Dalam rangka mendukung Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Borobudur, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Jawa III, Direktorat Jenderal Perumahan telah menyelesaikan pengembangan sarana hunian pariwisata (sarhunta) di kawasan Wanurejo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Kepala BP2P Jawa III Salahudin Rasyidi mengatakan, sesuai dengan arahan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, setiap rumah mempresentasikan desain Rumah Adat setempat dan berkelompok. Konsep desain Sarhunta DPSP Borobudur juga menggunakan elemen-elemen budaya, dan evaluasi pengembangan 1 koridor utama agar menciptakan suasana khas daerah pariwisata yang berbudaya. Selain itu, Sarhunta DPSP Borobudur juga harus disiapkan untuk menyambut wisatawan pasca pandemi Covid-19.
“Untuk proses perencanaan, kami melibatkan tim ahli untuk mengonsepkan penataan DPSP Borobudur termasuk sarhunta. Jadi, ada motif-motif kearifan lokal seperti kawung atau kalpataru yang diterapkan pada setiap sarhunta, dan sampai saat ini tetap terjaga sesuai dengan ketentuan,” jelas Salahudin.
Adapun ciri khas elemen fisik yang diterapkan dalam pengembangan sarhunta di kawasan DPSP Borobudur antara lain, pembangunan atap tradisional Jawa Kerakyatan dengan Bumbungan Kalpataru, teras homestay, pintu dan jendela dengan motif kawung dan pigura bata ekspose, kamar tidur dengan bata ekspose dan furniture, kamar mandi standar internasional, serta adanya pot dan gentong untuk cuci tangan.
Dalam pengembangan sarhunta DPSP Borobudur ini, terdapat 2 jenis penerima yaitu rumah dengan fungsi usaha dan tanpa fungsi usaha. Untuk perbaikan dan pengembangan rumah dengan fungsi usaha, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp115 juta, dan untuk perbaikan rumah tanpa fungsi usaha sebesar Rp35 juta.
“Di DPSP Borobudur, Direktorat Jenderal Perumahan membantu melalui pengembangan sarhunta atau homestay. Total yang kita bantu ada 821 unit. Sebanyak 439 unit rumah yang tersebar di 4 desa, tidak memiliki fungsi usaha tetapi memiliki keseragaman elemen budaya. Sisanya, 382 unit rumah yang tersebar di 15 desa memiliki fungsi usaha. Mulai dari homestay, kafe, hingga galeri kesenian,” tambah Salahudin.
Pasca konstruksi pengembangan sarhunta di DPSP Borobudur yang rampung pada akhir 2020 lalu, Kementerian PUPR juga berkolaborasi dan mendorong peran pemerintah daerah setempat untuk melakukan pendampingan pemanfaatan dan pengelolaan pelaksanaan program dalam memberikan pelayanan wisatawan.
Selain itu, pemerintah daerah juga berperan dalam membantu pendampingan pemasaran (marketing) homestay dan bisnis UMKM melalui media digital, hingga berkolaborasi dengan BUMDes yang telah ada untuk bekerja sama dengan Balai Ekonomi Desa untuk meningkatkan okupansi tamu.
“Kementerian PUPR tidak bekerja sendiri, tetapi ada peran pemerintah kabupaten di sektor pariwisata agar masyarakat juga menerima pelatihan untuk pengelolaan sarhunta. Hal ini sebagai salah satu upaya dalam menyiapkan masyarakat, agar mereka bisa mendapatkan manfaat dari pembangunan infrastruktur tersebut,” tandas Salahudin.
Pengembangan sarhunta di kawasan DPSP Borobudur bertujuan untuk mendukung upaya peningkatan kualitas layanan pariwisata, khususnya dalam penyediaan usaha pondok wisata dan usaha wisata lainnya oleh masyarakat bagi wisatawan. Sehingga, dampak ekonominya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat lokal. (May)