Kamis, 07 September 2023

Petunjuk Pelaksanaan Siklus Pendampingan Pengawas Sekolah

 


Dokumen ini lahir dari kepulan semangat kolaborasi banyak pihak yang terlibat dalam proses penyusunannya. Mulai dari Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI), para konsultan pendidikan dan regulasi, tim rapor pendidikan, para kepala sekolah, unit utama Kemendikbudristek, serta pemangku kepentingan lainnya.

Semoga petunjuk pelaksanaan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pemangku kepentingan, terutama rekan-rekan pengawas sekolah untuk mempelajari, memahami, dan mengimplementasikan peran barunya, sehingga mampu berkontribusi positif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di satuan pendidikan sesuai semangat kebijakan Merdeka Belajar.

Petunjuk Pelaksanaan Siklus Pendampingan Pengawas Sekolah 

Salinan Perdirjen Peran Pengawas Sekolah dalam Implementasi Kebijakan Kurikulum Merdeka

Sumber : https://gtk.kemdikbud.go.id/

Selasa, 05 September 2023

81% Instansi Pusat Berkategori Unggul Dan Baik Dalam Indeks NSPK Manajemen ASN 2022

 


Humas BKN, Hasil pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) di lingkup instansi pemerintah pusat menunjukkan 81% Kementerian/Lembaga memperoleh kategori Unggul (A) dan Baik (B) dalam indeks NSPK manajemen ASN tahun 2022. Di antara 81% instansi tersebut, sebesar 46% instansi berkategori Baik (B) dan 35% instansi berkategori Unggul (A). Namun, dari 74 instansi yang menjadi objek Wasdal, masih ada instansi yang berada di bawah kategori Baik (B).

Terkait hasil tersebut, Deputi Bidang Wasdal BKN Otok Kuswandaru mengingatkan kembali kewenangan yang diberikan Presiden kepada Kepala BKN untuk melakukan upaya preventif dan represif melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 116 Tahun 2022. “Upaya preventif jadi opsi terbaik yang bisa dilakukan dalam menjaga implementasi NSPK manajemen ASN ini. Hal ini terbukti dengan hasil Wasdal NSPK Manajemen ASN pada instansi pusat yang mengalami kenaikan sebesar 35% dari tahun sebelumnya,” terangnya dalam Bimbingan Teknis Sistem Integrated Disiplin (I’DIS) dan Indeks Implementasi NSPK Manajemen ASN Tahun 2023, Senin (04/9/2023) di Jakarta.

Namun menurutnya opsi represif juga memungkinkan dilakukan melalui tindakan administratif jika ada keputusan yang tidak sesuai NSPK. Salah satunya seperti pemblokiran dan pembatalan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), Pejabat yang Berwenang (PyB), atau pejabat lain yang ditunjuk selain yang menjadi kewenangan.

Pada kesempatan yang sama, Plt. Kepala BKN Haryomo Dwi Putranto mengapresiasi seluruh instansi pusat yang hadir atas komitmen yang tinggi dalam penegakan NSPK manajemen ASN di instansinya. “Kami berharap dengan upaya wasdal sesuai mandat Presiden ini dapat meminimalisasi pelanggaran NSPK manajemen ASN baik di pusat maupun daerah, terlebih lagi jelang tahun politik,” imbuhnya.

Penyerahan hasil juga diikuti dengan penandatanganan komitmen bersama untuk perbaikan implementasi NSPK manajemen ASN tahun 2023 dan penganugerahan BKN Award kepada 44 instansi pusat yang terdiri dari 11 Kementerian Tipe Besar dan 9 Kementerian Tipe Kecil untuk berbagai kategori penghargaan. Termasuk kepada 11 Lembaga Negara Non Kementerian Tipe Besar dan 13 Lembaga Negara Non Kementerian Tipe Kecil untuk berbagai kategori.

Penulis: nsp

Sumber : https://www.bkn.go.id/

Lebih Dari 14 Ribu Sekolah Penggerak Transformasikan Pembelajaran di Berbagai Daerah

 Transformasi pembelajaran di Indonesia tampak menggeliat melalui Program Sekolah Penggerak. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen) meluncurkan 6 buku dan 5 video praktik baik terkait pelaksanaan Program Sekolah Penggerak (PSP) di Hotel Trembesi BSD, Kamis (24/8). Dalam agenda yang merupakan program lintas direktorat di bawah naungan Direktorat PAUD serat melibatkan Direktorat SD, Direktorat SMP, Direktorat SMA, dan Direktorat PMPK ini berlangsung bedah buku dan pemutaran video praktik baik yang menceritakan pelaksanaan PSP di tengah keterbatasan sekolah di beberapa daerah.

Buku-buku yang diluncurkan dalam agenda tersebut adalah “Cahaya dari Ufuk Timur”, “Melampaui Keterbatasan Akses”, “Senyum Mentari dari Pelosok Negeri”, “Mengalir Seperti Air”, “Menyulam Inspirasi dari Keragaman Negeri”, dan “Menjadi Pribadi Mandiri”. Sementara itu, untuk video diluncurkan adalah “Praktik Baik Implementasi PSP jenjang PAUD pada TK Kosgoro Tanjung Angin, Donggala, Sulawesi Tengah”; “Praktik Baik Implementasi PSP jenjang SD pada SD 077311 Tuhoowo, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara”; “Praktik Baik Implementasi PSP jenjang SMP pada SMP Negeri 4 Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur”; “Praktik Baik Implementasi PSP jenjang SMA pada SMA Negeri 2 Skanto, Kabupaten Keerom, Papua; serta “Praktik Baik Implementasi PSP Jenjang SLB pada SLB Negeri Kota Baru, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan”.

Pelaksana tugas (Plt.) Direktur SMA, Winner Jihad Akbar, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa perilisan buku dan video tersebut merupakan bagian dari proses pengimbasan praktik baik pelaksanaan PSP. Ia mengungkapkan, melalui buku dan video tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berharap sekolah lain dapat meniru dan mengambil bagian terbaik dari sekolah pelaksana PSP. “PSP merupakan kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-7 dan sekarang memasuki angkatan ke-3. Sudah ada 14.233 satuan pendidikan pelaksana Sekolah Penggerak dari tiga angkatan. Dari tiga tahun intervensi PSP, banyak perkembangan dan praktik-praktik baik yang sudah dilaksanakan,” terang Winner.

Melalui pidatonya, Winner menyampaikan apresiasi dan kekagumannya atas perjuangan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan ekosistem sekolah pelaksana PSP yang digambarkan melalui video dan narasi di dalam buku. Ia mengatakan, meski sudah berulang kali menonton video dan membaca buku tersebut, tetapi tidak merasa bosan karena berisi kisah-kisah inspiratif.

“Meski ada kebingungan, sedih, kesulitan-kesulitan, kefrustasian, terlihat dari awal pelaksanaan PSP tapi kita juga bisa melihat ada kegigihan dan pantang menyerah. Ini menandakan kita kuat, dengan semangat dan kegigihan, dan kesabaran ternyata kita berhasil melampaui rintangan. Saya jadi terharu, banyak yang terus bergerak memajukan pendidikan di negeri ini meski dihadapkan pada banyak tantangan,” ujarnya.

Rasa haru itu muncul, terang Winner, setelah melihat kegigihan para kepala sekolah untuk mengupayakan yang terbaik bagi transformasi pendidikan di sekolah masing-masing di tengah berbagai keterbatasan. “Padahal, banyak sekolah yang letaknya di daerah terpencil dan memiliki fasilitas fisik yang minim atau kurang memadai. Tak sedikit juga yang akses terhadap teknologi dan internet yang sangat terbatas. Ternyata banyak kepala sekolah yang tetap konsisten bergerak dan menginspirasi,” tambahnya.

Program Sekolah Penggerak (PSP) yang dimulai pada tahun 2021 bagi sekolah terpilih di beberapa daerah di Indonesia, kini menjadi pancaran harapan dan inspirasi bagi banyak sekolah lain. Melalui dedikasi yang tak tergoyahkan dan pendekatan inovatif, para pelaksana PSP mampu menghadirkan perubahan positif berupa transformasi pembelajaran di daerahnya dan menerangi jalan bagi generasi mendatang.

“Program ini luar biasa. Fokus pada sekolah di daerah terpencil dan terpinggirkan,” timpal praktisi komunikasi Devie Rahmawati di hadapan ratusan undangan dan pemangku kepentingan yang hadir dari berbagai daerah. Pada kesempatan ini mereka menyaksikan wujud perjuangan guru yang inspiratif dalam menghadapi tantangan kompleks, dan tertuang ke dalam bentuk buku dan video.

Dalam agenda peluncuran buku dan video ini berisi sesi berbagi pengalaman terkait pelaksanaan PSP oleh beberapa kepala sekolah. Turut hadir dalam sesi bedah buku, Eka Susianti (Kepala TK Kemala Bhayangkari, Situbondo); Henny Leiwakabessy (Kepala SDN 257 Maluku Tengah); Nana Mulyana (Kepala SMP S Al-Ma’shum Mardiyah, Cianjur); Hotnida Hutagaol (Kepala SMA Santa Patricia); dan Khofni (Kepala SLB Negeri Penajam Paser Utara). Sementara untuk sesi diskusi dan berbagi pengalaman terkait video, kepala sekolah yang hadir adalah Rosmawatin (Kepala TK Kosgoro Donggala); Yuliana Giawa (Kepala SD Negeri 077311, Tuhoowo, Nias Selatan); Veronika Benge (Kepala SMP Negeri 4 Poco, Ranaka, NTT); Mesak Mantek (Kepala SMA Negeri 2 Skanto, Keerom); dan Abdul Samad (Kepala SLBN Kotabaru, Bamega).

Salah satu cerita mengharukan dalam sesi berbagi diungkapkan Yuliana, Kepala SD Negeri 077311, Tuhoowo, Nias Selatan. Ia menceritakan, sebelum sekolahnya menjadi pelaksana PSP, ia hampir merasa putus asa karena banyaknya tantangan yang dihadapi.

“Sekolah saya ada di daerah tertinggal, terdepan dan terluar. Sinyal susah. Listrik juga sering padam. Gedung sekolahnya? Jauh dari kata memadai. Jelek dan banyak tambalan di sana-sini. Saya nyaris mengundurkan diri sebagai kepala sekolah karena frustasi,” ungkap Yuliana.

Saat nyaris putus asa itulah Yuliana menemukan Program Sekolah Penggerak. Ia kemudian mencoba mendaftar. “Saat hendak daftar, mati lampu. Internet mati. Dalam hati kecil saya, rasa-rasanya tak mungkin sekolah ini bisa bergabung dengan Program Sekolah Penggerak,” tuturnya.

Yuliana terus mencoba dan mencoba. Saat tak ada sinyal, Yuliana sampai rela menggantungkan gawainya di pohon besar yang ada di halaman sekolah. “HP saya sampai diikat karet, digantung di atas pohon besar demi mendapatkan sinyal,” kenangnya.

Hasilnya ternyata tak sia-sia. Sekolah Yuliana yang ada di tengah hutan akhirnya terpilih sebagai salah satu sekolah yang bergabung dengan PSP angkatan I. Melalui pendekatan yang berfokus pada kebutuhan satuan pendidikan dan berkat dukungan dari guru dan masyarakat sekitar, Yuliana akhirnya berhasil menemukan kepercayaan dirinya kembali.

“PSP telah mengubah wajah sekolah yang terlibat. Banyak yang menginspirasi,” tutup Yuliana Giawa, Kepala SD Negeri 077311 Tuhoowo, Nias Selatan. Selain bercerita terkait bagaimana intervensi PSP telah mengubah wajah sekolahnya yang berada di daerah terpencil, ia juga menyoroti perubahan signifikan dalam tingkat partisipasi murid, peningkatan hasil akademis, dan perkembangan keterampilan sosial serta kepemimpinan dari pelaksanaan program tersebut.

Dalam video inspiratif, Yuliana juga melakukan pengimbasan ke sekolah lain, yaitu di SDN 071187 Amuri. “Melalui Bu Yuliana Giawa, kami bisa mengerti dan memahami bagaimana penerapan Kurikulum Merdeka. Dan kami mulai pembelajaran menggunakan barang-barang di sekitar seperti daun dan botol sehingga kami bisa lebih kreatif untuk mengajari murid. Kami diajari menggunakan PMM dan juga pembuatan poster pengajaran agar murid menjadi lebih mengerti. Bu Yuliana Giawa tetap siap sedia untuk berbagi pengalaman dengan langsung hadir di sekolah atau via telekomunikasi,” terang Masrawati Zega, guru SDN 071187 Amuri.

Kisah Yuliana menjadi salah satu bagian dari sekian bukti nyata bagaimana Program Sekolah Penggerak mampu mengubah dan memberikan harapan baru bagi para murid dan ekosistem pendidikan melalui transformasi pembelajaran yang nyata.

Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Semarak Kampanye Sekolah Sehat, Kolaborasi Ekosistem Pendidikan untuk Tingkatkan Kualitas Pendidikan Anak

 Dalam rangka mewujudkan anak Indonesia yang sehat, cerdas dan berkarakter, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengadakan kegiatan Semarak Kampanye Sekolah Sehat 2023, di SDN 1 Binangga, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah (31/8).

Mengusung tema ‘Wujudkan Generasi Sehat untuk Indonesia Hebat’, kegiatan yang dilakukan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini diikuti lebih dari 300 peserta yang terdiri dari pengawas/penilik, kepala sekolah, guru, orang tua, komunitas, dan mitra pendukung Kampanye Sekolah Sehat. Adapun kegiatan ini dilaksanakan bertepatan dengan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang diadakan pada bulan Agustus dan November.

“Kampanye Sekolah Sehat memiliki tiga fokus utama yaitu Sehat Bergizi, Sehat Fisik, dan Sehat Imunisasi,” ucap Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PDM), Iwan Syahril.

Penerapan tiga fokus utama Kampanye Sekolah Sehat dimulai dengan kegiatan sederhana dan berkelanjutan sehingga menjadi pembiasaaan. Sehat Bergizi, dimulai dari pembiasaan minum air putih minimal dua gelas selama berkegiatan di sekolah dan pembiasaan sarapan dan konsumsi makanan/minuman bergizi seimbang. Sehat Fisik, melakukan pembiasaan peregangan minimal satu kali saat pergantian jam pelajaran dan pembiasaan Senam Kebugaran Jasmani atau senam kreasi lainnya minimal satu kali seminggu. Sementara, Sehat Imunisasi, dilakukan dengan dengan mendukung pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di bulan Agustus dan November.

Iwan juga menambahkan bahwa Pemerintah pusat menyambut baik peran dan kontribusi semua pemangku kepentingan. “Kami menyampaikan apresiasi atas semangat gotong-royong yang telah ditunjukkan oleh Pemerintah daerah (Pemda), ekosistem pendidikan serta mitra sehingga inisiatif Sekolah Sehat berlangsung sukses hingga berdampak nyata di masyarakat,” tegas Iwan.

Pada kesempatan yang sama, Bupati Sigi, Mohamad Irwan turut mendukung terlaksananya Semarak Kampanye Sekolah Sehat 2023 di daerahnya. “Kegiatan ini merupakan program nasional dan amanah negara untuk menuju Indonesia sehat,” ucap Iwan.

Iwan juga mendorong adanya koordinasi yang dilakukan oleh perangkat daerah untuk menyukseskan kegiatan ini. “Sebagai pimpinan daerah, saya mendorong perangkat daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan untuk melakukan inventarisasi siswa di sekolah-sekolah yang telah ataupun yang belum mendapatkan imunisasi untuk selanjutnya koordinasi dengan Dinas Kesehatan,” urai Iwan.

Rangkaian kegiatan Semarak Kampanye Sekolah Sehat 2023 di Kabupaten Sigi dilaksanakan lewat berbagai kegiatan. Mulai dari lomba permainan tradisional, gelar wicara, stan sehat bergizi, dan pelaksanaan imunisasi pada 145 siswa SD di Kabupaten Sigi yang didukung oleh Kementerian Kesehatan. Semua kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran dan pembiasaan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan keluarga dan sekolah.

Pada kesempatan ini, Direktur Sekolah Dasar, Ditjen PDM, Muhammad Hasbi menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan ini memadukan promosi edukasi dan kesehatan dengan cara yang menyenangkan bagi para siswa.

“Dengan mengangkat tema Wujudkan Generasi Sehat untuk Indonesia Hebat, Kemendikbudristek ingin mengajak seluruh ekosistem pendidikan bergotong royong dan menyadari pentingnya menjaga dan memperhatikan kesehatan murid. Terlebih pasca pandemi, sekolah-sekolah telah melaksanakan pembelajaran tatap muka,” tekan Hasbi.

Imbauan mengenai pentingnya memperhatikan kesehatan murid juga diungkapkan Direktur Pengelolaan Imunisasi, Kemenkes, Prima Yosephine. Ia mengatakan bahwa menjaga kesehatan murid, berarti menjaga kualitas sumber daya manusia.

“Kesehatan adalah investasi suatu bangsa dalam mempersiapkan generasi penerus yang produktif dan berdaya saing tinggi di tingkat global,” terang Yosephine.

Salah satu cara efektif dalam menjaga kondisi kesehatan murid, jelas Yosephine, adalah melalui upaya pencegahan terhadap penyakit dengan pemberian imunisasi, melakukan aktivitas fisik atau berolahraga, menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekolah, cek kesehatan secara berkala, diet gizi seimbang, serta kantin sehat di sekolah.

“Kita berharap pelaksanaan kegiatan Semarak Kampanye Sekolah Sehat 2023 ini dapat memotivasi daerah lain, termasuk sekolah-sekolah lain, untuk memperhatikan dan meningkatkan kesehatan peserta didik melalui pemberian imunisasi,” pungkas Prima Yosephine.

Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri Youtube: KEMENDIKBUD RI

Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id Dapatkan informasi lengkap tentang Merdeka Belajar melalui: http://merdekabelajar.kemdikbud.go.id

Pendidikan Guru Penggerak Ciptakan Perubahan Sekolah

 


Setelah mengabdi selama 10 tahun, pada tahun 2021 lalu Ramli diangkat menjadi Kepala Sekolah di SDN 1 Karamat, Kab. Buol, Sulawesi Tengah. 

Ramli merupakan Guru Penggerak Angkatan 3. Ia diberi amanah sebagai Kepala Sekolah ketika sedang mengikuti Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Tanpa disangka, ia mendapatkan undangan untuk pelantikan kepala sekolah di kecamatan tetangga, yang berjarak kurang lebih 1 jam dari tempat tinggalnya. Selama kurang lebih 1 tahun bertugas di sana, ia ditarik kembali ke kecamatan tempat tinggal, SDN 01 Karamat.

“Saya punya keinginan untuk maju. Saya orang pertama di Kecamatan saya yang ikut PGP,” ungkapnya. 

Ramli pertama kali mengetahui tentang Pendidikan Guru Penggerak (PGP) melalui media sosial. Saat mengikuti pendaftaran, ia mengaku belum ada gambaran sama sekali tentang program ini. Ketika proses pendidikan sudah dijalani, ia membuktikan sendiri bahwa program pendidikan ini punya banyak manfaat. 

“Saya mendapatkan paradigma perubahan yang berkaitan dengan karakter. Dulu, pembelajaran berjalan tanpa program yang jelas dan setelah menerima pembekalan PGP semua sudah terstruktur, baik secara karakteristik, emosional, dan pendekatan spiritual,” ujarnya. 

Ramli merasa sangat bersyukur bisa mengikuti program pendidikan ini. Ia bahkan berharap ke depan agar PGP tidak lagi melalui seleksi melainkan diberikan kepada ke seluruh guru di Indonesia. 

“Karena saya yakin, dengan adanya PGP, perubahan paradigma pendidikan bisa berjalan dengan baik,” tegasnya. 

Setelah mengikuti PGP, menurut Ramli, Guru Penggerak harus siap menjadi teladan. “Saya mendapat sorotan, apalagi di kecamatan saya, karena baru satu orang yang lolos. Perubahan pendidikan disandarkan kepada saya selaku lulusan Guru Penggerak,” katanya. 

Banyak tantangan yang dihadapi Ramli saat mengikuti PGP. Ia baru menjalani PGP selama 3 bulan dan diangkat menjadi kepala sekolah di sekolah lain. Tantangan ketika menyampaikan program pengembangan sekolah, ia harus melakukan banyak pendekatan kolaborasi.

Apalagi, saat itu pelaksanaan pembelajaran di kelas masih menggunakan pola lama, kurikulum CBSH (Catat Buku Sampai Habis). Lalu Ramli mengajak guru-guru untuk melakukan coaching. 

“Praktek coaching ini sangat sering saya manfaatkan untuk menemukan masalah yang dihadapi para guru dan kemudian mencari sendiri solusinya,” tuturnya. 

Setelah lulus sebagai Guru Penggerak dan kemudian menjadi kepala sekolah, Ramli pun mencoba mendorong adanya inovasi. Beberapa di antaranya sudah dirancang. 

“Saya sedang menggagas Jumanji (Jumat Mengaji) di setiap hari Jumat. Tidak ada kegiatan pembelajaran umum, tapi fokus pada pembelajaran keagamaan,” katanya. “Kemudian,” lanjut Ramli, “Sakti Sabar (Sabtu Kerja Bakti dan Sabtu Berolahraga). Ini merupakan program gotong royong antara siswa dan guru.”

Selain itu, Ramli juga sudah merencanakan program jangka panjang, yaitu Pojok Literasi. Ini bukan hanya untuk siswa, tapi juga untuk wali murid. 

“Kebetulan di sekolah saya ada halte bus Trans Sulawesi. Biasanya, wali murid hanya menunggu bus di pinggir jalan. Saya ingin mereka masuk ke lingkungan sekolah dan membaca bahan bacaan tentang mendidik anak di Pojok Literasi yang sudah disediakan. Saya melihat pendidikan ini harus sinergi dan tidak akan berjalan baik kalau tidak ada kolaborasi,” ungkapnya. 

Program Pojok Literasi yang dirancang Ramli tersebut tak terlepas dari pandangan masyarakat di tempatnya bahwa bahwa pendidikan hanya tanggung jawab guru dan bukan orangtua. Ia berupaya keras untuk mengubah pola pikir wali murid bahwa pendidikan untuk anak mesti bersifat kolaboratif antara guru dan wali murid. 

Terkait penugasan lulusan Pendidikan Guru Penggerak sebagai kepala sekolah, Ramli mengaku sangat sangat setuju. Lulusan PGP tidak hanya dilatih terkait ilmu dan pengalaman, namun juga pembangunan karakter, yaitu melalui coaching, kematangan emosional, dan kepemimpinan pembelajaran. 

“Saya yakin dan percaya akan ada perubahan yang terjadi oleh para Guru Penggerak,” demikian ia menegaskan. 

Sumber : https://gtk.kemdikbud.go.id/

Pendidikan Guru Penggerak Dorong Perubahan Paradigma Kepala Sekolah

 


Para guru menyadari bahwa keikutsertaan mereka dalam program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) bukan sebatas untuk mendapatkan sertifikat. Cerita lulusan PGP dari pulau Sulawesi ini membuktikan bahwa program Pendidikan Guru Penggerak telah memberikan mereka sebuah paradigma baru untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih baik.

Dewi Soraya merupakan Guru Penggerak Angkatan 5. Saat ini ia menjadi Kepala Sekolah SD Inpres Tangkou, Kab. Mamuju, Sulawesi Barat. Ia diangkat sebagai kepala sekolah ketika masih menjalani Pendidikan Guru Penggerak, November 2022. 

Dewi tidak menyangka bahwa ia bisa jadi kepala sekolah secepat itu di usia yang masih muda, 31 tahun. Hal tersebut dikarenakan banyaknya kebutuhan kepala sekolah di Mamuju sehingga membuat hal itu dapat terjadi. Permendikbudristek no. 40 tahun 2021 pun menyatakan bahwa sertifikat guru penggerak adalah salah satu syarat menjadi kepala sekolah. 

“Kepala sekolah yang saya gantikan itu dipindahkan ke sekolah dekat rumahnya karena beliau sudah senior. Satu-satunya guru yang mengikuti Pendidikan Guru Penggerak di sekolah adalah saya sendiri sehingga saya menggantikan di sekolah tersebut,” ungkapnya. 

Selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, Dewi Soraya mengakui bahwa setiap materi yang didapatkan sangat membantunya untuk membawa sekolah menjadi lebih baik. 

Menurutnya, satu perubahan penting selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak adalah paradigma. “Dulu saya berpikir bahwa menjadi guru ataupun pemimpin pembelajaran ya begitu-begitu saja, tapi ternyata sekarang saya paham bahwa orientasi kita adalah murid,” tuturnya. 

Pada peringatan Hari Guru Nasional tahun 2022 lalu, Dewi Soraya dinobatkan sebagai salah satu Guru Inspiratif terkait pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukannya selama menjalani Pendidikan Guru Penggerak.   

“Dulu saya selalu mengapresiasi anak yang pintar dan anak yang mengalami keterlambatan saya biarkan saja. Ketika mengikuti PGP saya jadi tahu bahwa yang saya lakukan itu salah. Saya memperbaikinya dengan melakukan pembelajaran diferensiasi. Ini betul-betul bermanfaat sekali di kelas saya. Anak-anak betul merasa dirangkul dan diperhatikan,” ungkapnya. 

Ia mengakui bahwa 10 modul yang diajarkan ketika mengikuti Pendidikan Guru Penggerak sangat bermanfaat baginya dalam menjalankan tata kelola sekolah. Salah satunya, ketika mendapatkan materi coaching clinic, Dewi menyadari bahwa materi itu membantunya untuk menjadi kepala sekolah yang lebih baik.

“Materi coaching, visi-misi, dan budaya positif itu sangat bermanfaat bagi saya di sekolah. Ketika direfleksikan apa yang menjadi persoalan bagi guru-guru dalam melakukan pembelajaran, maka melalui coaching mereka menemukan solusi dari masalah yang dihadapi,” ungkap Dewi. 

Setelah menjalani Pendidikan Guru Penggerak dan sudah menjadi kepala sekolah, Dewi mengaku ia tidak memulai dari nol lagi, karena ia ditempatkan di sekolah yang sama dan di sekolah itu ia dan kawan-kawannya sudah mencoba menciptakan inovasi-inovasi sebelumnya. 

Selama ini, sudah ada beberapa program yang dimulai di sekolah. Misalnya, pembiasaan-pembiasaan budaya positif di sekolah, ada Selasa Sarapan Bersama, Rabu Sikat Gigi, dan banyak pembiasaan-pembiasaan lain yang menumbuhkan karakter murid.

“Ketika saya jadi kepala sekolah, inovasi tersebut dapat terus saya kembangkan, dan mencari inovasi-inovasi baru lagi. Misalnya kemarin, saya mencarikan program yang bisa meningkatkan literasi murid dan guru di sekolah saya,” ungkapnya.

Dalam rencana ke depan, Dewi mengatakan bahwa hal yang akan dilakukannya terus adalah merefleksikan diri, mengevaluasi diri, dan merefleksikan segala sesuatu program-program yang ada di sekolahnya. 

“Segala sesuatu yang saya lakukan, baik program kerja sekolah jangka panjang, jangka pendek, pengelolaan dana BOS, semua terkait itu harus bersumber dari voice choice and ownership. Jadi, bukan hanya dari saya semua itu, tapi juga dari suara-suara guru, suara-suara murid, serta pilihan-pilihan mereka untuk menentukan bagaimana ke depannya sekolah kita,” tegasnya.

Sebagai kepala sekolah yang diangkat dari guru penggerak, Dewi berpesan agar para guru benar-benar mendalami ilmu yang diajarkan selama Pendidikan Guru Penggerak. 

“Mengikuti Pendidikan Guru Penggerak itu memang betul untuk mendapatkan ilmunya. Diangkat menjadi kepala sekolah itu adalah bonusnya,” ungkapnya. 

Pengalaman Dewi adalah bukti bahwa proses belajar di Pendidikan Guru Penggerak sangat jauh berbeda dengan pelatihan-pelatihan pada umumnya, karena setiap peserta pendidikan benar-benar digembleng dan diubah paradigmanya untuk menjadi pemimpin pembelajar. 

Sumber : https://gtk.kemdikbud.go.id/

Senin, 04 September 2023

Menteri Anas Apresiasi Pemprov Bali dari Sederhanakan OPD sampai Penerapan RB Tematik Berdampak

 


Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Pemerintah Provinsi Bali yang menyederhanakan organisasi perangkat daerah (OPD). Namun ia juga tetap meminta agar seluruh pemerintah daerah mengelompokkan OPD yang sekiranya masih bisa disederhanakan atau dilebur untuk birokrasi yang lebih sederhana.

"Begitu juga dengan di kabupaten kota di Bali, mana OPD yang terlalu 'gemuk' itu bisa dikelompokkan. Karena itu akan mempunyai nilai yang tinggi untuk reformasi birokrasi," ujar Menteri Anas saat menyapa dan berdiskusi bersama ASN Pemerintah Provinsi Bali, di Wiswa Sabha, Denpasar, Bali, Senin (04/09).

Menteri Anas menyampaikan, jika pemda ingin meningkatkan nilai reformasi birokrasi, salah satunya harus melakukan pemangkasan proses birokrasi dan efisiensi sistem kerja. Dari birokrasi yang sederhana dan tidak rumit itu, diharapkan bisa semakin memberi dampak nyata bagi masyarakat.

Dalam berbagai kesempatan Menteri Anas menegaskan bahwa pemerintah harus menciptakan birokrasi yang berdampak. Sesuai arahan Presiden, birokrasi bukan sekadar tumpukan kertas dan birokrasi harus bergerak lincah dan cepat.

Ada empat fokus untuk mendorong birokrasi yang berdampak, yakni penanggulangan kemiskinan, peningkatan investasi, digitalisasi administrasi pemerintahan, dan percepatan prioritas aktual Presiden. Kerja birokrasi harus berorientasi pada hasil atau outcome bukan fokus ke input atau hulu.

20230904 Diskusi ASN Pemprov Bali 16

Salah satu dampak birokrasi adalah mudahnya pelayanan kepada masyarakat. Menteri Anas mendorong seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Bali untuk mendirikan mal pelayanan publik (MPP) serta meningkatkannya menjadi MPP Digital.

Digitalisasi ini menandakan pentingnya peningkatan kualitas tata kelola dan pelayanan kepada seluruh masyarakat Pulau Dewata. "Bisa sempurna seluruh kabupaten/kota membuat MPP. Harapan saya bisa ditingkatkan, tidak lagi MPP dalam bentuk MPP konvensional, tapi MPP digital," tuturnya.

Menteri Anas menyampaikan, untuk mendirikan MPP tidak harus dengan gedung yang besar. "Cukup dengan gedung kecil yang penting layanannya terintegrasi," tegas Menteri Anas dalam acara yang dihadiri oleh seluruh bupati dan wali kota se-Bali.

Lebih jauh dari itu, Menteri Anas mengapresiasi Bali atas penetapan haluan pembangunan 100 tahun melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana. Dalam kesempatan itu Gubernur Bali Wayan Koster menyerahkan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125 kepada wali kota dan bupati seluruh Bali.

Pencanangan tersebut terinspirasi konsep pembangunan berkelanjutan yang digagas Presiden Pertama RI Soekarno. Bali merupakan satu-satunya provinsi yang menetapkan rencana pembangunan 100 tahun kedepan.

"Haluan 100 tahun memandu, menjaga dan meningkatkan dampak kerja birokrasi, saat ini penduduk miskin Bali hanya mencapai 4,25 persen jauh dibawah rata-rata nasional yaitu 9,36 persen dan data kasus stunting hanya 8.0 persen (terendah dari semua provinsi),”ungkap Anas.

20230904 Diskusi ASN Pemprov Bali 25

Salah satu yang menjadi fokus dalam Pembangunan Semesta Berencana ini adalah penurunan angka kemiskinan dan stunting. Hal tersebut sesuai dengan reformasi birokrasi tematik yang kerap digaungkan Menteri Anas terkait penanggulangan kemiskinan.

Wayan Koster menjelaskan, jajaran Pemprov Bali berhasil menyederhanakan 13 OPD. "Dari 49 menjadi 36 OPD. Tapi kami menambah dua dinas yang sesuai dengan kondisi Bali," ungkapnya.

Dua OPD yang disebutkan Koster adalah Dinas Pemajuan Masyarakat Adat serta Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRID). Menurutnya, pendirian dua lembaga ini sudah diperhitungkan secara matang dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Bali.

Selain itu, seluruh organisasi dibawah naungan Provinsi Bali juga sudah menerapkan sistem merit secara ketat untuk mengisi jabatan. Sementara dari sisi lain, Pemprov Bali gencar menerapkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).

Koster mengakui, adanya SPBE mempermudah tata kelola pemerintahan Bali. Sistem digital juga mendorong ASN Bali bekerja secara efektif, efisien, dan produktif, serta tak menutup mata terhadap perkembangan digital. "Astungkara, semua bisa diselenggarakan dengan baik. Tidak lepas dari kebijakan Menteri PANRB. Kami mendapat banyak bimbingan," pungkas Koster. (don/HUMAS MENPANRB)