Senin, 23 Juli 2018

The Big Start Indonesia: Mimpi Imas yang Ingin Keripik Jengkol Olahannya Naik Kelas Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "The Big Start Indonesia: Mimpi Imas yang Ingin Keripik Jengkol Olahannya Naik Kelas"

Oyoh De Kerupuk Jengkol hasil olahan Imas Mintarsih ketika dipamerkan diacara Roadshow The Big Start Indonesia Season 3 di kawasan Cihampelas, Bandung, Sabtu (21/7/2018).
Oyoh De Kerupuk Jengkol hasil olahan Imas Mintarsih ketika dipamerkan diacara Roadshow The Big Start Indonesia Season 3 di kawasan Cihampelas, Bandung, Sabtu (21/7/2018).(KOMPAS.com/MUTIA FAUZIA)

BANDUNG,  KOMPAS.com - Imas Mintarsih membangun usaha keripik jengkol yang ia beri merek "Oyoh De Kerupuk Jengkol" dari titik nol. Awalnya, gadis asal Sumedang, Jawa Barat ini ingin menghidupkan kembali usaha keripik milik ibunya yang sempat mati, selepas ayahnya meninggal dunia pada 2014 lalu. 

Bermodalkan panen jengkol dari kebun belakang rumah, Imas dan Ibunya memulai kembali usaha yang sempat dibangun sang Ibu pada 1980-an. "Imas yang kepikiran, ngajakin Mamah, 'Mah gimana kalau jualan lagi', pas ada modal sedikit waktu itu, pokoknya bener-bener seadanya aja, ada jengkol di belakang rumah langsung diolah dijual," kata Imas kepada Kompas.com ketika ditemui Kompas.com saat acara Roadshow The Big Start Indonesia di kawasan Cihampelas, Bandung, Sabtu (21/7/2018). 

Jengkol Naik Kelas Imas Mintarsih ketika mengolah jengkol menjadi produk keripi(KOMPAS.com/MUTIA FAUZIA) Mimpi Imas sederhana saja, meskipun omset yang dia hasilkan belum mencapai Rp 10 juta per bulan, dirinya ingin bisa membuat jajanan olahan dari jengkol menjadi jajanan yang bisa dinikmati semua kalangan. Sehingga, tidak hanya petani-petani di sekeliling rumahnya saja yang bisa menikmati hasil dari produksi keripik jengkol miliknya, tetapi juga petani di seluruh Sumedang. "Imas mau booming-in jengkol dulu biar naik kelas, jadi enggak hanya beli dari (petani-petani) dekat rumah, tetapi bisa se-Sumedang," ujar Imas. 

Untuk memroduksi keripikik jengkol yang ia olah menjadi 3 macam rasa, yakni barbeque, original, dan pedas ini, Imas membeli jengkol dari petani-petani tetangganya. Oyoh De Kerupuk Jengkol hasil olahan Imas Mintarsih ketika dipamerkan diacara Roadshow The Big Start Indonesia Season 3 di kawasan Cihampelas, Bandung, Sabtu (21/7/2018).(Kompas.com/Mutia Fauzia)   Setiap 1 kg jengkol yang dia beli dari kebun mereka, Imas hargai Rp 20.000,00. Padahal, ujar Imas, jika para petani menjual jengkol mereka ke tengkulak, harga yang ditawarkan bisa sangat jauh dari harga pasaran yang seharusnya. "Kalau tengkulak bisa Rp 10.000,00 ke bawah. 

Jadi mereka juga kurang mau nanem jengkol per kebun," ujar Imas. Selama ini, jengkol memang hanya ditanam untuk memenuhi lahan perkebunan yang kosong, sehingga tetap produktif. Selain itu, jengkol juga tanaman musiman yang tidak bisa dipanen setiap waktu.  Keluarga menentang Tidak sedikit halangan yang harus dilalui Imas untuk membangun usaha keripik jengkolnya menjadi usaha yang lebih profesional.  

Ia pun melakukan rebranding dengan berkali-kali mengganti kemasan dari yang berupa plastik biasa, kemudian alumunium foil dengan stiker, hingga kini dengan kemasan paper bag yang lebih modern, merupakan salah satu usaha yang ia tempuh agar keripik jengkolnya menjadi 'naik kelas' seperti yang ia cita-citakan. Namun, ketika dirinya sibuk mengurus izin edar Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan setempat, kakaknya dan anggota keluarga yang lain sempat menentang. Bagi mereka izin belum begitu penting, asalkan usaha jalan terus. "Kata mereka, ngapain ngurus begituan, perusahaan tahu yang gede aja belum ada PIRT-nya baik-baik saja," ujar Imas. 

Imas Mintarsih, produsen keripik jengkol Oyoh De Kerupuk Jengkol ketika ditemui Kompas.com di acara Roadshow The Big Start Indonesia di kawasan Cihampelas, Bandung, Sabtu (21/7/2018).(KOMPAS.com/MUTIA FAUZIA) Kesadaran Imas untuk mengurus izin ini patut diacungi jempol. Sebab, dengan usaha yang cenderung belum terlalu besar, dirinya sudah bisa melihat bahwa pasar yang akan dia hadapi sudah melek akan pentingnya izin edar dari pemerintah. "Sekarang kan orang sudah mulai sadar pentingnya izin-izin macam ini, jadi ya emang harus ngurus dulu," terang Imas. Kini, Imas bisa memproduksi 240 bungkus keripik jengkol setiap kali produksi. Untuk pemasaran, dirinya menitipkan di salah satu toko oleh-oleh di kawasan Dago, Bandung, serta menjual secara online. 

Keripik buatan Ibunya ini dibanderol harga Rp 15.000 per bungkus. "Imas baru seneng, kemarin sore habis ada pesanan dari Biak, Papua. Keripik jengkol Imas sudah sampai Papua," seloroh Imas senang. 

PenulisMutia Fauzia EditorKurniasih Budi

Tidak ada komentar: