Selasa, 27 November 2018

Sistem Zonasi Jadi Landasan Wajib Belajar 12 Tahun





Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy optimistis dengan sistem zonasi, target wajib belajar 12 tahun akan lebih mudah dicapai. Mendatang, sekolah bersama aparat daerah dapat lebih aktif mendorong anak-anak usia sekolah untuk belajar di sekolah atau pendidikan kesetaraan.

"Kita balik, kalau dulu sekolah menunggu siswa datang mendaftarkan diri. Mulai tahun depan, sekolah aktif mendatangi keluarga-keluarga yang memiliki anak usia sekolah untuk masuk sekolah, bersama aparat daerah. Yang tidak mau di sekolah, harus dicarikan alternatif yaitu di pendidikan kesetaraan. Sehingga tidak boleh lagi anak usia wajib belajar 12 tahun yang tidak belajar," diungkapkan Mendikbud dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Zonasi untuk Pemerataan Kualitas Pendidikan Tahun 2018 Region III, di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (22/9).


Dengan sistem zonasi, penerimaan siswa baru diyakini dapat berjalan lebih baik dan mencerminkan keberadilan. Melalui zona-zona yang ada, peta guru dan sarana prasarana pendidikan menjadi lebih jelas, sehingga memudahkan dalam penanganan permasalahan. Menurut Mendikbud, jika sebelumnya, populasi sumber daya unggulan terkonsentrasi pada sekolah-sekolah tertentu yang dianggap berkualitas atau favorit, maka ke depan semua sekolah akan didorong memiliki kualitas yang baik.

Penerapan sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat. Selain itu, sistem zonasi juga menjadi langkah strategis dalam penerapan pendidikan karakter.

Ekosistem pendidikan, menurut Muhadjir, sangat penting bagi penerapan pendidikan karakter. Dicontohkannya, saat jarak sekolah dekat dengan tempat tinggal, kemudian siswa jenjang pendidikan dasar bisa berjalan kaki ke sekolah. Dalam proses berjalan ke sekolah itu, siswa bisa belajar etiket warga negara. Orang tua dan masyarakat sekitar ikut teribat dalam pendidikan karakter.

"Zonasi ini adalah terjemahan operasional dari ekosistem pendidikan yang dimaksud dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional itu," tutur Mendikbud di depan peserta rakor.

Rakor dilaksanakan selama tiga hari bersama Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi di wilayah Sumatera. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano, menyampaikan bahwa tujuan rakor ini adalah agar dapat menyosialisasikan kebijakan zonasi secara lebih baik. Kemudian juga menyosialisasikan pembahasan seputar potret pendidikan di daerah, peta sebaran satuan pendidikan nominasi pusat zona, dan proses manajemen pembuatan zona.

Materi yang akan diberikan di antaranya Kebijakan terkait Pemerataan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Kemendikbud Tahun 2018; Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk Kebijakan Zonasi; dan Konsep Pengembangan Zonasi, Klasifikasi Sekolah Pusat Zona dan Peta Sebaran Sekolah Pusat Zonasi.

Tercatat sekitar empat ribu zona di berbagai wilayah yang menjadi panduan bagi pemerintah baik pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan pendidikan. Zona yang disiapkan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) dibahas bersama dengan pemerintah daerah agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan. Adapun informasi terkait zona tersebut dapat dilihat publik melalui laman http://zonamutu.data.kemdikbud.go.id

Pendekatan revitalisasi sekolah

Manajemen berbasis sekolah, menurut Mendikbud, menjadi pendekatan untuk memperbaiki pendidikan nasional. Sekolah harus mampu mengintegrasikan berbagai lingkungan belajar siswa. "Seluruh kegiatan belajar siswa, baik di dalam sekolah, di masyarakat, maupun di dalam keluarga harus dimanajemeni oleh sekolah. Artinya, ada perencanaan, pelaksanaan, evaluasi oleh sekolah. Jangan sampai sekolah tidak tahu apa saja yang dipelajari anak," kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini.

Kemudian, guru hendaknya dapat mendorong dan memfasilitasi cara belajar siswa aktif yang merupakan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dicontohkannya, pelaksanaan pembelajaran jangan terlalu kaku dan terpaku pada silabus. "Yang penting itu membangkitkan rasa penasaran siswa. Itu 'kan bagian dari upaya kita mendorong kemampuan berpikir kritis," katanya.

Selain itu, sekolah harus mampu mengembangkan kurikulum berbasis luas. Intinya memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, dan individualisasi siswa. "Setiap siswa harus diberi keleluasaan untuk berkembang sesuai jati dirinya," pesan Mendikbud.

Bagi Mendikbud, kunci perbaikan kualitas pembelajaran siswa adalah para guru. Terkait kekurangan guru sekolah, pemerintah secara bertahap melakukan rekrutmen guru baru. Baik sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPPK).

Kemendikbud bekerja sama dengan pemerintah daerah mendorong penguatan peran Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Melalui sistem zonasi, pembinaan guru-guru tidak lagi terpaku pada batasan administratif antarbirokrasi. Namun, pengembangan antarsesama kolega. "Mestinya guru yang bersertifikat profesional membina guru-guru yang belum bersertifikat atau guru honorer. Itu nanti jadi bagian dari beban kerjanya," ujar Muhadjir.

Mendikbud dijadwalkan akan mengikuti pawai obor Asian Para Games 2018 pada hari Minggu pagi (23/9). Setelah itu, Mendikbud akan melakukan sepak mula atau kick off Gala Siswa Indonesia (GSI) tingkat provinsi di Stadion Teladan, Medan. Turut mendampingi dalam kunjungan kerja kali ini, Sekretaris Jenderal, Didik Suhardi; Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano; Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD Dikmas), Harris Iskandar. (*)
Sumber : https://www.kemdikbud.go.id

Senin, 26 November 2018

Mendikbud Menargetkan Angkat 72 Ribu Guru dan Revitalisasi 4 Ribu SMK


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penataan Guru dan Tenaga Kependidikan di Jakarta, Kamis (15/11/2018).


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menargetkan 3.000-4.000 sekolah menengah kejuruan ( SMK) akan direvitalisasi pada 2019. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (21/11/2018) yang ingin agar SMK menjadi sarana efektif pengembangan sumber daya manusia Indonesia. "Kalau fisik kan, tahun depan sudah ditangani Kementerian PUPR. Kita hanya mengajukan skema-skema SMK mana saja yang harus direvitalisasi. Itu kita harapkan ada sekitar 3.000-4.000 SMK," kata Muhadjir usai rapat terbatas tentang pembangunan SDM di Istana Bogor. Muhadjir menambahkan, pemerintah memprioritaskan revitalisasi pada 4 bidang SMK yang diharapkan menjadi tulang punggung pertumbuhan perekonomian Indonesia yakni kelautan, pariwisata, pertanian, dan ekonomi kreatif.


Selain itu, Mendikbud juga mengusulkan 72 ribu guru SMK diangkat melalui skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Guru-guru ini nantinya dikontrak dalam jangka waktu tertentu. "Tahun depan kami mengajukan ada sekitar 72 ribu guru SMK diangkat dengan skema P3K. Jadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sehingga mereka bisa dikontrak, satu-dua tahun, tiga tahun, tergantung mereka," kata Muhadjir seperti dilansir dari laman resmi Direktorat Pembinaan SMK. Dengan revitalisasi dan perekrutan guru ini, Muhadjir berharap SMK bisa lebih siap dalam menciptakan SDM handal. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas memberikan arahan agar kualitas pendidikan SMK dirombak besar-besaran. "Perombakan yang kita lakukan di SMK, baik dalam kurikulum maupun penataan kompetensi. Terutama untuk guru-guru saya lihat juga sudah dimulai. Tapi sekali lagi, ini memerlukan sebuah perombakan yang besar, dan kita minta mulai tahun depan betul-betul dilakukan besar-besaran," ujar Presiden.
Sumber : edukasi.kompas.com

Informasi UN dan USBN

Prestasi Penting....Jujur Yang Utama !

Hai, anak-anakku tersayang di seluruh Indonesia...kalian dapat menemukan informasi tentang Ujian Nasioanl (UN) dan Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) .

Persiapkan anak-anakku.....dan tetap semangat belajar...

Kisi-kisi dapat dilihat dibawah ini :

KISI-KISI USBN KLIK DISINI

KISI-KISI UN      KLIK DISINI

Semoga bermanfaat untuk anak-anakku tersayang dalam meraih masa depan......

Sumber : http://un.kemdikbud.go.id/


Kegiatan Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal dan Sosialisasi Penuntasan Ikut PAUD Pra Sekolah Dasar


Provinsi sumatera selatan, menjadi Kota pertama yang dikunjungi oleh Direktur Pembinaan PAUD yang  baru saja dilantik Dr. Muhammad Hasbi di tahun 2018 yang melaksanakan Kegiatan Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal dan Sosialisasi Penuntasan Ikut PAUD Pra Sekolah Dasar.
Kegiatan tersebut merupakan program yang dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan PAUD, Ditjen PAUD dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2016 sebagai upaya untuk mendorong Kebupaten/Kota yang memiliki komitmen tinggi terhadap program PAUD, melacak tuntas anak yang brusia 5-6 tahun dilayani di lembaga PAUD.
Direktur Pembinaan PAUD Dr. Muhammad Hasbi menjelaskan pentingnya pendidikan anak usia dini yang merupakan tolak ukur kemakmuran bangsa di masa depan. Menurut Hasbi penanaman nilai sejak anak usia dini menjadi sangat krusial agar tidak terjadi krisis moral bagi anak-anak bangsa di masa depan nanti. “Penanaman nilai sejak dini dapat menghindarkan bangsa Indonesia dari krisis moral”, lanjut Hasbi.
Kegiatan Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal dan Sosialisasi Penuntasan Ikut PAUD Pra Sekolah Dasar ini salah satunya menjadi wadah sosialisasi kepada daerah, akan adanya SPM mengenai PAUD tersebut. Dengan terbitnya SPM ini, komimen daerah terhdap pentingnya pendidikan anak usia dini akan semakin meningkat.
Seperti diketahui bersama bahwa usia 0-5 tahun adalah usia perkembangan emas, saat fisik dan otak anak berada di masa pertumbuhan terbaiknya, dimana kemampuan otak menyerap informasi sangat tinggi. Di masa ini, stimulasi pendidikan yang positif sangat penting bagi perkembangan anak,  karena stimulasi yang tidak tepat akan berdampak negatif bagi kehidupan selanjutnya dan tidak dapat diperbaiki.
Sumber : http://www.paud.kemdikbud.go.id

Minggu, 25 November 2018

Untuk Guruku, dari Muridmu yang Bandel Dulu



Setiap tanggal 25 November, kita merayakan Hari Guru Nasional (HGN). Inilah waktu yang tepat untuk mengenang kembali jasa berharga mereka kepada kita, dari kita mungil hingga dewasa. Surat ini ditulis sebagai ucapan terima kasih sederhana, serta peluk erat jarak jauh untuk mereka. Bagaimanapun, kita semua berhutang pada mereka: yang kerap didaulat ‘pahlawan tanpa tanda jasa’.

Bapak, Ibu Guruku.......

Assalamualaikum. Wr. Wb.
Bagaimana kabar Bapak dan Ibu saat ini? Mungkin Bapak-Ibu sudah tak mengingatku lagi. Rambutku sudah tak disisir seperti dulu, tinggiku pun bisa jadi sudah setara denganmu. Suaraku telah matang, berubah satu oktaf lebih rendah dibanding dulu — saat Bapak-Ibu dan diri mungilku pertama kali bertemu.
Pertama kali masuk sekolah adalah masa yang mendebarkan buatku. Seumur hidup dimanjakan kehangatan rumah, duduk di ruangan kelas bersama anak-anak lain yang tak kukenal membuatku tak nyaman. Engkau tahu sekali itu. Kau berjongkok untuk menyeka air mataku.
Engkau yang menghidupkan semangat belajarku kala itu. Membiarkanku menyanyikan lagu riang, menggambar pohon yang bentuknya seperti cakar ayam, mewarnai papan gambar dengan berbagai rona. Engkau meyakinkanku bahwa daya cipta tak ada batasnya.
Bahkan engkaulah alasan kenapa aku mampu mengetik surat ini sekarang. Tidakkah kau ingat, ketika aku masih salah menulis abjad dan angka? Ketika aku masih sering bertanya: “Huruf dan bedanya apa?”
Kekuatan terbesarmu adalah keuletan, agar kami tetap sabar dalam belajar. “Ibu, bagaimana cara menulis “aku” ?” “Bagaimana berhitung 1 + 1?” 
Sesungguhnya, jasamu ada pada tiap huruf dan kata yang kurangkai. Pada tiap hitungan sederhana yang selalu ada dalam hidup sehari-hari orang dewasa.
Bapak-Ibu, apakah yang engkau lakukan ketika kelelahan?
Karena bukan aku saja yang harus engkau pertanggungjawabkan. Tugasmu pun tak cuma mengulang isi buku pelajaran. Perjuanganmu yang lebih besar, adalah menumbuhkan cinta kami pada ilmu pengetahuan.
Tak banyak tantangan di dunia ini yang lebih besar dari tantangan yang datang padamu. Apalagi mengingat betapa muda dan merasa-sudah-paling-tahu-nya anak-anak yang harus kau asuh itu.
Tidak sedikit dari kami, anak didikmu, yang nakal. Membolos, menyontek, merokok, sampai menggunakan fisik untuk bertengkar. Lalu kadang engkau dapati aku pergi melompati pagar sekolah, lalu engkau menghukumku berdiri di lapangan. Terik, malu, dan tentu saja melelahkanku.
Aku jadi membencimu dengan sangat. Menyumpah-nyumpah bahwa engkau adalah guru yang jahat, galak dan menyebalkan.
Tak jarang, aku kesal pada aturan yang engkau terapkan. Belum lagi kau memaksaku mengerjakan banyak hal. Menggarap berbagai soal mungkin masih bisa kuterima… namun mendengarkan ceramahmu yang membosankan? Ah! Buat apa?
Nilai-nilaiku tak selalu yang menjadi terbaik di kelas. Bahkan, motivasiku untuk belajar pun kembang-kempis. Tapi kau tak melihatku sebagai anak yang malas. Kau memutuskan melihat lebih jauh, menyadari bahwa bocah yang terlihat tak peduli ini sebenarnya krisis kepercayaan diri. Memang benar, aku selalu merasa bahwa aku tak mampu. Ada satu masa dimana aku lelah harus mengejar ketertinggalanku.
Engkaulah yang memegang pundakku sambil berkata, “Kamu bisa.”
“Kamu harus percaya, kamu bisa!”
Hingga detik ini, aku selalu mengingat matamu saat kau mengatakannya.
Tentu itu tak langsung menjadikanku murid yang cemerlang. Aku akan menangis seharian, menyalahkan guru yang tidak becus mengajariku. Jauh di dalam hati kecilmu, sesungguhnya engkau yang menangis lebih lama dariku. Tentu kau berhak merasa gagal mendidikku. Lambat laun aku tahu, itu bukan semata-mata kesalahanmu. Kau diam saja, menerima sangkaan itu.
Bapak-Ibu Guruku yang jauh dan dekat...
Bapak dan Ibulah yang pernah bertanya padaku dulu: “Apa cita-citamu?”
Waktu kecil aku mantap menjawab pertanyaan itu, namun semakin besar, semakin aku ragu. Tak jarang, engkau memaksaku untuk mencari jawabanya. Dengan sabar, engkau terus menyalakan semangat bermimpi dalam hidupku. Tidak pernahkan engkau juga memikirkan masa depanmu sendiri? Misalnya… tentang kenaikan gaji misalnya.
Tentu pernah. Bagaimanapun engkau manusia dewasa, punya keluarga yang harus mesti disuapi. Tak jarang aku berpapasan padamu di sore hari, sepulang sekolah. Aku sedang duduk-duduk di warung bersama teman-teman, sementara engkau baru pulang dari tempatmu bekerja sambilan.
Ya, untuk mengimbangi kebutuhan hidup yang semakin membumbung tinggi, engkau harus mengemban dua pekerjaan.
Aku malu ketika sadar beratnya tanggung jawabmu.
Bapak Ibu, masihkah kesehatanmu terjaga hari ini?
Dengan memutuskan menjadi guru, engkau sudah berani menjalani hidup sederhana. Engkau yang rela mendapatkan gaji pangkal 25.000 rupiah setiap bulannya kala itu. Engkau yang rela menempuh jarak jauh dan menghabiskan waktu bersama kami di sekolah. Anak-anakmu tak hanya mereka yang istrimu atau kau lahirkan sendiri. Anak-anakmu adalah kami.
Bagaimana kau menjaga tenagamu? Setelah pagi mengajar, sore kerja sambilan, malam mengoreksi tugas dan mengurus keluarga… sampai-sampai aku ingin sekali bilang pada Pak Presiden agar hidupmu lebih diperhatikan. Bukankah tugasmu tidak ringan?
Aku tidak ingin engkau sering bolos mengajar hanya karena biaya transportasi yang digunakan setiap hari lebih tinggi dibandingkan gaji yang engkau terima. Aku tidak ingin engkau hanya bisa mengajar perkalian matematika karena tak mampu melanjutkan sekolah untuk belajar aritmatika.
Bapak-Ibu Guru, masihkah engkau mengenalku?
Aku yang sudah tumbuh besar, bukan lagi anak ingusan yang belajar membaca aksara. Engkau yang mengajarkanku untuk membaca tentang kehidupan yang ternyata tidak sesederhana menghafalkan puisi Rendra.
Sekarang, mungkin juga engkau takut dengan pertanyaan-pertanyaanku yang sudah jauh lebih maju dari yang dulu. Mungkin engkau cemas tak lagi bisa “meladeniku”.
Ketahuilah, jika sekarang aku lebih pintar, itu bukan berarti aku lebih hebat darimu. Engkaulah yang mengantarkanku ke pintu-pintu pengetahuan yang lebih maju. Bagaimana bisa aku sombong di depanmu?
Hari ini, aku menulis suratmu Bapak Ibu guru.
Mungkin engkau sedang letih setelah sibuk mengajar di sekolah. Atau capai, karena harus apel dan upacara seharian. Tapi aku hanya ingin engkau tahu, aku sangat berterima kasih atas semuanya. Maafkan aku yang membebani pikiranmu dengan kenakalan-kenakalanku. Maafkan aku yang seringkali tidak mematuhimu. Maafkan aku yang jarang sekali menyapamu untuk hanya sekedar menanyakan “Apa kabar, Bapak-Ibu?” Maafkan aku yang lupa bagaimana berterima kasih padamu.
Terima kasih telah rela membesarkanku. Terima kasih telah membentukku menjadi manusia yang baru. Terima kasih untukmu, berjuta-juta kali dariku.
Dari anak didikmu,
Yang sudah lama tak menyalamimu di perantauan...

Sumber : https://www.hipwee.com/