Sistem perencanaan penganggaran berbasis elektronik (e-budgeting) belum diterapkan oleh seluruh pemerintah daerah. Padahal, sistem tersebut sangat penting untuk menutup terjadinya penyalahgunaan wewenang, pemborosan anggaran, dan tindak pidana korupsi. Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) mendorong agar seluruh pemda segera menerapkannya.
Demikian disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di sela Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Rabu (26/4).
Tjahjo mengingatkan, e-budgeting juga bentuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan oleh pemda.
Untuk itulah, Mendagri mengungkapkan, pihaknya telah menjalin kesepakatan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pemanfaatan e-budgeting dalam rangka pengawasan penggunaan anggaran.
“Belum 50% daerah menerapkannya. Padahal e-budgeting itu komitmen kami di Kemdagri bersama KPK dan BPKP, termasuk BPK juga. Intinya bagaimana semua daerah ini menerapkan e-budgeting,” kata Tjahjo.
Dia menuturkan, Kemdagri mendorong pemda untuk segera menerapkan e-budgeting. Bahkan, sejumlah kepala daerah yang terpilih dalam pilkada, sebelum dilantik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan, yang antara lain mengingatkan soal area-area rawan korupsi. “Pahami semua aspek seperti area rawan korupsi, khususnya pada penganggaran,” tuturnya.
Menurutnya, seluruh elemen-elemen masyarakat di daerah perlu berkontribusi mengawasi penganggaran. “Kuncinya harus terbuka. Lembaga-lembaga swasta, lembaga sosial termasuk media pers harus ikut memonitor,” ujarnya.
Pengalaman Surabaya
Secara terpisah, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengemukakan, e-government yang didalamnya terdapat e-budgeting yang diterapkannya, didorong keinginan meningkatkan efektivitas, kualitas, dan pengawasan kinerja aparat, dengan menekan sekecil mungkin terjadinya penyimpangan, terutama potensi korupsi. Penerapan e-government bukan semata-mata pemanfaatan teknologi informasi, namun sangat bergantung pada political willtermasuk memangkas struktur organisasi, sumber daya manusia (SDM), dan alur kegiatan. “Penerapan e-budgeting di Pemkot Surabaya terbukti mampu menghemat keuangan daerah sebesar 30%,” ungkapnya.
Dalam e-government, di dalamnya tercakup dua aspek, yakni pengelolaan keuangan daerah dan aspek pelayanan warga. Pengelolaan keuangan daerah, lanjutnya, meliputi e-budgeting, e-project, e-procurement, e-delivery, e-controllingdan e-performance. Sementara yang terkait dengan pelayanan masyarakat, diberi nama e-sapawarga, yang meliputi e-perizinan, e-Musrenbang, dan pengaduan (masyarakat) secara elektronik.
Dengan adanya jaringan internet yang bisa diakses seluruh masyarakat Surabaya, setiap awal tahun masyarakat dapat mengajukan usulan proyek yang diprioritaskan untuk perbaikan ekonomi, pendidikan, dan sosial. Proyek dimaksud dimulai dari tingkat RT dan RW, di antaranya pelatihan bagi kelompok masyarakat, pembangunan akses jalan, pengadaan lampu penerangan jalan, penanganan banjir, perpustakaan dan lain-lain melalui e-musrenbang, yang nantinya dimasukkan dalam program pembangunan tahun berikutnya.
Musrenbang dibicarakan mulai tingkat kelurahan, kemudian hasilnya dibawa ke tingkat kecamatan, dan terakhir di pemkot. Hasil dari Musrenbang itu menjadi bahan RAPBD yang akan dibahas dengan DPRD, yang selanjutnya disahkan menjadi APBD.
Untuk pengadaan barang dan jasa sesuai pagu anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBD, Pemkot juga menetapkan harga satuan setelah melakukan survei pasar, minimal di tiga tempat, kemudian diambil harga rata-rata. “Harga itulah yang digunakan dalam APBD,” ujarnya.
Risma juga mengungkapkan, untuk menyusun sistem anggaran, dilakukan dengan e-budgeting. Di dalamnya mencantumkan berapa besar biaya perjalanan dinas, sampai kebutuhan alat tulis kantor di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). “Acuannya menggunakan SNI. Setiap dinas harus menggunakan e-budgeting dalam mengusulkan anggaran,” jelasnya.
Demikian pula plafon anggaran kegiatan operasional, seperti perjalanan dinas dan biaya lembur per jam, juga sudah ditetapkan sesuai eselonnya. “Kalau alokasinya melebihi, akan ada tandanya, dan mereka tidak akan bisa menggunakan alokasi biaya belanjanya karena semua menunya sudah tersedia. Ini yang mempersingkat penyusunan anggaran tidak lebih dari tiga hari,” ujarnya.
Kalau nilai proyek lebih dari Rp 100 juta, otomatis masuk ke e-procurement, karena harus lelang. Di situ juga sudah ada jadwal untuk waktu lelang dan daftar kontraktor yang memenuhi kualifikasi.
Risma menambahkan, sebelum e-budgeting diterapkan oleh Pemkot Surabaya, pembahasan anggaran bisa berlangsung sampai tiga bulan. Tetapi saat ini pembahasannya berlangsung jauh lebih cepat.
Kepemimpinan Kuat
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan berani untuk mencegah mafia anggaran, baik yang dilakukan oknum birokrat atau DPRD. Menurut Endi, tak hanya perlu sistem untuk mencegah mafia anggaran, tetapi kemauan dan ketegasan pemimpin daerah yang bersangkutan.
“Apa yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama bisa menjadi contoh dengan e-budgeting-nya. Namun, hal itu bisa diterapkannya karena Pak Ahok sangat kuat dan berani untuk mencegah para mafia anggaran,” ujar Endi di Jakarta, Kamis (27/4).
Endi menilai, di balik sistem e-budgeting, ada kehendak mewujudkan transparansi dalam tata kelola anggaran. Transparansi ini, kata dia membuat para mafia anggaran tertutup ruang geraknya untuk merampok uang negara.
“Adanya transparansi ini juga mendorong kontrol publik yang ketat dan semua rakyat Jakarta bisa tahu anggarannya dipergunakan untuk apa dan bagaimana pertanggungjawabannya,” tandas dia.
Dengan kepemimpinan yang kuat dan berani, lanjut dia, Ahok mampu melakukan reformasi birokrasi dan membangun kultur birokrasi yang bersih. Menurutnya e-budgeting hanya salah satu instrumen untuk membangun kultur pejabat publik yang bersih.
“Ada beberapa daerah juga menerapkan e-budgeting, tetapi itu akan menjadi sia-sia jika tidak disertai adanya kepemimpinan kuat, bersih dan berani,” tandas dia.
Endi berharap Mendagri sebagai pembina seluruh pemerintah daerah mendorong penerapan e-budgeting di daerah lain. Hal ini, kata sesuai dengan perintah UU agar tata kelola anggaran dilakukan secara transparan, akuntabel, efisien dan efektif.
“Transparansi anggaran itu merupakan perintah UU Pemda. Jika ada daerah yang tidak transparan, Mendagri harus tegas memberikan sanksi. Jika ada daerah yang sangat transparan, maka perlu diapresiasi dan diberikan insentif. Salah satu tools adalah aplikasi IT dengan sistem e-budgeting,” pungkas dia.
Sumber : https://www.beritasatu.com/nasional/427605-kemdagri-dorong-penerapan-ebudgeting.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar