Senin, 20 November 2017

SEJARAH PENDIDIKAN DI JAWA BARAT





Bandung dikenal sebagai pusat pendidikan di Tatar Sunda. Hal tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba, namun telah melalui proses sejarah yang relatif panjang, yakni terutama sejak Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia (1808­-1811).
Meskipun pada mulanya penyelenggaraan pendi­dikan diperuntukan bagi anak-anak Barat, pada masa-masa berikutnya masyarakat pribumi pun dapat menikmatinya. Daendels, selaku pengikut aliran Aufklarung, me­nyatakan bahwa pengajaran harus diselenggarakan untuk anak-anak Barat agar mereka mengenal kesusilaan, adat­ istiadat, hukum, dan pengertian keagamaan orang Jawa. Usaha-usaha Daendels untuk mengadakan pembaharuan di bidang pendidikan adalah sebagai berikut.
  1. Pendidikan berdasarkan agama Kristen (terikat dengan gereja) ditinggalkan.
  2. Sesuai dengan orientasi Daendels yang berkisar pada masalah pertahanan dan strategi militer, maka pada 1808 dibuka sekolah pertama, yaitu Sekolah Artileri di Meester Cornelis Jatinegara).
  3. Pada tahun 1808 Daendels memerintahkan para bupati di Jawa untuk mendirikan sekolah-sekolah di tiap-tiap distrik yang memberikan pendidikan berdasarkan adat-istiadat, undang-undang, dan pokok-pokok pengertian keagamaan (Islam).
  4. Pada tahun 1809, untuk pertama kalinya diseleng­garakan pendidikan bidan sebagai bagian dari usaha pemeliharaan kesehatan rakyat. Pengajar­nya adalah para dokter yang berada di Batavia (Jakarta), dengan menggunakan bahasa pengantar’ bahasa Melayu.
  5. Dengan dalih untuk “memajukan seni tari rakyat” pada tahun yang sama (1809) Daendels memerin­tahkan bekas Sultan Cirebon agar di Cirebon didirikan tiga buah sekolah tari gadis (ronggeng) yang berada di bawah tanggungan sultan. Pendi­dikan di sekolah itu terutama diberikan kepada anak-anak perempuan dari keluarga tidak mampu. Oleh karena itu, uang sekolah tidak dipungut, kecuali dari anak-anak orang kaya. Lama belajar di sekolah tersebut empat tahun. Pelajaran yang dibe­rikan adalah menari, menyanyi, membaca, dan menulis. Pada hakekatnya sekolah itu lebih merupakan usaha untuk mendemoralisasikan pemuda-pemudi lndonesia karena memang tujuan utama­nya adalah untuk menjauhkan semangat heroisme dan patriotisme rakyat lndonesia sehingga mereka tidak menaruh perhatian terhadap agitasi politik.
Pembaharuan dalam bidang pendidikan di atas, da­lam pelaksanaannya ternyata banyak mengalami kegagalan. Hal itu terutama disebabkan tidak adanya biaya khusus un­tuk pembinaan pendidikan dan pengajaran dan terjadinya peralihan pemerintahan ke pihak Inggris yang diwakili oleh Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811-1816).Meskipun Raffles adalah pencinta ilmu pengetahuan, ia tidak memperhatikan bidang pendidikan. Akibatnya sekolah-sekolah yang didirikan pada masa pemerintahan Daendels keadaannya sangat menyedihkan, bahkan pada masa akhir pemerintahannya (1816), sekolah-sekolah itu hampir tidak ada lagi.
Sumber: Nina H Lubis. Sejarah Tatar Sunda (Jilid II). 2003: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.

Tidak ada komentar: