidak akan menetas
Celakanya, kenakalan nyamuk betina ternyata sering mendatangkan petaka. Saat mengisap darah, Si Bunda nyamuk ini mengeluarkan semacam cairan antikoagulan yang fungsinya mencegah pembekuan darah.
Nah, masalahnya, cairan itu sering ditumpangi virus dan parasit yang menjadi sumber penyakit pada manusia.
Sebut saja malaria, chikungunya, kaki gajah, demam kuning, radang otak, sampai demam dengue.
Sewindu terakhir, kelakuan nyamuk betina diam-diam terus diamati para peneliti di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR Batan).
Di laboratorium PAIR, di Pasar Jumat, Jakarta Selatan, para peneliti telah mengembangkan teknik serangga mandul (TSM) untuk mengendalikan sejumlah spesies nyamuk di sekitar kita.
Secara sederhananya, mekanisme TSM adalah mendatangkan nyamuk pejantan yang telah diradiasi sinar gamma sehingga mandul, untuk dijodohkan dengan nyamuk betina.
Seandainya nanti sampai terjadi kopulasi, maka telur yang dihasilkan dijamin tidak akan menetas. Pertumbuhan zigot yang tidak sempurna menjadi penyebabnya.
Dunia pertanian sebenarnya sudah mengenal TSM sejak lebih dari 60 tahun lalu. Dipelopori oleh Edward Knipling, ahli serangga (etnomologis) asal Amerika Serikat, yang pada 1955 berhasil mengendalikan populasi lalat ternak (Cochliomyia hominivorax ) di pulau Curacao, Venezuela.
Gerakan eradikasi ini terus berlanjut di hampir seluruh daratan Amerika Utara dan Tengah, sampai akhirnya lalat “pembunuh” itu musnah dan tinggal sejarah.
Di Indonesia, TSM untuk pemberantasan nyamuk dirasakan lebih mendesak. Terutama untuk menghadapi kelakuan Aedes aegypti sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus-kasus demam Dengue.
Maklum, pada 2015 saja, 129.179 orang terkena demam ini, di mana 1.240 di antaranya meninggal dunia. Selain Dengue, aegypti juga menjadi biang kerok wabah demam kuning, chikungunya, dan demam zika.
Datangnya musim hujan
Sebelum bicara lebih jauh soal Dengue, kita perlu tahu bahwa virus ini pada dasarnya hanya ada di Aedes aegypti.
Dalam penyebaran, virus ini memang pernah ditemukan di tubuh nyamuk “si belang” lain yakni Aedes albopictus yang hidup di kebun.
“Tapi ini sifatnya sebentar saja. Karena mungkin dia pernah menggigit orang sakit ke orang sehat,“ tutur Drs. Ali Rahayu, peneliti di PAIR.
Strategi TSM dirasa tepat untuk melawan Dengue, karena virus ini terus diwariskan oleh aegypti ke anak-anak keturunannya.
Sejumlah penelitian membuktikan, virus Dengue setidaknya tetap bertahan di tubuh nyamuk dari cucu, cicit, hingga ganthung siwurnya alias anak cucu generasi ketujuh.
TSM diharapkan dapat memutus garis keturunan aegypti yang telanjur menjadi inang bagi virus ini.
Adanya Dengue di telur aegypti tentu fakta menarik. Fakta ini menjawab pertanyaan: mengapa wabah demam Dengue selalu datang seiring musim hujan.
Tak lain karena persinggungan dengan air hujan atau kelembapan menyebabkan telur-telur itu menetas. Ali malah berpendapat, penyebaran virus dari orang sakit ke orang sehat dengan perantaraan nyamuk seperti perkiraan orang selama ini, justru sangatlah kecil.
Di laboratorium PAIR, pembentukan pasukan nyamuk mandul ini alurnya bermula dari peternakan nyamuk. Stok telur-telur nyamuk dihasilkan dari tempat yang bikin orang merinding itu.
Telur-telur kering ini bisa disimpan sampai enam bulan. Nanti setelah ada komando untuk beraksi, barulah telur-telur ini ditetaskan.
Dari tetasan itu kemudian diseleksi antara pupa jantan dan pupa betina. Karena hanya pupa jantanlah yang akan turun gelanggang.
Pupa-pupa ditempatkan dalam sebuah pot untuk diradiasi sinar gamma dengan dosis 70 gray. Di fasilitas nuklir PAIR, dengan alat Irradiator Gamma Cell 220 berkapasitas 10.000 curie, radiasi akan matang dalam 38 detik saja.
Tak sampai 24 jam kemudian, pupa-pupa yang sudah berumur ini akan segera menjadi nyamuk dan siap action.
Sebenarnya bukan hanya pupa saja yang bisa diradiasi. Nyamuk juga bisa, akan tetapi tidak efisien lantaran keterbatasan ruang (chamber) di alat peradiasi.
Meradiasi nyamuk hanya akan menghasilkan 18 pot sesuai kapasitas chamber atau artinya hanya untuk pelepasan di 18 rumah. Sedangkan meradiasi pupa, bisa menghasilkan 20.000 nyamuk atau untuk 400 rumah.
Dijamin tidak nyasar
Cara melepaskan pasukan perjaka mandul ini tidaklah rumit. Buka saja tutup pot, mereka lalu akan berterbangan. Tak usah takut nyamuk-nyamuk itu akan nyasar.
Karena nyamuk sebenarnya tidak memiliki jarak terbang yang jauh. Apalagi aegypti yang dikenal sebagai nyamuk dalam ruangan (indoor) yang hidupnya mengisolir diri.
“Dilepas di teras sekalipun, aegypti akan segera masuk ke ruangan,” tutur Ali yang pernah melepaskan 6.000 ekor nyamuk dan tidak satupun ada yang nyasar ke rumah tetangga.
TSM tidak akan efektif jika kita hanya memberi tugas kepada nyamuk-nyamuk jantan itu untuk memikat hati para betina setempat.
Jumlah merekapun harus lebih banyak agar mampu bersaing dengan para perjaka lokal. Ingat, kesempatan kawin ini hanya berlangsung sekali!
Dengan perhitungan populasi aegypti berkisar 4-6 ekor dalam satu rumah, para peneliti mengambil angka 9 kali lipat dari populasi atau sekitar 45 ekor.
Hasilnya kemudian dibulatkan menjadi 50 ekor dalam sekali lepas. Menurut Ali, pelepasan paling ideal untuk nyamuk yang terisolir seperti aegypti adalah lima kali berturut-turut dengan selang waktu seminggu.
Dari hasil pelepasan di dua kecamatan di Banjarnegara pada 2011, terbukti daerah yang semula memiliki house index 70% (artinya 70% rumah ada nyamuknya) bisa ditekan angkanya sampai 15%, setelah pelepasan ketiga.
Selain itu, keberhasilan juga tampak dari hasil 96,35% telur nyamuk yang tidak menetas. Sejumlah kecil telur tetap menetas karena di lapangan tetap ada kopulasi dengan pejantan setempat.
“Dengan house index 15% itu saja, kasus Dengue sudah hilang. Padahal itu daerah endemik yang tertinggi,” kata Ali.
Peneliti lulusan Universitas Padjadjaran Bandung ini juga mendengar, sampai 2015 lalu, daerah itu juga sudah tidak pernah melakukan pengasapan (fogging) lagi.
“Kalau ingin daerah itu terjamin bebas 100 persen dari Dengue, tentu TSM harus dilakukan serempak di seluruh areal.”
Sifat aegypti yang suka menyendiri, rupanya membawa keuntungan tersendiri. Ia mudah disasar dengan TSM bahkan bisa dihilangkan sampai nol kalau memang diniatkan. Sedangkan untuk spesies-spesies lain , seperti albopictus atau culex, menurut Ali saat ini masih diteliti.
“Tapi bukan mustahil. Sebab di luar negeri hampir seluruh nyamuk pernah dilakukan TSM, baik dengan teknik nuklir maupun teknik lain.”
Pengasapan apakah efektif?
Melepas paling tidak 50 ekor aegypti di dalam satu rumah, tentu bisa membuat orang menjadi parno alias paranoid. Karena itu wajar jika ada satu dua keluarga yang menolak, karena TSM dianggap malah memperbanyak populasi nyamuk di rumah mereka.
Ali berpendapat, di sinilah peran pemerintah untuk memberi pengertian yang benar tentang penyebaran wabah Dengue.
Sayangnya, tindakan yang selama ini lebih sering dilakukan hanyalah pengasapan (fogging) di rumah-rumah. Padahal ada kemungkinan hanya rumah-rumah tertentu saja yang sebenarnya berpotensi terjangkit penyakit.
“Penanganannya bisa bersifat personal, artinya hanya rumah yang memang ada nyamuknya.” Menyambung soal fogging, masyarakat juga harus mengerti aturan mainnya. Contoh, pengasapan yang baik semestinya dua kali dalam selang waktu seminggu.
Pengasapan pertama hanya akan membunuh nyamuk yang ada saat itu, tapi pupa dan larva keturunannya tidak akan mati.
Minggu berikutnya, ketika pupa dan larva sudah menjadi nyamuk, harus ada
pengasapan kedua.
Efektivitas
pengasapan, menurut Ali, juga patut dipertanyakan. Sebab secara alamiah, serangga punya sifat untuk kebal terhadap paparan bahan kimia setelah terpapar sekian lama.
“Padahal obatnya dari dulu sama, dosisnya sama. Tidak pernah ada perubahan.”
Bisa jadi, inilah sebabnya hasil pengasapan saat ini berbeda dengan di masa lalu. Sekitar 20- 30 tahun silam, dari pengamatan sekilas, berbagai jenis bangkai serangga akan berserakan usai pengasapan.
Sedangkan saat ini sepertinya tidak semua seranggamati oleh pengasapan. Bahkan nyamuk sekalipun. Entah, bagaimana dengan kondisi di rumah Enno Lerian.
Minimal 100 rumah
Saat ini TSM untuk aegypti sudah dilakukan di sejumlah daerah, seperti Banjarnegara, Semarang, Tebingtinggi, dan Tangerang Selatan.
“Umumnya merupakan kerjasama dengan pemerintah daerah setempat,” tutur Ali yang juga menyatakan cukup yakin dengan keberhasilannya.
Masyarakat juga dapat meminta TSM di wilayahnya masing-masing. Cukup dengan mengajukan permohonan ke Batan atau ke dinas kesehatan setempat.
Bila diperlukan, bisa dilakukan pengamatan data rata-rata populasi tiap rumah terlebih dahulu. Atau menganalisis virus Dengue pada tubuh nyamuk, jika memang pernah ada kasus demam Dengue sebelumnya.
Agar ekonomis, menurut Ali, sebaiknya pemesanan minimal 100 pot atau 100 rumah untuk sekali pelepasan. Harganya, berkisar Rp5.000 untuk setiap pot.
Sumber : http://intisari.grid.id/read/031622260/cara-manjur-musnahkan-nyamuk-dbd-bikin-mereka-mandul-begini-caranya?page=4