Ketersediaan akses air, sanitasi, dan higienitas (kebersihan) atau
Water, Sanitation, and Hygiene (WASH) memberikan dampak yang luar biasa
pada pembangunan sektor kesehatan, ekonomi, hingga pendidikan. Khusus
pendididikan, ketersediaan akses WASH di sekolah bagi peserta didik
menjadi salah satu komponen penting yang perlu diperhatikan dalam
mewujudkan Sekolah Sehat yang berfokus pada kesehatan lingkungan.
Berangkat
dari hal tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah, meluncurkan dokumen Peta
Jalan atau Roadmap Sanitasi Sekolah 2024-2030 sebagai landasan
perencanaan bagi seluruh pihak terkait untuk mewujudkan sanitasi sekolah
yang berkualitas di akhir tahun 2030.
“Kemendikbudristek telah
mengimbau dan terus mendorong semua yang terlibat dalam ekosistem
pendidikan untuk mewujudkan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat,”
demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Pendidikan Dasar, dan Menengah, Iwan Syahril, dalam sambutannya di
Jakarta, Senin (26/2).
Salah contoh perilaku tersebut adalah
pembiasaan cuci tangan dengan sabun secara rutin, yang berdasarkan
penelitian dapat menurunkan angka ketidakhadiran secara signifikan
hingga 50%. Selain itu, penyediaan air minum yang aman di sekolah dapat
meningkatkan konsentrasi siswa dalam menangkap pelajaran dan secara
tidak langsung dapat meningkatkan kualitas akademik mereka.
Hingga
2022, sekitar 11,43% sekolah dari semua jenjang di Indonesia telah
memiliki jamban yang terpisah dan berfungsi dengan baik. Hal ini masih
sangat jauh dari target yang diharapkan bahwa seluruh anak mendapat
layanan WASH 100% pada 2030. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan
sebuah perencanaan strategis yang dapat diimplementasikan lintas
kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya
seperti mitra pembangunan.
“Kami berharap dengan adanya dokumen
Peta Jalan Sanitasi Sekolah ini, maka seluruh pemangku kebijakan dapat
terlibat dalam Perencanaan Berbasis Data menuju pencapaian Sustainable
Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tahun
2030 terkait dengan akses sanitasi sekolah,” ucap Dirjen Iwan.
Hal
tersebut selaras dengan apa yang tertulis pada dokumen Buku 1 Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, tentang Agenda
Pembangunan Nasional yang menekankan sinergi dan koordinasi antarpelaku
program dan kegiatan, termasuk pelaksanaan sanitasi sekolah dan
pesantren, sebagai strategi dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi
pendanaan infrastruktur air minum dan sanitasi.
Chief of WASH,
United Nations Children's Fund (UNICEF) Indonesia, Kannan Nadar,
mengapresiasi komitmen teguh Kemendikbudristek dalam meningkatkan
kondisi air, sanitasi, dan kebersihan di seluruh sekolah di Indonesia.
“Sarana
Sanitasi Sekolah yang berketahanan iklim dan inklusi mempunyai dampak
yang signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak-anak secara
keseluruhan, menjamin martabat, keselamatan, dan kesehatan mereka, yang
pada gilirannya meningkatkan kehadiran dan prestasi di sekolah,” ujar
Kannan.
Selain itu, menurut Kannan, hal tersebut juga memotivasi
anak-anak untuk menerapkan perilaku kebersihan yang baik dan menjadi
agen perubahan bagi teman sebaya, keluarga, dan komunitas pada umumnya.
Lingkungan sekolah yang sehat menumbuhkan budaya belajar, perilaku
saling menghormati, dan kolaborasi positif, sehingga memberdayakan
anak-anak untuk menjalankan peran yang berarti di masa depan demi
kemajuan Indonesia.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Yayasan
Strategi Pengkajian Edukasi Alternatif Komunikasi (SPEAK) Indonesia,
Wiwit Heris Mandari, juga menyampaikan, “Dengan dimasukkannya Sehat
Lingkungan sebagai bagian dari fokus Gerakan Sekolah Sehat, maka kami
berharap lebih banyak lagi sekolah di Indonesia yang memiliki akses
sanitasi sekolah.”
Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga indikator
akses sanitasi sekolah yang sesuai dengan SDGs 4a, yakni akses terhadap
air bersih yang layak dan cukup, akses terhadap jamban yang terpisah
antara laki-laki dan perempuan dalam kondisi baik, serta akses terhadap
fasilitas cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air mengalir.
Dengan
tersedianya akses sanitasi, diharapkan sekolah dapat melakukan
pembiasaan CTPS, membuang sampah di tempat sampah terpilah, membuang air
besar di jamban, serta penyediaan pembalut di jamban perempuan sebagai
bagian dari manajemen kesehatan dan kebersihan menstruasi. (Penulis: Tim Dit. PDM, Stephanie / Editor: Denty, Azis)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Sumber : https://www.kemdikbud.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar