Selasa, 27 November 2018

Sistem Zonasi Jadi Landasan Wajib Belajar 12 Tahun





Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy optimistis dengan sistem zonasi, target wajib belajar 12 tahun akan lebih mudah dicapai. Mendatang, sekolah bersama aparat daerah dapat lebih aktif mendorong anak-anak usia sekolah untuk belajar di sekolah atau pendidikan kesetaraan.

"Kita balik, kalau dulu sekolah menunggu siswa datang mendaftarkan diri. Mulai tahun depan, sekolah aktif mendatangi keluarga-keluarga yang memiliki anak usia sekolah untuk masuk sekolah, bersama aparat daerah. Yang tidak mau di sekolah, harus dicarikan alternatif yaitu di pendidikan kesetaraan. Sehingga tidak boleh lagi anak usia wajib belajar 12 tahun yang tidak belajar," diungkapkan Mendikbud dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Zonasi untuk Pemerataan Kualitas Pendidikan Tahun 2018 Region III, di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (22/9).


Dengan sistem zonasi, penerimaan siswa baru diyakini dapat berjalan lebih baik dan mencerminkan keberadilan. Melalui zona-zona yang ada, peta guru dan sarana prasarana pendidikan menjadi lebih jelas, sehingga memudahkan dalam penanganan permasalahan. Menurut Mendikbud, jika sebelumnya, populasi sumber daya unggulan terkonsentrasi pada sekolah-sekolah tertentu yang dianggap berkualitas atau favorit, maka ke depan semua sekolah akan didorong memiliki kualitas yang baik.

Penerapan sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat. Selain itu, sistem zonasi juga menjadi langkah strategis dalam penerapan pendidikan karakter.

Ekosistem pendidikan, menurut Muhadjir, sangat penting bagi penerapan pendidikan karakter. Dicontohkannya, saat jarak sekolah dekat dengan tempat tinggal, kemudian siswa jenjang pendidikan dasar bisa berjalan kaki ke sekolah. Dalam proses berjalan ke sekolah itu, siswa bisa belajar etiket warga negara. Orang tua dan masyarakat sekitar ikut teribat dalam pendidikan karakter.

"Zonasi ini adalah terjemahan operasional dari ekosistem pendidikan yang dimaksud dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional itu," tutur Mendikbud di depan peserta rakor.

Rakor dilaksanakan selama tiga hari bersama Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi di wilayah Sumatera. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano, menyampaikan bahwa tujuan rakor ini adalah agar dapat menyosialisasikan kebijakan zonasi secara lebih baik. Kemudian juga menyosialisasikan pembahasan seputar potret pendidikan di daerah, peta sebaran satuan pendidikan nominasi pusat zona, dan proses manajemen pembuatan zona.

Materi yang akan diberikan di antaranya Kebijakan terkait Pemerataan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Kemendikbud Tahun 2018; Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk Kebijakan Zonasi; dan Konsep Pengembangan Zonasi, Klasifikasi Sekolah Pusat Zona dan Peta Sebaran Sekolah Pusat Zonasi.

Tercatat sekitar empat ribu zona di berbagai wilayah yang menjadi panduan bagi pemerintah baik pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan pendidikan. Zona yang disiapkan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) dibahas bersama dengan pemerintah daerah agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan. Adapun informasi terkait zona tersebut dapat dilihat publik melalui laman http://zonamutu.data.kemdikbud.go.id

Pendekatan revitalisasi sekolah

Manajemen berbasis sekolah, menurut Mendikbud, menjadi pendekatan untuk memperbaiki pendidikan nasional. Sekolah harus mampu mengintegrasikan berbagai lingkungan belajar siswa. "Seluruh kegiatan belajar siswa, baik di dalam sekolah, di masyarakat, maupun di dalam keluarga harus dimanajemeni oleh sekolah. Artinya, ada perencanaan, pelaksanaan, evaluasi oleh sekolah. Jangan sampai sekolah tidak tahu apa saja yang dipelajari anak," kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini.

Kemudian, guru hendaknya dapat mendorong dan memfasilitasi cara belajar siswa aktif yang merupakan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dicontohkannya, pelaksanaan pembelajaran jangan terlalu kaku dan terpaku pada silabus. "Yang penting itu membangkitkan rasa penasaran siswa. Itu 'kan bagian dari upaya kita mendorong kemampuan berpikir kritis," katanya.

Selain itu, sekolah harus mampu mengembangkan kurikulum berbasis luas. Intinya memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, dan individualisasi siswa. "Setiap siswa harus diberi keleluasaan untuk berkembang sesuai jati dirinya," pesan Mendikbud.

Bagi Mendikbud, kunci perbaikan kualitas pembelajaran siswa adalah para guru. Terkait kekurangan guru sekolah, pemerintah secara bertahap melakukan rekrutmen guru baru. Baik sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPPK).

Kemendikbud bekerja sama dengan pemerintah daerah mendorong penguatan peran Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Melalui sistem zonasi, pembinaan guru-guru tidak lagi terpaku pada batasan administratif antarbirokrasi. Namun, pengembangan antarsesama kolega. "Mestinya guru yang bersertifikat profesional membina guru-guru yang belum bersertifikat atau guru honorer. Itu nanti jadi bagian dari beban kerjanya," ujar Muhadjir.

Mendikbud dijadwalkan akan mengikuti pawai obor Asian Para Games 2018 pada hari Minggu pagi (23/9). Setelah itu, Mendikbud akan melakukan sepak mula atau kick off Gala Siswa Indonesia (GSI) tingkat provinsi di Stadion Teladan, Medan. Turut mendampingi dalam kunjungan kerja kali ini, Sekretaris Jenderal, Didik Suhardi; Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano; Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD Dikmas), Harris Iskandar. (*)
Sumber : https://www.kemdikbud.go.id

Senin, 26 November 2018

Mendikbud Menargetkan Angkat 72 Ribu Guru dan Revitalisasi 4 Ribu SMK


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penataan Guru dan Tenaga Kependidikan di Jakarta, Kamis (15/11/2018).


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menargetkan 3.000-4.000 sekolah menengah kejuruan ( SMK) akan direvitalisasi pada 2019. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (21/11/2018) yang ingin agar SMK menjadi sarana efektif pengembangan sumber daya manusia Indonesia. "Kalau fisik kan, tahun depan sudah ditangani Kementerian PUPR. Kita hanya mengajukan skema-skema SMK mana saja yang harus direvitalisasi. Itu kita harapkan ada sekitar 3.000-4.000 SMK," kata Muhadjir usai rapat terbatas tentang pembangunan SDM di Istana Bogor. Muhadjir menambahkan, pemerintah memprioritaskan revitalisasi pada 4 bidang SMK yang diharapkan menjadi tulang punggung pertumbuhan perekonomian Indonesia yakni kelautan, pariwisata, pertanian, dan ekonomi kreatif.


Selain itu, Mendikbud juga mengusulkan 72 ribu guru SMK diangkat melalui skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Guru-guru ini nantinya dikontrak dalam jangka waktu tertentu. "Tahun depan kami mengajukan ada sekitar 72 ribu guru SMK diangkat dengan skema P3K. Jadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sehingga mereka bisa dikontrak, satu-dua tahun, tiga tahun, tergantung mereka," kata Muhadjir seperti dilansir dari laman resmi Direktorat Pembinaan SMK. Dengan revitalisasi dan perekrutan guru ini, Muhadjir berharap SMK bisa lebih siap dalam menciptakan SDM handal. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas memberikan arahan agar kualitas pendidikan SMK dirombak besar-besaran. "Perombakan yang kita lakukan di SMK, baik dalam kurikulum maupun penataan kompetensi. Terutama untuk guru-guru saya lihat juga sudah dimulai. Tapi sekali lagi, ini memerlukan sebuah perombakan yang besar, dan kita minta mulai tahun depan betul-betul dilakukan besar-besaran," ujar Presiden.
Sumber : edukasi.kompas.com

Informasi UN dan USBN

Prestasi Penting....Jujur Yang Utama !

Hai, anak-anakku tersayang di seluruh Indonesia...kalian dapat menemukan informasi tentang Ujian Nasioanl (UN) dan Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) .

Persiapkan anak-anakku.....dan tetap semangat belajar...

Kisi-kisi dapat dilihat dibawah ini :

KISI-KISI USBN KLIK DISINI

KISI-KISI UN      KLIK DISINI

Semoga bermanfaat untuk anak-anakku tersayang dalam meraih masa depan......

Sumber : http://un.kemdikbud.go.id/


Kegiatan Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal dan Sosialisasi Penuntasan Ikut PAUD Pra Sekolah Dasar


Provinsi sumatera selatan, menjadi Kota pertama yang dikunjungi oleh Direktur Pembinaan PAUD yang  baru saja dilantik Dr. Muhammad Hasbi di tahun 2018 yang melaksanakan Kegiatan Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal dan Sosialisasi Penuntasan Ikut PAUD Pra Sekolah Dasar.
Kegiatan tersebut merupakan program yang dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan PAUD, Ditjen PAUD dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2016 sebagai upaya untuk mendorong Kebupaten/Kota yang memiliki komitmen tinggi terhadap program PAUD, melacak tuntas anak yang brusia 5-6 tahun dilayani di lembaga PAUD.
Direktur Pembinaan PAUD Dr. Muhammad Hasbi menjelaskan pentingnya pendidikan anak usia dini yang merupakan tolak ukur kemakmuran bangsa di masa depan. Menurut Hasbi penanaman nilai sejak anak usia dini menjadi sangat krusial agar tidak terjadi krisis moral bagi anak-anak bangsa di masa depan nanti. “Penanaman nilai sejak dini dapat menghindarkan bangsa Indonesia dari krisis moral”, lanjut Hasbi.
Kegiatan Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal dan Sosialisasi Penuntasan Ikut PAUD Pra Sekolah Dasar ini salah satunya menjadi wadah sosialisasi kepada daerah, akan adanya SPM mengenai PAUD tersebut. Dengan terbitnya SPM ini, komimen daerah terhdap pentingnya pendidikan anak usia dini akan semakin meningkat.
Seperti diketahui bersama bahwa usia 0-5 tahun adalah usia perkembangan emas, saat fisik dan otak anak berada di masa pertumbuhan terbaiknya, dimana kemampuan otak menyerap informasi sangat tinggi. Di masa ini, stimulasi pendidikan yang positif sangat penting bagi perkembangan anak,  karena stimulasi yang tidak tepat akan berdampak negatif bagi kehidupan selanjutnya dan tidak dapat diperbaiki.
Sumber : http://www.paud.kemdikbud.go.id

Minggu, 25 November 2018

Untuk Guruku, dari Muridmu yang Bandel Dulu



Setiap tanggal 25 November, kita merayakan Hari Guru Nasional (HGN). Inilah waktu yang tepat untuk mengenang kembali jasa berharga mereka kepada kita, dari kita mungil hingga dewasa. Surat ini ditulis sebagai ucapan terima kasih sederhana, serta peluk erat jarak jauh untuk mereka. Bagaimanapun, kita semua berhutang pada mereka: yang kerap didaulat ‘pahlawan tanpa tanda jasa’.

Bapak, Ibu Guruku.......

Assalamualaikum. Wr. Wb.
Bagaimana kabar Bapak dan Ibu saat ini? Mungkin Bapak-Ibu sudah tak mengingatku lagi. Rambutku sudah tak disisir seperti dulu, tinggiku pun bisa jadi sudah setara denganmu. Suaraku telah matang, berubah satu oktaf lebih rendah dibanding dulu — saat Bapak-Ibu dan diri mungilku pertama kali bertemu.
Pertama kali masuk sekolah adalah masa yang mendebarkan buatku. Seumur hidup dimanjakan kehangatan rumah, duduk di ruangan kelas bersama anak-anak lain yang tak kukenal membuatku tak nyaman. Engkau tahu sekali itu. Kau berjongkok untuk menyeka air mataku.
Engkau yang menghidupkan semangat belajarku kala itu. Membiarkanku menyanyikan lagu riang, menggambar pohon yang bentuknya seperti cakar ayam, mewarnai papan gambar dengan berbagai rona. Engkau meyakinkanku bahwa daya cipta tak ada batasnya.
Bahkan engkaulah alasan kenapa aku mampu mengetik surat ini sekarang. Tidakkah kau ingat, ketika aku masih salah menulis abjad dan angka? Ketika aku masih sering bertanya: “Huruf dan bedanya apa?”
Kekuatan terbesarmu adalah keuletan, agar kami tetap sabar dalam belajar. “Ibu, bagaimana cara menulis “aku” ?” “Bagaimana berhitung 1 + 1?” 
Sesungguhnya, jasamu ada pada tiap huruf dan kata yang kurangkai. Pada tiap hitungan sederhana yang selalu ada dalam hidup sehari-hari orang dewasa.
Bapak-Ibu, apakah yang engkau lakukan ketika kelelahan?
Karena bukan aku saja yang harus engkau pertanggungjawabkan. Tugasmu pun tak cuma mengulang isi buku pelajaran. Perjuanganmu yang lebih besar, adalah menumbuhkan cinta kami pada ilmu pengetahuan.
Tak banyak tantangan di dunia ini yang lebih besar dari tantangan yang datang padamu. Apalagi mengingat betapa muda dan merasa-sudah-paling-tahu-nya anak-anak yang harus kau asuh itu.
Tidak sedikit dari kami, anak didikmu, yang nakal. Membolos, menyontek, merokok, sampai menggunakan fisik untuk bertengkar. Lalu kadang engkau dapati aku pergi melompati pagar sekolah, lalu engkau menghukumku berdiri di lapangan. Terik, malu, dan tentu saja melelahkanku.
Aku jadi membencimu dengan sangat. Menyumpah-nyumpah bahwa engkau adalah guru yang jahat, galak dan menyebalkan.
Tak jarang, aku kesal pada aturan yang engkau terapkan. Belum lagi kau memaksaku mengerjakan banyak hal. Menggarap berbagai soal mungkin masih bisa kuterima… namun mendengarkan ceramahmu yang membosankan? Ah! Buat apa?
Nilai-nilaiku tak selalu yang menjadi terbaik di kelas. Bahkan, motivasiku untuk belajar pun kembang-kempis. Tapi kau tak melihatku sebagai anak yang malas. Kau memutuskan melihat lebih jauh, menyadari bahwa bocah yang terlihat tak peduli ini sebenarnya krisis kepercayaan diri. Memang benar, aku selalu merasa bahwa aku tak mampu. Ada satu masa dimana aku lelah harus mengejar ketertinggalanku.
Engkaulah yang memegang pundakku sambil berkata, “Kamu bisa.”
“Kamu harus percaya, kamu bisa!”
Hingga detik ini, aku selalu mengingat matamu saat kau mengatakannya.
Tentu itu tak langsung menjadikanku murid yang cemerlang. Aku akan menangis seharian, menyalahkan guru yang tidak becus mengajariku. Jauh di dalam hati kecilmu, sesungguhnya engkau yang menangis lebih lama dariku. Tentu kau berhak merasa gagal mendidikku. Lambat laun aku tahu, itu bukan semata-mata kesalahanmu. Kau diam saja, menerima sangkaan itu.
Bapak-Ibu Guruku yang jauh dan dekat...
Bapak dan Ibulah yang pernah bertanya padaku dulu: “Apa cita-citamu?”
Waktu kecil aku mantap menjawab pertanyaan itu, namun semakin besar, semakin aku ragu. Tak jarang, engkau memaksaku untuk mencari jawabanya. Dengan sabar, engkau terus menyalakan semangat bermimpi dalam hidupku. Tidak pernahkan engkau juga memikirkan masa depanmu sendiri? Misalnya… tentang kenaikan gaji misalnya.
Tentu pernah. Bagaimanapun engkau manusia dewasa, punya keluarga yang harus mesti disuapi. Tak jarang aku berpapasan padamu di sore hari, sepulang sekolah. Aku sedang duduk-duduk di warung bersama teman-teman, sementara engkau baru pulang dari tempatmu bekerja sambilan.
Ya, untuk mengimbangi kebutuhan hidup yang semakin membumbung tinggi, engkau harus mengemban dua pekerjaan.
Aku malu ketika sadar beratnya tanggung jawabmu.
Bapak Ibu, masihkah kesehatanmu terjaga hari ini?
Dengan memutuskan menjadi guru, engkau sudah berani menjalani hidup sederhana. Engkau yang rela mendapatkan gaji pangkal 25.000 rupiah setiap bulannya kala itu. Engkau yang rela menempuh jarak jauh dan menghabiskan waktu bersama kami di sekolah. Anak-anakmu tak hanya mereka yang istrimu atau kau lahirkan sendiri. Anak-anakmu adalah kami.
Bagaimana kau menjaga tenagamu? Setelah pagi mengajar, sore kerja sambilan, malam mengoreksi tugas dan mengurus keluarga… sampai-sampai aku ingin sekali bilang pada Pak Presiden agar hidupmu lebih diperhatikan. Bukankah tugasmu tidak ringan?
Aku tidak ingin engkau sering bolos mengajar hanya karena biaya transportasi yang digunakan setiap hari lebih tinggi dibandingkan gaji yang engkau terima. Aku tidak ingin engkau hanya bisa mengajar perkalian matematika karena tak mampu melanjutkan sekolah untuk belajar aritmatika.
Bapak-Ibu Guru, masihkah engkau mengenalku?
Aku yang sudah tumbuh besar, bukan lagi anak ingusan yang belajar membaca aksara. Engkau yang mengajarkanku untuk membaca tentang kehidupan yang ternyata tidak sesederhana menghafalkan puisi Rendra.
Sekarang, mungkin juga engkau takut dengan pertanyaan-pertanyaanku yang sudah jauh lebih maju dari yang dulu. Mungkin engkau cemas tak lagi bisa “meladeniku”.
Ketahuilah, jika sekarang aku lebih pintar, itu bukan berarti aku lebih hebat darimu. Engkaulah yang mengantarkanku ke pintu-pintu pengetahuan yang lebih maju. Bagaimana bisa aku sombong di depanmu?
Hari ini, aku menulis suratmu Bapak Ibu guru.
Mungkin engkau sedang letih setelah sibuk mengajar di sekolah. Atau capai, karena harus apel dan upacara seharian. Tapi aku hanya ingin engkau tahu, aku sangat berterima kasih atas semuanya. Maafkan aku yang membebani pikiranmu dengan kenakalan-kenakalanku. Maafkan aku yang seringkali tidak mematuhimu. Maafkan aku yang jarang sekali menyapamu untuk hanya sekedar menanyakan “Apa kabar, Bapak-Ibu?” Maafkan aku yang lupa bagaimana berterima kasih padamu.
Terima kasih telah rela membesarkanku. Terima kasih telah membentukku menjadi manusia yang baru. Terima kasih untukmu, berjuta-juta kali dariku.
Dari anak didikmu,
Yang sudah lama tak menyalamimu di perantauan...

Sumber : https://www.hipwee.com/

Sambut Hari Guru Nasional (HGN) 2018, Kemendikbud Gelar Jalan Sehat .


Menyambut Hari Guru Nasional (HGN) tanggal 25 November 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) menggelar kegiatan Jalan Sehat di kawasan bebas kendaraan bermotor di Senayan, Jakarta. Acara diawali dengan senam pagi di halaman kantor Kemendikbud diikuti oleh pegawai Kemendikbud, para guru dan siswa. Pada tahun ini HGN mengangkat tema "Meningkatkan Profesionalisme Guru Menuju Pendidikan Abad 21". 


Menyambut Hari Guru Nasional (HGN) tanggal 25 November 2018, Kemendikbud menggelar kegiatan Jalan Sehat di kawasan bebas kendaraan bermotor di Senayan, Jakarta.

Disela-sela kegiatan jalan sehat, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan harapannya agar para guru terus meningkatkan kerja dan pengabdiannya. Menyambut Hari Guru Nasional (HGN) tanggal 25 November 2018, Kemendikbud menggelar kegiatan Jalan Sehat di kawasan bebas kendaraan bermotor di Senayan, Jakarta.(Dok. Kemendikbud) "Kepada para guru di seluruh Indonesia atau di mana saja berada, saya ucapkan selamat Hari Guru Nasional 2018. Marilah kita tingkatkan kerja kita, pengabdian kita kepada nusa dan bangsa ini demi menyiapkan masa depan Indonesia yang lebih maju melalui generasi-generasi muda yang ada di tanah (air) kita saat ini. Selamat Hari Guru Nasional," ujar Mendikbud. 

Penataan Guru Harus Berdasarkan Data yang Jelas Dalam kesempatan sebelumnya di rapat koordinasi nasional penanganan guru dan tenaga pendidik (22/11/2018), Muhadjir menyampaikan Kemendikbud akan menggelar puncak peringatan HGN pada tanggal 1 Desember mendatang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menggelar puncak peringatan hari guru nasional pada 1 Desember 2018 mendatang di di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. 

Mendikbud menyampaikan peringatan HGN dilakukan pihak Kemendikbud dengan melakukan refleksi dunia pendidikan khususnya profesionalisme guru. Menyambut Hari Guru Nasional (HGN) tanggal 25 November 2018, "Momentum hari guru nasional di tahun 2018 ini Kemendikbud akan berupaya meningkatkan profesionalitas guru sebagai sebuah profesi. Fokus Kemendikbud meningkatkan profesionalisme guru, profesionalisasi tenaga pendidikan yang masih memerlukan berbagai perbaikan,” tegasnya Dalam menggelar acara puncak HGN, Kemendikbud bekerja sama dengan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) dan rencananya akan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, tutup Muhadjir. Dalam acara Jalan Sehat yang akan berlangsung hingga Pk. 10.00 WIB ini, Kemendikbud juga menggelar Lomba Foto Instagram Jalan Sehat Hari Guru dengan memperebutkan hadiah mulai Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 juta.



Sabtu, 24 November 2018

UJI KOMPETENSI DALAM JABATAN


Ilustrasi : Uji Kompetensi yang Ideal dengan IT

UJI KOMPETENSI DALAM JABATAN (Sebuah Ilustrasi Profesionalisme PNS)

Yang dibutuhkan organisasi pemda saat ini adalah orang yang bekerja keras dengan otaknya (brain power), bukan orang yang kuat sehingga dapat bekerja dengan ototnya (muscle power)...

Dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan terakhir dengan UU No. 23 tahun 2014, secara siginifikan telah memberikan perubahan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Ciri utama dari kedua UU tersebut adalah makin luasnya otonomi daerah dan makin meningkatnya diskresi daerah dalam melaksanakan otonomi daerahnya. 

Sedikitnya ada enam perubahan besar yang terjadi terhadap pilar-pilar atau soko guru pemerintahan daerah yaitu : Perubahan isi otonomi yang akan merubah cakupan kewenangan pemda, melembagakan kewenangan-kewenangan tersebut dalam bentuk lembaga/organisasi pemda, penataan personil yaitu pegawai yang akan menjalankan lembaga tersebut, perubahan pengelolaan keuangan, perubahan dalam aspek perwakilan rakyat dan demokratisasi dalam pilkada, serta perubahan dalam pengelolaan otonomi daerah. Pembaharuan, perubahan, dan penyempurnaan terhadap enam pilar di atas, penulis akan lebih menyoroti pada upaya penataan kelambagaan dan penataan personil pemda yang sampai saat ini semakin jauh dari filosofis berdirinya pemda maupun upaya perwujudan organisasi organisasi Pemerintah Daerah yang modern dan profesional. 

Sebagaimana kita ketahui ada tiga dimensi perubahan yang diperhadapkan pada pemda dalam upaya melakukan perubahan terhadap kinerja organisasinya, yaitu Dimensi Struktural, Dimensi Fungsional, dan Dimensi kultural. Dari ke tiga dimensi tersebut nampaknya dimensi kultural sangat sulit untuk diterapkan tanpa adanya komitmen yang kuat dari pimpinan (Gubernur, Walikota/Bupati) untuk melakukan perubahan yang signifikan. 

Pimpinan daerah dituntut untuk lebih jeli dalam menempatkan para pegawainya (terutama pegawai yang berpangkat tinggi, namun tidak menduduki satu jabatan struktural). Dengan banyaknya pegawai berpangkat tinggi tersebut birokrasi kembali terperangkap lebih parah lagi akibat terinfeksi virus "pathologi birokrasi" dimana menurut Budi Santoso,1993, dampak lebih jauh dari adanya penyakit Pathologi birokrasi ini menimbulkan perilaku dari individu-individu yang ada dalam birokrasi yang selalu mengejar jabatan struktural. Kecenderungan di lapangan pada era otonomi daerah saat ini, masih mewarisi pola-pola lama dalam promosi jabatan struktural, yakni berdasarkan kedekatan dan senioritas bukan integritas, moralitas. Pendidikan, dan kompetensi, dengan kata lain “sistem mutasi saat ini tidak didasarkan atas keahlian, namun lebih atas dasar kepercayaan”. (sangat berbanding terbalik dengan keinginan pemerintah yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,). 

Hal ini senada dengan perkataan Drucker yang mengatakan “We are change the world, faster than we can change ourself”. Dan parahnya lagi kondisi ini sepertinya dimaklumi saja oleh para pimpinan organisasi pemda saat ini. Sehingga tidak aneh lagi kalau dikalangan birokrasi, pegawai yang memiliki kompetensi/kemampuan pemikiran yang baik tidak secara otomatis akan menduduki posisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan intelektual/kompetensi yang dimilikinya. Jadi tidaklah mengherankan kalau pegawai saat ini lebih tertarik untuk memperdalam “ilmu kodok”-nya (Sepak kanan, sepak kiri, injak bawah dan selalu menjilat ke atas untuk mendapatkan kepercayaan) ketimbang meningkatkan kemampuan teknis pemerintahannya.
Sekali lagi saya jelaskan bahwa promosi jabatan yang selama ini sepertinya didasarkan pada kedekatan dengan pimpinan tingkat atasnya menurut penulis adalah dikarenakan asumsi dari para pegawai (termasuk sang pimpinan) yang berpikir bahwa jabatan struktural adalah kepercayaan, walaupun asumsi ini tidak mempunyai dasar legalitas, tetapi nampaknya sering dipraktekkan. Sedangkan senioritas dalam pengertian kepangkatan, dilakukan karena menggunakan pendekatan eselonering untuk jabatan struktural (eselonisasi telah melahirkan birokrasi yang sibuk mengejar senioritas pangkat dan eselon yang sering tidak berhubungan dengan peningkatan kinerja), bukan karena kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh yang bersangkutan sesuai dengan jabatan struktural yang ada, tetapi karena jenjang kepangkatan yang bersangkutan.

Perlu diketahui, bahwa dalam era otonomi daerah saat ini, setiap organisasi pemerintah daerah menghadapi tantangan yang sangat kompleks dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan model organisasi yang ramping yang didukung oleh personil yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan steward yang menyatakan : “Yang dibutuhkan organisasi pemda saat ini adalah orang yang bekerja keras dengan otaknya (brain power), bukan orang yang kuat sehingga hanya dapat bekerja dengan ototnya (muscle power)”.

Dengan adanya tantangan seperti ini, dibutuhkan adanya kebijakan untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia sesuai dengan keahlian dan kebutuhan organisasi, sehingga setiap personil dalam mengejar prestasi lebih mengarah kepada bagaimana memberikan kontribusi yang optimal kepada organisasinya, bukan sekedar bagaimana mendapatkan jabatan struktural.

Untuk mengimbangi hal tersebut, agar kegiatan rasionalisasi (perubahan dimensi struktural dan fungsional) tidak menjadi sia-sia belaka maka pemerintah daerah memerlukan adanya perubahan orientasi perilaku personil (dimensi kultural). Salah satu upaya melakukan perubahan orientasi perilaku adalah dengan melaksanakan Uji Kompetensi bagi pegawai yang akan menduduki jabatan tertentu. kebijakan ini disamping dapat memberikan analisa jabatan yang tepat dalam penempatan seorang pegawai dalam jabatan struktural, tetapi bermanfaat pula dalam mengarahkan pemda untuk dapat mengembangkan berbagai jenis jabatan fungsional. Seperti personil yang mempunyai kemampuan untuk perencanaan ditempatkan di Bappeda dengan jabatan fungsional perencanaan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi menyusun perencanaan pembangunan daerah yang tidak terkooptasi dengan jabatan struktural. 

Namun demikian, jabatan fungsional bukan dimaksudkan untuk sekedar menambah usia pensiun dari seorang PNS, dengan mengalihkan jabatan, dari jabatan struktural ke jabatan fungsional. 

Uji kompetensi sebagaimana disampaikan adalah merupakan suatu standar penilaian/kompetensi bagi para pegawai yang akan dipromosikan untuk duduk dalam suatu jabatan tertentu (Jabatan Fungsional maupun Struktural). Bukan berarti dengan diciptakannya standar penilaian tersebut maka Tim Baperjakat yang ada di Pemerintah Daerah Propinsi, Kota/Kabupaten akan tidak berfungsi lagi. Tetapi dengan adanya standar penilaian ini akan dapat membantu Tim Baperjakat untuk mempromosikan pegawai-pegawai yang akan menduduki suatu jabatan. Sehingga peranan Baperjakat akan dapat berjalan dengan optimal dalam memberikan atau menempatkan pegawai pada posisi yang tepat sesuai dengan kompetensi yang dimiliki (The right man in the right place). 

Diharapkan pula dengan adanya Uji Kompetensi tersebut para pegawai terpacu untuk dapat meningkatkan kemampuannya (keterampilan, pengatahuan,dll) agar dapat memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan.

Upaya penetapan standar-standar untuk mengadakan uji kompetensi jabatan tentunya harus pula memperhatikan aspek kecerdasan dan kematangan diri, kualifikasi pendidikan, track record, visi dan misi terhadap jabatan yang diembannya maupun aspek psikologis PNS. Yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah langkah yang dapat diambil pemerintah daerah agar pergeseran paradigma ini dapat diterima dengan baik oleh semua pihak ? 

Langkah awal dalam membenahi organisasi pemerintah adalah perlu adanya suatu upaya pembaharuan (dari pimpinan/Top Manager) yang sesuai dengan perkembangan lingkungan dimana organisasi tersebut tumbuh dan berkembang. Hal di atas sejalan dengan pemikiran yang diungkapkan Albert Einstein yang mengatakan “The significant problems we face can not be solved at the same level of thinking we were at when we create them.” (Masalah-masalah mendasar yang kita hadapi saat ini tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan level berpikir sebelumnya yang justru menciptakan masalah-masalah tersebut).

Secara teoritis upaya melakukan pembaharuan/menciptakan pergeseran paradigma dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
Pertama, dilakukan secara sadar, sukarela, dan proaktif-antisipatif (inside out). Mengikuti pembelajaran atau pendidikan, memperluas wawasan, belajar dari pengalaman masa lalu, membaca, bergaul dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, berusaha mengenali misi dan visi hidup pribadi dan organisasi, dan melakukan kegiatan spiritual adalah merupakan proses perluasan paradigma yang dapat dilakukan secara sadar, sukarela dan proaktif-antisipatif.

Kedua, dilakukan dengan terpaksa atau reaktif (outside in), umumnya tanpa disertai dengan kesadaran, karena dipicu oleh berbagai peristiwa traumatis (misalnya PHK, ditinggal mati oleh orang yang kita cintai, usaha kita bangkrut, dll). Keterpaksaan ini dapat terjadi karena paradigma yang kita anut ternyata telah beku atau lumpuh, terperangkap pada realitas semu yang penuh tipu, kepalsuan dan kemunafikan. 
Berdasarkan dua langkah yang dapat ditempuh dalam upaya menerima serta menghadapi perubahan dimensi kultural tersebut, Penciptaan Standar Kompetensi maupun Uji Kompetensi dapat saya katakan sebagai salah satu wujud dari upaya menghadapi tuntutan masyarakat akan kinerja pemerintahan yang dilakukan secara sadar, dan proaktif-antisipatif (inside out). Dimana hal ini ditempuh untuk mengobati penyakit di dalam tubuh organisasi pemerintah agar dapat menerima serta beradaptasi dengan iklim lingkungannya yang baru. 

Di samping itu Uji Kompetensi dapat pula saya katakan sebagai satu keterpaksaan yang harus diambil oleh pemerintah daerah untuk mengatasi permasalah yang dihadapi oleh pemerintah daerah. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah berada pada level low trust, semoga tidak berlanjut pada level Distrust sehingga mau tidak mau pemerintah harus segera berbenah diri untuk dapat mengubah image pemerintahan yang buruk di mata masyarakat.

Uji kompetensi yang disarankan ini adalah merupakan salah satu syarat penting yang dapat dipertimbangkan bagi berfungsinya organisasi pemda serta merupakan salah satu syarat sebelum PNS tersebut ditempatkan dalam jabatan dan sangat urgent dilakukan mengingat makin terbatasnya jumlah jabatan struktural yang tersedia sekaligus untuk mengakomodasi penilaian publik yang menilai birokrasi Pemerintah Daerah adalah malas, tidak memiliki potensi, tidak disiplin dan kinerjanya rendah.

Pertanyaan berikutnya yang diperhadapkan pada kita adalah bagaimana kita menciptakan standar-standar tersebut ? Bukankah dilingkup organisasi pemerintahan sudah ada SKP (DP-3) dan Analisis Jabatan (yang mulai jarang diterapkan/direncanakan semoga tidak dilupakan) yang bermanfaat untuk menilai serta melihat prestasi kerja seorang pegawai. Apakah itu tidak cukup ?

Sebagaimana diketahui, kompetensi adalah merupakan kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya. Dimana untuk mengukur kompetensi yang dimiliki seorang pegawai tersebut kita dapat menetapkan standar-standar kompetensi yang diperlukan dalam rangka peningkatan profesionalisme PNS yang akan menduduki jabatan struktural eselon I, II, III, IV dan V.

Standar-standar yang akan diciptakan itu kemudian dibagi kedalam dua indikator, yaitu indikator umum (Kompetensi umum) dan indikator khusus (Kompetensi khusus). Standar ini tentunya sangat berbeda dengan SKP (DP-3) yang selama ini dikenal dikalangan PNS, dimana indikator-indikator dalam SKP (DP-3) tersebut berlaku secara menyeluruh bagi semua PNS (nilainya pun selalu meningkat, nda pernah turun........???).
 
Kompetensi umum yang dikembangkan dalam Uji kompetensi ini berisikan indikator-indikator yang bertujuan untuk menilai kemampuan dan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatan struktural yang dipangkunya. 

Sedangkan Kompetensi khusus berisikan indikator-indikator yang bertujuan untuk menilai kemampuan dan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang PNS berupa keahlian yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatan struktural yang dipangkunya. Dalam proses ini peran daripada analisis jabatan yang saat ini kurang berfungsi dapat lebih digiatkan lagi oleh masing-masing pembina kepegawaian di instansi masing-masing yang berguna untuk menentukan indikator-indikator khusus yang tentunya sesuai dengan keadaan, kenyataan dan kebutuhan kerja yang riil. 

Dengan terciptanya standar-standar yang berisi indikator-indikator penilaian tersebut dapat dijadikan sebagai standar baku bagi Tim Baperjakat/Pembina Kepegawaian dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS dari dan dalam jabatan, serta sebagai dasar penyusunan/pengembangan program pendidikan dan pelatihan PNS.

Sebagai contoh saya dapat uraikan beberapa Standar kompetensi Umum dan khusus dalam Jabatan Eselon III. Seseorang yang dapat menduduki jabatan eselon III paling tidak memenuhi standar kompetensi umum seperti : Mampu memahami dan mewujudkan Kepemerintahan yang baik (Good Governance), Mampu memberikan pelayanan yang baik terhadap kepentingan publik, Mampu berkomunikasi dalam bahasa inggris, Mampu melakukan pendelagian kewenangan terhadap bawahannya, Mampu melakukan akuntabilitas kinerja unit organisasinya dengan baik, Mampu melakukan evaluasi dan bahkan Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikan program kepada pejabat atasannya, dan hal terkait lainnya. Standar Kompetensi Umum ini pada dasarnya dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun diklat kepemimpinan. Kemudian Standar Kompetensi khusus, berisi tentang keahlian yang disesuaikan dengan jabatan yang bersangkutan. Misalnya Kepala BKD di tingkat Kota/Kabupaten, Standar Kompetensi khusus yang harus dimiliki antara lain : Mampu menyusun program kebutuhan dan penempatan pegawai, Mampu menyusun program analisis jabatan untuk perencanaan pegawai, mampu menyusun, Mampu menyusun sistem informasi kepegawaian, Mampu memberikan pertimbangan pemberhentian dan pemensiunan pegawai, dan lainnya. Perlu diingat pula bahwa standar kompetensi khusus ini pada dasarnya dapat ditetapkan oleh Pembina kepegawaian di Instansi masing-masing sesuai dengan uraian tugas/jabatan di unit organisasinya masing-masing.

Upaya pergeseran paradigma dari konsep kecakapan menjadi kompetensi (melalui uji kompetensi), diharapkan secara perlahan namun pasti tentunya akan menimbulkan implikasi strategis yang sangat positif bagi kegiatan perencanaan dan pengelolaan sumber daya aparatur pemerintah dilingkup apapun dalam setiap kegiatan. Sehingga dengan demikian kompetensi nantinya merupakan faktor mendasar dalam hal penempatan seseorang dalam jabatan tertentu.

Namun demikian, penulis pun cukup menyadari bahwa untuk merealisasikan keinginan ini diperlukan suatu pengorbanan, kerja keras serta komitmen yang kuat dari semua pihak. Karena semakin besar cakupan kepentingannya, semakin besar dimensi kemanusiaan yang dikandungnya, maka semakin besar pula tantangan dan kesulitan yang akan dihadapi dalam proses merealisasikan keinginan tersebut. Penulis teringat pada pidato Winston Churchill saat ia di undang di sekolah dimana ia dahulu menjadi siswa. Para hadirin saat itu bertanya-tanya, pidato apakah yang akan disampaikannya? Ketika ia tampil di podium dan mulai menyampaikan pidatonya : “Never give up, Never give up, never, Never give up !!!!” Lalu, ia pun duduk kembali. Semua yang hadir menjadi diam mendengar pidato yang amat singkat itu, tapi kemudian semua yang hadir memberikan Standing ovation (penghormatan), karena mereka memahami bahwa intisari dari segala usaha mengimplemtasikan segala keinginan dan kegiatan kita adalah “Jangan pernah menyerah”. Semoga...

Sumber : http://sakatik.blogspot.com, dan Akang Rustandi