Sumber : http://kamantara.id
Klien saya mengeluh kecapekan setelah pulang liburan. Pulang ke rumah, ia kembali disambut masalah dan tekanan yang ia coba tinggalkan dengan pergi berlibur. Sebagai praktisi kesehatan holistik, saya ingin mencoba membahasnya dalam artikel ini: bagaimana kita bisa kembali ke rumah setelah liburan dengan hati senang?
Dalam salah satu sesi, saya mendapati bahwa klien saya mengeluh akan kondisi fisiknya.
"Liburan membuat saya bahagia," katanya. "Karena saat itulah saya bisa menikmati apapun yang ingin saya lakukan. Makan-makan, bermalas-malasan, jalan-jalan melihat hal-hal baru... dan yang paling menyenangkan adalah belanja! Melakukan hal-hal ini membuat saya lupa akan stres dan tekanan yang saya hadapi. Tapi, saat melakukan terapi self-healing tadi, saya seperti mendapatkan satu kesadaran: bahwa apa yang saya lakukan selama liburan hanyalah pelarian. Maka tak heran rasanya jika setiap pulang liburan, saya merasa badan pegal-pegal dan kecapekan. Bukan capek karena liburan yang baru saja saya jalani, tapi saya capek membayangkan sudah harus menghadapi stres lagi."
Dalam perjalanan pulang setelah merampungkan praktik, saya pun merenungi kata-kata klien saya barusan. Sepertinya, saya mengerti. Saya pun seperti itu, dulu. Kalau dipikir-pikir, saya juga sering menemukan fenomena ini ketika mengecek media sosial. Setelah mempublikasikan foto-foto gembira selama liburan, biasanya kata-kata: back to the real world menyusul ketika liburan telah usai, dan kita harus kembali ke 'dunia nyata'.
Jika demikian, apakah pada saat liburan kita tidak berada di 'dunia nyata'--dan hanya bermimpi? Apakah lantas untuk sebuah mimpi, kita rela berdesak-desakan dalam beragam pameran liburan, ketika kesempatan mendapatkan tiket murah digelar? Apakah untuk sebuah 'mimpi' kita rela menghabiskan waktu menabung sekian lama, atau bahkan berhutang?
Kalau liburan atau perjalanan hanya berfungsi sebagai pengalihan (atau pelarian, seperti kata klien saya) akan apa yang saat ini sedang kita hadapi, sungguh sangat disayangkan, ya, Karena ada cukup banyak uang, pemikiran dan perencanaan, waktu, serta energi yang kita keluarkan untuk perjalanan-perjalanan tersebut.
Jika liburan semata dijalani untuk pengalihan suasana, atau untuk memperbaiki suasana hati kita atau keluarga kita, lantas... apakah sesudah liburan mood kita hanya akan kembali turun lagi, seperti sebelum liburan?
Tidak salah untuk pergi liburan. Malah, menurut saya, ada perlunya, kok, pergi liburan. Yang perlu diluruskan adalah niatannya. Coba, sebelum lain kali memutuskan untuk 'berlibur', tanyakan kepada diri sendiri: untuk apakah saya pergi liburan?
Kalau jawabannya perlu untuk melepaskan stres, mendamaikan pikiran, atau keluar dari masalah, maka liburan bukan jawabannya. Karena jika ini adalah alasan yang kita miliki, maka ketika kembali dari liburan niscaya kita akan kembali juga pada beragam tekanan dan masalah yang berusaha kita tunda, atau hindari. Akan sia-sialah uang, waktu dan tenaga yang dikeluarkan jika stres dan masalahnya ternyata masih menunggu kita saat kita kembali dari liburan.
Jadi, bagaimana kita bisa berlibur di 'dunia nyata'? Saya sendiri menyebutnya liburan 'berkesadaran'. Dan ini beberapa cara yang bisa kita coba lakukan, untuk mengalami liburan 'berkesadaran':
1. Selesaikan apapun yang harus diselesaikan sebelum liburan, baik berupa masalah, pekerjaan, maupun kewajiban-kewajiban yang memang harus dijalankan.
Namanya liburan, sewajarnya ini adalah waktu untuk membebaskan diri dari segala hal. Kalau kita liburan dengan membawa masalah, baik dalam hubungan, keluarga, atau pekerjaan, mungkin ada baiknya justru semua masalah itu kita selesaikan dahulu. Jika diperlukan, kunjungi orang yang kita hormati, pembimbing, atau terapis untuk membantu menyelesaikan masalah ini--jika kita merasa tidak mampu menyelesaikannya sendiri. Ketahui kapan kita sudah membutuhkan bantuan.
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya bukan menyangkut keputusan besar, delegasikanlah kepada orang-orang yang kita percaya untuk menjalankannya. Dengan begini, selama liburan, kita benar-benar bisa berlibur dan menikmati kondisi yang tenang dan rileks, tanpa harus diganggu dengan pemikiran-pemikiran maupun perasaan-perasaan yang coba kita tinggalkan di 'dunia nyata'.
Kita juga tak perlu resah menghitung berapa hari sudah berlalu ketika bayangan 'pulang ke rumah' terasa semakin dekat. Kita hanya akan menikmati waktu yang menyenangkan untuk bersantai dan menikmati istirahat.
2. Berliburlah ketika kita memang perlu beristirahat.
Sama seperti kendaraan, yang harus dirawat dari waktu ke waktu, diri kita pun perlu dirawat. Tidur dan istirahat yang cukup adalah salah satunya. Adakalanya, untuk mendapatkan kualitas istirahat yang lebih baik, liburan diperlukan. Lamanya liburan bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Tubuh kita tahu kapan kita sudah terlalu lelah maupun penat, dan akan mengirimkan berbagai sinyal untuk mengisyaratkan bahwa ini adalah saat yang tepat untuk beristirahat, atau berlibur.
3. Pastikan tempat yang dikunjungi sesuai dengan kebutuhan (need), bukan keinginan (want).
Jangan latah memutuskan berlibur ke suatu tempat hanya karena teman-teman kita pergi ke sana. Jangan cemas akan dianggap 'tidak kekinian' karena belum pernah pergi ke tempat tersebut. Dengarkan kata hati. Tempat semacam apa yang kita senangi, yang jika kita bayangkan saja sudah membangkitkan perasaan bahagia di dalam diri? Jika kita memang senang menikmati laut, tak perlu juga memaksakan diri berlibur ke pegunungan--hanya karena ingin mengambil foto di titik lokasi yang terkenal.
Berlibur adalah hadiah yang bisa kita berikan untuk diri sendiri: jadi, tak perlu membebani liburan dengan keinginan untuk menyenangkan atau mengesankan orang lain.
4. Sesuaikan dengan budget yang kita miliki.
Liburan itu perlu. Jadi, kalau perlu, menabunglah untuk liburan. Dan ketika tiba saatnya tabungan itu dipakai, maka pergilah sesuai dengan uang tabungan liburan itu; bukan dengan menggunakan uang tabungan untuk membayar sekolah anak atau untuk membayar kredit rumah.
Pergilah ke mana saja uang tabungan liburan kita mencukupi, dan pergilah dengan hati senang. Tak perlu merasa bersalah 'menghabiskan' uang untuk liburan. Liburan adalah bentuk investasi yang bisa kita lakukan untuk merawat diri sendiri, untuk menjaga kesehatan tubuh, jiwa, dan pikiran. Berterimakasihlah karena kita telah diberikan kemampuan untuk berlibur, dan salah satu cara berterima kasih adalah dengan menikmati liburan dengan hati ringan.
5. Pertimbangkan berbagai alternatif liburan.
Sekarang, banyak ditawarkan berbagai alternatif liburan. Bukan hanya paket liburan yang akan membawa kita pergi ke tempat-tempat wisata, kini mulai bermunculan juga alternatif paket liburan yang dirancang untuk memperkaya pengalaman batin kita.
Sesekali, jika kita ingin mengalaminya, cobalah menikmati berjalan-jalan bukan 'ke luar', namun juga ke 'dalam diri'. Paket-paket liburan yang menggabungkan keindahan alam dengan meditasi, makanan sehat, maupun beragam latihan untuk menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, bisa menjadi pilihan. Tidak jarang, apa yang kita cari selama ini dari pergi berlibur, ternyata bisa ditemukan di dalam diri.
***
Jadi, selamat berlibur dengan penuh kesadaran! Dan semoga kita bisa kembali dari liburan dengan wajah sumringah, dan dengan hati senang berseru: "I'm hooome!!!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar