Jumat, 26 Januari 2018

Selamat Jalan, Daoed Joesoef

Selamat Jalan, Daoed Joesoef  24 Januari 2018  ← Back


Bogor, Kemendikbud --- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 1978-1983 Doed Joesoef meninggal dunia di usia 91 tahun di Jakarta, Selasa (23/1/2018), pukul 23.55 WIB. Jenazah Mendikbud dalam Kabinet Pembangunan III tersebut dimakamkan secara militer di Taman Pemakaman Giri Tama Bogor, Jawa Barat. 

Upacara pemakaman berlangsung khidmat dengan inspektur upacara Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Irjen Kemendikbud) Daryanto. Upacara tersebut berlangsung dari pukul 14.00 hingga 15.00 WIB, dihadiri keluarga, teman-teman seperjuangan, dan sejumlah pejabat di lingkungan Kemendikbud.

Daryanto mengungkapkan bahwa upacara kebesaran tersebut dilaksanakan sebagai bentuk penghargaan negara atas jasa, darmabakti, dan pengabdian Doed Joesoef kepada bangsa dan negara. Irjen Kemendikbud mengatakan bangsa Indonesia telah kehilangan salah satu putra bangsa terbaik, pejuang bangsa yang memegang teguh prinsip-prinsip perjuangan dan telah bekerja keras dalam mengemban tugas negara. 

"Tentu semua yang dilakukan almarhum sangat bermanfaat sebagai suri teladan bagi kita semua yang masih hidup dalam melanjutkan tugas pengabdian kepada bangsa negara," kata Daryanto.

Mendikbud Muhadjir Effendy yang pada saat tersebut sedang melaksanakan tugas di luar negeri, mengungkapkan rasa belasungkawa atas wafatnya Doed Joesoef melalui media sosial. "Turut berbelasungkawa atas wafatnya salah satu tokoh pendidikan Indonesia Bapak Dr. Daoed Joeseof (Mendikbud periode 1978-1983). Semoga almarhum husnul khotimah, dan keluarga yang ditinggalkan mendapat kesabaran yang berlimpah," tulis Muhadjir Effendy melalui akun Twitter @Muhadjir_ef.

Salah satu pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Departemen P dan K) saat Daoed Joesoef menjabat sebagai Mendikbud, mengungkapkan rasa kehilangan yang besar. "Saya merasa kehilangan sosok ayah dan panutan. Beliau itu adalah sosok yang disiplin, jujur, dan tidak membeda-bedakan pegawai," kata Mantan kepala biro Perencanaan Departemen P dan K, Aris Pongtuluran ketika turut mengantar jenazah Daoed Joesoef ke peristirahatannya yang terakhir.
 
Daoed Joesoef lahir di Kota Medan, Sumatera Utara, pada 8 Agustus 1926. Ia menempuh pendidikan di HIS Medan (1939); MULO-Tjuu Gakko, Medan (1944); SMA, Yogyakarta (1949); Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Jakarta (1959); Program Master, Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis (1969); Doctorat de L'Universite, Universite de Paris, Perancis (1965); Docteur d'Etat es Sciences Economiques, Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis (1973).

Daoed Joesoef meninggalkan seorang istri, Sri Sulastri; seorang anak, Sri Sulaksmi Damayanti; menantu, Bambang Pharmasetiawan; dan dua orang cucu. Selain giat berjuang dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, ia juga aktif menulis dan melukis. Selamat jalan Daoed Joesoef! (Nur Widiyanto)
Sumber :

Kamis, 25 Januari 2018

Dunia Guru

Image result for guru profesional

"Guru Bukan Segalanya Tapi Segalanya Berawal Dari Guru" sebuah kutipan yang menarik dari seorang yang mendedikasikan hidupnya untuk dunia pendidikan.

Dunia Guru saat ini memang masih pantas disebut “pahlawan tanpa tanda jasa” kalau dihibungkan dengan kutipan di atas. Sebab pada kenyataannya berbagai kesejahteraan terus diupayakan dengan dalih demi peningkatan kualitas pendidikan. Logika materialisme yang begitu kuat sebenarnya menjadikan posisi guru itu sendiri berada dalam kondisi sebuah dilema. Alih-alih profesionalitas, kesejahteraan terus ditingkatkan. Tapi di sisi lain muncul permasalahan sosial di mana dunia guru dipandang sebagai dunia yang menjanjikan secara materi. maka banyak masyarakat yang kemudian berbondong-bondong meminati dunia guru dengan niatan yang bisa dipertanyakan antara keikhlasan membangun sebuah bangsa lewat pembelajaran atau demi kesejahteraan semata di tengah kepungan ekonomi global yang kian krisis dimensial. 

Tapi ibarat perut yang kelewat kenyang. Rasa berkecukupan pun mulai menyerang. Penyakit kerja malas-malasan pun datang. Jelas, dengan kesejahteraan yang meningkat tidak serta-merta kualitas pembelajaran pun meningkat. Justru berbeda dengan lampau ketika eksistensi guru dimaknai sebagai pembawa pesan moral yang ikhlas dalam bekerja, eksistensinya banyak melahirkan generasi-generasi pemikir bangsa. contohnya HOS Cokroaminoto yang melahirkan Soekarno. Guru-guru di jaman sekarang bisa jadi turut ambil bagian dalam melahirkan koruptor-koruptor muda.


Keteladanan guru pun layak dipertanyakan ketika ada oknum dalam Dunia Guru yang dengan tanpa perasaan berdosa membuat data palsu demi lulus portofolio untuk sertifikasi. Mengapa demikian karena ada tuntutan materialisme yang menguat. Itu pulalah ekses dari profesionalitas di sisi lain bahwa Dunia Guru menjadi berorientasikan materi.. 


Sekarang Dunia Guru adalah hal yang diminati masyarakat, karena dianggap menjanjikan kesejahteraan. Yang pada akhirnya membanjirlah kualitas-kualitas guru bermental materi bukan moral dan hati nurani.

Jangan heran jika di masa sekarang kita bisa melihat anak-anak didik berunjuk rasa, karena mereka pun menyaksikan para pendidik mereka berunjuk rasa di jalan. Saat ini sepertinya bukan saatnya lagi guru harus dianggap sebagai sosok yang sangat berkuasa dan harus ditakuti oleh anak-anak didiknya di sekolah. Bila kita menjumpai ada anak-anak didik kita berkata-kata kasar, berperilaku negatif, tidak jujur, pemberontak, menyakiti hati temannya, memfitnah maupun menjatuhkan temannya, tidak bisa menghargai sesamanya bahkan gurunya, maka yang harus kita lakukan pertama kali adalah bertanya kepada hati kita apakah kita melakukan hal yang serupa?.

Sudahkah Anda berpuas hati dengan prestasi sebagai guru . . . ?

Sumber : http://duniaguru-fm.blogspot.co.id